Hebatnya Keikhlasan

“Hebatnya Keikhlasan”

Oleh : Hibatullah Ramadhana *)

Sore menjelang petang, kami berdelapan diamanahi oleh kampus untuk mengabdikan diri di sebuah taman pendidikan Al-Qur`an binaan kampus. Tempat itu bernama TPA-Al-Ikhlas. Jarak antara kampus kami dengan TPA Al-Ikhlas sekitar 7 Km. Setelah sesi perkenalan, kami sepakat bahwasannya kegiatan belajar menagajar di TPA tersebut akan dilaksanakan pada Kamis hingga Ahad setiap pekan.

Pasti kalian bertanya-tanya, mengapa kami yang berstatus mahasiswa disibukkan dengan kegiatan ajar mengajar di TPA. Kurang kerjaan kah? Bukankah sudah seabreg tugas dan lain-lain. Yap, betul. Kami kami mencari bekal untuk masa depan dari pagi hingga siang. Kami upayakan semua tugas untuk diri sendiri tuntas. Itulah salah satu keunikan dari kampus kami, Universitas Darussalam Gontor, karena kampus ini mempunyai sistem kepesantrenan. Sekaligus mewujudkan cita-cita Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor untuk turut bertanggung jawab memajukan ummat Islam dalan mencari ridha Allah. Itulah sore harinya manfaatkn untuk orang lain. Kami berganti tugas menjadi pengajar di Taman Pendidikan Al-Qur`an.

Hari yang ditunggu pun tiba. Kamis sore waktunya kami mengajar di taman Pendidikan Al-Qur`an. Karena jarak yang cukup jauh, Sebagian dari kami ada yang mengendarai sepeda dan juga mengendarai motor. Uniknya, ada yang tidak kebagian motor atau sepeda. Tapi, kerena panggilan tugas dan sangat bersemangat berkontribusi untuk mengajar ia pun memutuskan berjalan kaki.

Apa tidak melelahkan? Sangat melelahkan. Tapi lelah itu seakan hilang ketika melihat senyuman dan antusias anak-anak untuk belajar

Bukan kebetulan, nama TPA itu  “Al-Ikhlas” yang menjadi inspirasi dan semangat kami. Kami tidak meminta untuk dibayar sepeser pun. Tujuan kami disini untuk mengajarkan apa yang telah kami dapat dari ilmu dan pendidikan yang telah kami tempuh. Karena ilmu yang tidak diamalkan layaknya pohon yang tidak berbuah.

Anak-anak yang ada di tempat kami mengajar kurang lebih berjumlah 35 anak, mulai dari TK hingga jenjang SMP. Bermacam-macam watak, juga karakter, itulah yang membuat tempat ini sangat kami rindukan.

Apakah bisa bekerja tanpa mengharapkan imbalan? Bisa, kami sebagai umat muslim percaya, sumber kebahagiaan yang kami dapatkan bukan hanya berdasarkan pada berapa banyak uang yang kami miliki, karena memang itulah prinsip kebahagiaan menurut ajaran agama islam.

Kebahagiaan kami cukup dengan melihat anak-anak yang kami ajarkan bisa mengaji membaca Kita Suci Al Qur’an dengan baik dan benar. Mereka lebih memahami ajaran-ajaran agama Islam. Tentunya mereka tumbuh dengan   Al-Akhlaq-ul-Karimah. Dan mungkin dari tempat ini dan dari anak-anak ini, menjadi jalan kami menuju surganya Allah SWT.

Kami yakin bahwasannya setiap anak di seluruh pelosok negeri berhak mendapatkan ilmu dan Pendidikan. Mungkin, dengan cara ini kita bisa bersama-bersama membangun bangsa dan negara yang lebih maju.

*) Hibatullah Ramadhana atau lebih dikenal dengan Ibat. Ia adalah mahasiswa Semester I, Prodi Manajemen Bisnis, FEB Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo.

Silahkan share jika bermanfaat!

Cara Membeli dan Cost Killer

Banyak cara melakukan penghematan biaya. Salah satunya adalah dengan meninjau ulang cara pengadaan raw material atau bahan baku. Jika mengalami pengadaan raw material dilakukan dengan pembelian on the spot (baca : ketika ada rencana kebutuhan baru melakukan pembelian) atau pengadaan dalam jangka pendek, maka perlu dipertimbangkan untuk  mengubahnya dengan melakukan purchasing dalam jangka panjang.

Dengan cara ini perusahaan perlu membuat perhitungan kebutuhan material dalam jangka waktu tertentu. Misalnya satu semester atau mungkin juga satu tahun.  Selain itu, ditetapkan jadwal pengirimannya. Dari mana rencana pengiriman bisa dibuat? Tentu saja dengan menggunakan data-data beberapa tahun sebelumnya juga dengan prediksi tahun yang akan dijalani. Pada saat itu bagian pembelian perlu bekerjasama dengan pihak-pihak lain seperti bagian produksi juga bagian marketing, agar rencana pengiriman itu lebih akurat. Semakin akurat pasti akan semakin baik.

Jika internal sudah beres, maka rencana pembelian dikomunikasikan dengan pemasok. Para pemasok akan senang dengan pola seperti itu karena mereka akan mudah mengelola pesanan. Mereka juga akan mendapat kemudahan membuat rencana pengadaan barang yang kita pesan. Jika pemasok adalah produsen bahan baku yang kita pesan, mereka akan bisa membuat rencana produksi di masa depan. Dan jika pemasok adalah distributor bahan baku pesanan kita, mereka akan bisa membuat rencana pembelian di tahun depan.

Bagaimana dengan harga? Perencanaan pembelian jangka panjang itu artinya kita membeli dengan kuantitas yang besar kepada pemasok. Sudah barang tentu harga per satuan akan berdeda ketika dibeli sesekali dengan yang jumlah yang sedikit. Kuantitas besar, harga bisa lebih rendah.

Tapi cara pembelian sekaligus ini, ada dampak persediaan akan menumpuk ? Tidak juga. Karena dalam proses tersebut kita dengan pemasok bisa menyepakati jadwal pengirimannya. Kita memberikan komitmen membeli dalam jumlah tertentu dengan kurun waktu tertentu. Pemasok yang mengelola persediaan. Vendor managed stocks.

Sehingga pola pembelian dengan perencanaan jangka panjang ini, pembeli bahagia karena dapat diskon,  pemasok pun happy mendapat pembelian dalam jumlah besar.

Silahkan share jika bermanfaat!

Cost Killer Membuat Bahagia dan Bangga

Bapak saya almarhum adalah seorang purnawirawan. Kegiatan beliau setelah purna tugas adalah menjadi Ketua LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) dan juga merangkap Ketua RW. Tradisi perayaan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan atau lebih populer disebut Águstusan adalah salah satu kegiatan yang menjadi kesibukan beliau setiap tahun.

Tahun itu seperti biasa kecamatan mengadakan lomba karnaval, gabungan antara karya seni, atraksi dan gerak jalan antar desa. Oleh kepala desa, Bapak diberi amanah sebagai ketua tim desa. Beliau tertantang. Masalahnya, ternyata dana yang disediakan pihak desa tidak banyak, alias cekak. Ingin tampil bagus tapi uang tidak ada. Yah… nasib.

Bapak tidak menyerah. Beliau memutar otak, mencari jalan. Dikontaknya salah satu kenalan beliau, seorang dosen IKIP Malang untuk membantu. Namanya Pak Oediono. Dari hasil berdiskusi dengan Pak Oediono muncullah ide untuk membuat miniatur Burung Garuda. Ukurannya lumayan besar, lebih dari tinggi badan saya ketika itu. Saat itu saya masih duduk di kelas 1 SMP.

Bahan utama rangka burung Garuda dari bambu. Isi dan kulitnya dari kertas semen yang direndam air dan diberi kanji, tepung tapioca yang dicairkan dengan air panas bisa menjadi lem perekat. Alasnya juga dari bambu. Setelah jadi miniatur burung garuda itu terlihat sangat gagah, tetapi ringan tidak berat. Untuk membawanya cukup dipanggul oleh 4 orang.

Untuk tim gerak jalan pesertanya adalah tim ibu-ibu. Pelatihnya, Bapak sendiri. Penghematan. Untuk baju seragam tim gerak jalan dicari baju yang paling banyak dimiliki. Tentu saja paling banyak dipunyai adalah atasan warna putih dan bawahan hitam. Biar tidak terlalu polos maka disepakati menggunakan asesoris tambahan. Dan pilihlah hasduk atau dasi pramuka yang merah dan putih yang biasa dipakai anak-anak sekolah.

Yang tak kalah menarik adalah sutau ketika saya dibonceng Bapak dengan Zundaap (motor roda 2 yang bisa dikayuh seperti sepeda) untuk menemui waker. Waker adalah orang yang diberi amanah menjaga kebun tebu. Kebun itu milik salah satu pabrik gula ternama di Malang. Beliau ternyata meminta tebu sekira 100 batang dari waker. Tebu dipilih yang lurus. Alhamdulillaah diluluskan, bahkan diberi lebih.

Saya bersama beberapa kawan diminta Bapak untuk mengangkut dari kebun tebu ke halaman rumah. Sepanjang jalan kami pun bertanya-tanya untuk apa batang-batang tebu ini. Kebingungan kami semakin menjadi, ketika tebu-tebu itu dibersihkan dan dipotong 1,5 meter-an.

Kami anak-anak memperhatikan tanpa berkedip. Ujung tebu itu selanjutnya dilancipkan dengan memakai pisau besar yang di kampung saya disebut bodeng. Setelah bersih dan rapi batang tebu itu kemudian diberi bendera dari kertas minyak berwarna merah dan putih.

Kami pun melongo.  Oooo… bambu runcing. Bedanya bambu ini dari tebu. Kami semua tertawa ceria melihat bambu runding dari tebu itu.

“Le, nanti kalau kalian haus. Bisa dimakan itu tebunya ya. Tapi kalau bisa, hausnya ditahan setelah panggung kecamatan,” begitu pesan Bapak sambil tersenyum.

Saya baru paham. Bapak melakukan terobosan agar tidak perlu repot menyediakan minuman dan makanan kecil bagi para peserta karnaval. Jika kami haus saat usai karnaval, ‘bambu runcing’ itu bisa kami makan. Caranya dengan dikerokoti (baca: dikupas dan dipotong pakai gigi). Tebu memang berenergi. Rasanya manis dan menyegarkan. Wah…. benar-benar cost killer yang cerdas.

Masalah belum selesai. Pakaian saat defile bagaimana? Kata Bapak, karena konsepnya perang gerilya, maka teman-teman seusia saya atau paling besar masih SMA, diminta memakai baju sehari-hari. Tidak perlu seragam. Paling ditambah sarung atau asesoris yang ada di rumah. Rakyat berjuang ketika itu memang nggak pakai seragam toh? Benar juga.

Tahun itu desa kami juara karnaval se-Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.  Seingat saya tiga tahun berturut-turut desa kami juara karnaval se-kecamatan.

Bapak saya almarhum melakukan cost killer dengan menyiasati resources yang minim. Hasilnya justru di luar dugaan. Alih-alih sekedar meramaikan Agustusan, kami malah jadi juara dan perhatian se-Kabupaten Malang. Kami bahagia dan bangga.

Catatan:
Mengenang Almarhum Kapten (Purn.) Djohariman, veteran Perang 10 November 1945, Operasi Dwikora 1964, dan Operasi Trisula 1968.

Silahkan share jika bermanfaat!

Sampah vs Akhlak

Sampah vs Akhlak

Oleh: Hibatullah Ramadhana *)

 

Teriknya matahari di Kota Surabaya mulai terasa, menandakan telah usainya acara yang kami ikuti. Saya dan 12 orang teman lainnya memutuskan untuk Sholat Dzuhur dan istirahat sejenak. Pelatihan 3 hari yang melelahkan, namun sangat bermanfaat. Kami sepakat melepas penat sekaligus kembali ke kampus. Kami pun memutuskan menuju pantai selatan yang jadi buah bibir selama ini. Pantai itu bernama Pantai Mutiara terletak di Kabupaten Trenggalek.

Perjalanan dari Surabaya ke Trenggalek berjarak sekitar 200 Km. Kami menempuh pejalanan via Tol Trans Jawa dan keluar/exit di Kediri. Perjalanan melewati jalan biasa sangat berbeda di bandingkan melalui jalan tol. Kami juga melewati jalur lintas selatan (JLS) yang sesuai pemberitaan, sangat indah. Kami sampai di lokasi pada malam hari.

Kondisi sudah larut malam, tidak menyurutkan kami untuk menikmati indahnya alam. Kami bermalam di sebuah gazebo yang ada di tepi pantai. Tidur beralaskan karpet sederhana, cukup untuk meluruskan badan dan kaki. Keesokan paginya, kami disambut suara kokok ayam dan deburan ombak yang menyentuh bebatuan. Udara segar di pagi hari, pemandangan pantai disertai arunika yang tak kalah indahnya. Laut tampak biru dengan ombak khas Pantai Selatan. Semua itu karunia tersendiri sekaligus obat penat yang kami alami.

Karunia? Ya, betul. Pagi itu membuat kami sadar akan betapa besarnya kuasa Allah Tuhan semesta alam. Sang Khalik  telah menciptakan keindahan alam ini, agar kami banyak bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Karunia yang lain masih ada. Saat itu Hari Ahad, hari libur, yang terlihat banyak orang yang menghabiskan waktunya di pantai bersama orang yang mereka cintai. Mereka juga menikmati makanan dan fasilitas yang ada di pantai. Sama seperti kami. Kami yang hadir juga membawa manfaat ekonomi bagi warga sekitar.

Namun, setelah kami berjalan beberapa langkah ke bibir pantai, ada pemandangan yang tak elok. Hal ini terlihat dari kondisi pantai yang sangat indah, ternodai oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Mereka kurang sadar akan kelestarian alam. Banyak sampah berserakan. Belum lagi, terlihat tidak sedikit dari mereka yang membuang sampah sembarangan. Tak heran jika sampah ada di beberapa sudut pantai. Padahal ada tempat sampah yang disediakan.  Tak ayal membuat kondisi pantai menjadi kotor dan kurang nyaman.

Perilaku ini bisa jadi adanya mindset yang timbul pada masing-masing individu yang berpikiran:

“Ah, saya kan hanya membuang satu botol atau satu bungkus makanan. Cuma sedikit, kok.”

Padahal justru pemikiran itu yang harus dihapus. Bayangkan jika pemikiran dan perilaku itu, serupa dimiliki oleh pribadi atau individu yang lain. Jika satu orang punya pemikiran seperti itu memang, menurut dia, dia hanya membuang satu sampah. Namun apabila yang ada di pantai tersebut berjumlah ribuan orang dan mempunyai mindset  yang sama, sebanyak itu pula sampah yang mereka buang sembarangan. Tak heran, jika kondisi pantai nampak kotor. Ada sampah bekas botol minuman. Bekas bungkus makanan.

Tentunya sebagai manusia, harus punya akhlak terhadap alam. Apa itu akhlak terhadap alam? Membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Jika tidak ada tempat sampah, maka dikantongi dulu. Tidak merusak pepohonan. Menghindari membuang hajat sembarangan. Tidak membawa pasir atau terumbu karang sembarangan. Hal-hal tersebut adalah upaya menjaga menjaga dan melestarikan keindahan alam. Alam juga ciptaan Allah SWT.

Bagaimana menghadapi pantai yang kotor dihadapan kita? Tentunya yang paling utama adalah kita yang berakhlak mulia tidak lagi menambah atau membuang sampah. Sampah di depan kita dipungut dan dikumpulkan, sebisa mungkin.

Semoga sampah yang ada di pantai atau di sekitar kita bisa menjadikan cerminan akhlak kita. Mari kita basmi sampah dengan memulai untuk tidak menyampah sembarangan. Kita bersihkan sampah. Kita lestarikan alam. Kita tunjukkan bahwa kita memang bangsa yang berakhlak mulia.

 

*) Hibatullah Ramadhana atau lebih dikenal dengan Ibat. Ia adalah mahasiswa Semester I, Prodi Manajemen Bisnis, FEB Universitas Darussalam, Gontor, Ponorogo.

Silahkan share jika bermanfaat!

Warnailah tapi Jangan Sampai Terwarnai

Warnailah Tapi Jangan Sampai Terwarnai

Oleh : Hibatullah Ramadhana *)

 

Pada dasarnya manusia dilahirkan di muka bumi dengan kondisi yang suci. Sesuai pada fitrahnya. Tidak ada manusia yang dilahirkan dengan kondisi jahat. Baik atau buruknya seseorang, tergantung pada perilaku orang tersebut dalam menjalani hidupnya. Namun perilaku seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan di sekitarnya seperti, teman, tetangga, atau bahkan keluarganya sendiri.

Peran lingkungan sekitar sangat berpengaruh pada pembentukan karakter pada seseorang, Terutama pada anak-anak. Di zaman sekarang banyak anak-anak muda yang terpengaruh oleh buruknya lingkungan yang ada di sekitarnya. Tidak sedikit dari anak sebaya kita yang sudah mengonsumsi minuman beralkohol, merokok, atau bahkan, maaf, hamil sebelum nikah.

Generasi penerus bangsa sudah seharusnya sadar akan fenomena yang ada ini. Sehingga nantinya kita tidak terpengaruh oleh pengaruh negatif yang ada disekitar kita.

Cara yang bisa kita lakukan agar terhindar dari hal-hal negatif tersebut adalah berpegang teguh pada nilai hidup sesuai dengan norma agama. Sesuai fitrah manusia. Dan yang lebih penting lagi, tidak mudah terpengaruh oleh kuatnya gengsi, memenuhi gaya hidup. Gengsi itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kehormatan, pengaruh, harga diri, dan juga martabat. Gengsi adalah salah satu sifat buruk manusia. Adanya rasa gengsi dapat menyebabkan seseorang untuk bertindak ataupun bersikap mudah mengikuti apa yang biasa terjadi. Bahkan jika itu hal yang negatif menurut nilai dan prinsip hidup. Takut ketinggalan zaman.

Parahnya, saat ini beberapa kejadian negatif di kalangan anak muda, banyak dipengaruhi oleh gengsi ini. Contoh kecil, meski ini sebenarnya bukan hal sepele, kebiasaan merokok. Banyak anak muda karena gengsinya yang tinggi, rekan sepergaulannya merokok, akhirnya ia ikut merokok. Ia takut disingkirkan. Harga dirinya bisa terganggu. Sehingga merokok menjadi suatu hal yang lumrah di kalangan anak muda di zaman sekarang. Bahkan kaum hawa pun ada yang melakukannya. Mereka tidak lagi memperhatikan pengaruhnya pada kesehatan dan lingkungan sekitar.

Uniknya, sebagian besar anak muda itu membeli rokok dari uang jajannya. Uang kiriman atau pemberian orang tua. Uang yang mereka miliki itu sebenarnya adalah hasil dari jerih payah orang tuanya. Banting tulang siang malam demi keluarga. Demi sekolah anakanya. Uang yang sengaja diberikan dengan harapan dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk menunjang pendidikan yang sedang dijalani. Bekal masa depan. Tapi nyatanya dipakai untuk beli rokok dan merokok. Padahal sudah banyak yang akhirnya kesehatannya terganggu. Uang yang dikeluarkan lebih banyak. Kesehatan yang terganggu bisa menghambat waktu studi. Apalagi jika sampai masuk rumah sakit.

Bagaimana mengatasinya?

Bergaul boleh dan harus. Karena itu salah satu fitrah manusia. Tidak bisa hidup sendiri. Hidup berkelompok dan bersosialisasi. Tapi, tetap harus dipilah. Jika punya value dan prinsip hidup sehat, maka kita bisa tetap bergabung tapi konsisten. Tidak ikut merokok. Kita bisa mengajak mereka hidup sehat, misalnya olah raga bareng. Bisa dimulai yang paling murah. Jalan bareng. Lari atau jogging. Buat alat sederhana untuk nge-gym. Buat barbell dari coran semen. Pull up di dahan pohon. Masih banyak lagi.  Kita yang punya prinsip tak jemu mengajak dan memberi contoh hidup sehat, bukan malah larut mengikuti gaya hidup merokok.

Kalau kita dicibir bahkan dijauhi karena dianggap tidak sejalan karena tidak mau merokok, maka sudah saatnya kita mencari kelompok yang lain. Tak perlu gengsi untuk keluar dari circle tersebut. Kita bisa membuat kumpulan sendiri atau bergabung dengan kelompok yang bisa menerima kehadiran kita.

Karena jika kita semua larut pada hal-hal yang tren tapi negatif, apa jadinya negeri yang kita cintai ini. Kita tentu ingin Indonesia menjadi negeri yang tambah baik dan disegani di dunia.

Izinkan saya memberi pesan kepada diri sendiri dan juga untuk rekan-rekan sesama generasi muda penerus bangsa:

“Warnailah dunia ini tapi jangan sampai kalian terwarnai. Dunia hanya sesaat. Sedikit warna tapi memberi makna”

 

*) Hibatullah Ramadhana atau lebih dikenal dengan Ibat. Ia adalah mahasiswa Semester I, Prodi Manajemen Bisnis, FEM Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo.

Silahkan share jika bermanfaat!

Menjadikan Ekonomi Islam Lebih Dikenal

Menjadikan Ekonomi Islam Lebih Dikenal

Oleh : Hibatullah Ramadhana *)

 

Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) dan Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) merupakan organisasi yang memfasilitasi sekelompok orang yang cinta terhadap Ekonomi Islam. FoSSEI bertanggung jawab untuk mengawasi berjalannya segala kegiatan yang ada pada KSEI di setiap kampus yang ada di Indonesia.

FoSSEI mempunyai beberapa program untuk mencetak kader-kader pemimpin di masa yang akan datang. FoSSEI juga merupakan upaya agar Ekonomi Islam lebih dikenal. Kegiatan tersebut antara lain, Diklat Ekonomi Islam (DEI), FoSSEI Development Training (FDT), FoSSEI Leadership Camp (FLC). Pelatihan ini dilakukan secara berurutan, mulai dari Diklat Ekonomi Islam (DEI) hingga FoSSEI Leadership Camp (FLC).

Pada tahun ini, FoSSEI Development Training daerah komisariat Jawa Timur diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Ikhlas, Pasuruan, Jawa Timur. Diselenggarakan selama 3 hari mulai dari tanggal 5-7 Juli 2024. Diikuti oleh beragam kampus yang ada di Jawa Timur.

Alhamdulillah pada tahun ini saya bisa mengikuti pelatihan tersebut bersama dengan 14 teman se-kampus. Kami berangkat dari Ponorogo menggunakan mobil mini bus. Mobil ini kami pinjam selama 4 hari. Perjalanan 250 Km itu, kami tempuh selama hampir 4 jam. Melelahkan memang, tapi seakan terhapus dengan semangat untuk menimba ilmu.

Selama 3 hari pelatihan, kami di tempa untuk menjadi pemimpin yang jujur, bertanggung jawab, dan adil. Pemateri-pematerinya juga berpengalaman. Materi pelatihan dikemas dengan menarik sehingga mudah untuk dipahami. Materi-materi yang disuguhkan sesuai dengan apa yang sedang kita hadapi pada zaman yang serba modern ini. Pelatihan itu dikemas dengan tema “Pengembangan Ekosistem Startup FinTech Syariah dalam Mendukung Inovasi Keuangan Inklusif.”

Sesuai dengan trilogi dari FoSSEI yaitu ukhuwah, dakwah, dan ilmiah, kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Hal ini punya tujuan agar kami bisa menjalin ukhuwah antar sesama peserta dari berbagai kampus. Sehingga tidak ada perbedaan antar peserta walaupun datang dari daerah yang berbeda-beda. Berbagi ilmu bersama, saling tukar menukar pikiran, berbagi pengalaman, dan membangun kekompakan itulah tujuan dari pengelompokan ini.

Satu hal yang menancap di benak saya adalah kalimat bermakna dari salah satu pemateri.

“Orang yang berpendidikan tidak akan pernah menilai baik atau buruknya seseorang, tapi orang yang berpendidikan akan mengajak orang kepada kebaikan.”

Kutipan ini sesuai pada apa yang diajarkan Islam kepada umatnya yaitu al-amru bil ma`ruf wa nahyu `anil munkar. Sebuah kesyukuran, saya bisa menjadi bagian dari pelatihan ini. Semoga dapat dicatat sebagai salah satu upaya agar Ekonomi Islam lebih dikenal dan memasyarakat.

 

*) Hibatullah Ramadhana atau lebih dikenal dengan Ibat. Ia adalah mahasiswa Semester I, Prodi Manajemen, FEM Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo.

 

 

Silahkan share jika bermanfaat!

Dalam Jaringan

Sudah jamak sejak 3-4 tahun lalu istilah daring atau dalam jaringan. Ya, ketika pertemuan, pelatihan, rapat, reuni, konser musik dilakukan tidak lagi dengan kehadiran di suatu tempat bersama. Peserta bisa mengikuti dari tempat masing-masing, dari dalam kamar, ruang tamu, bahkan saat dalam perjalanan.

Dunia pelatihan pun berkembang dan berubah metodanya. Mengikuti zaman dan generasi utama penghuni dunia. Sebuah langkah adaptif. Itulah yang dilakukan oleh Jamil Azzaini bersama garwanya, belahan jiwanya, Sofie Beatrix. Mereka menginsiasi dan mengembangkan platform pelatihan secara daring, diberi nama:  skillup.id. Uniknya, beliau menghimpun para trainer lebih tepatnya murid-muridnya untuk bergabung dan berkontribusi. Saya termasuk di dalamnya. Saya sebut murid karena beliau pencetus sekaligus guru, master trainer di Akademi Trainer, Sekolah para pembicara, trainer yang masuk jajaran top of mind di Indonesia.

Ajakan beliau ini disambut hangat dan antusias. Bagaimana tidak, ini seperti memberi peluang membuka pintu rezeki baru bagi para trainer. Kesempatan mengibarkan solusi untuk negeri. Energi untuk membuat platform mandiri diambil alih oleh beliau. Kami pun digembleng, beliau tidak mau kualitas trainer dan materinya juga asal jadi. Ada tugas-tugas yang harus ditunttaskan. Bahkan, yang bisa jadi urusan basic alias mendasar, bagaimana mengolah batin kami semua sebelum memberi materi yang berdampak pun dimantapkan. Secara simultan beliau mendedikasikan waktu untuk memberi pelatihan, pendampingan, pembuatan konten, bahkan hingga melakukan shooting video materi. Diberi fasilitas provider video creator yang jempolan. Sampai baju, make up pun kami dipoles.

Saya pun takjub. Bersyukur kehadirat Illahi Rabbi atas kesempatan ini. Bukan hanya kontennya, tapi bagaimana beliau dengan skillup.id dapat menghimpun potensi, mengolaborasikan energi dan kompetensi.

Semoga ikhtiar ini menjadi solusi sebagian permasalahan anda dan juga negeri yang kita cintai ini.

Penasaran ? Silakan kunjungi:

Skill Up – Learn, Grow, Contribute

Temukan ragam pelatihan sesuai kebutuhan.

Terima kasih. Sampai jumpa.

Silahkan share jika bermanfaat!