Kemesaraan Itu, Jangan Cepat Berlalu

Sahabat yang berkecimpung di dunia usaha, atau yang menggeluti fungsi pengadaan, pernahkah ditinggal pemasoknya ? Vendor tidak berkenan bekerja sama lagi ?
Terlebih ketika kita sedang mengalami kesulitan. Saat upaya mempertahankan eksistensi bisnis terkena persaingan sengit. Banting tulang membuat cost saving, agar harga jual sedikit menarik. E..e..e.. kita malah kehilangan partner. Tambah kelimpungan. Posisi kita makin goyah. Tak sedikit, karena kejadian itu, perusahaan bangkrut. Tutup. Beralih ke usaha lain. Atau justru berhenti sama sekali. Menyakitkan.
Jika jawabannya, pernah ! Bahkan sering !
Dari pada uring-uringan, sewot, maka introspeksi adalah hal yang bijak. Melakukan review seperti apa kita memperlakukan vendor. Tentu saja aksi fire fighting, harus dilakukan segera. Cari pengganti supplier, agar dampak yang lebih parah dapat dihindari. Namun, secara jangka panjang mengelola hubungan dengan pemasok sangat penting.
Tapi sebaliknya, tidak jarang, ketika kita mengalami kepanikan karena serangan kompetitor. Saat produk atau jasa kita digempur habis-habisan. Supplier kita datang dan memberi beberapa solusi. Ia membantu tak kenal lelah. Kalau sudah begitu, energi kita untuk bersaing jadi berlipat, bukan ?
Bagaimana mendapatkan kemesraan seperti itu ?
Saya mengemukakan 3 hal dalam menjalin hubungan yang bisa dibilang istimewa itu. Komunikasi yang jujur penuh keterbukaan. Mendengarkan kepentingan (termasuk masukan) pemasok. Melibatkan mereka pada proses bisnis kita.
Pada kesempatan ini, saya akan membahas poin yang ketiga. Melibatkan pemasok dalam proses bisnis kita. Upaya ini menciptakan peluang. Peluang penghematan bagi perusahaan. Peluang pengembangan keahlian bahkan bisnis baru bagi supplier. Create new opportunities for both parties.
Sebagai contoh pada saat akan meluncurkan produk baru, perusahaan fokus pada kemasan. Termasuk di dalamnya, packaging materialnya. Kemasan yang unik dan sesuai dengan kebutuhan sasaran pelanggan, anak-anak.
Salah satu vendor utama diundang berdiskusi oleh research & development team. Tim internal bercerita banyak. Dicurahkan latar belakang, ide awal, desain reng-rengan (baca : belum final), termasuk di dalamnya material yang akan digunakan. Tim pemasok yang memang sudah malang melintang di dunia kemasan, menjadi pendengar. Setelah mendapatkan seluruh gambaran yang kami inginkan, mereka mengajukan material yang berbeda, desain masih tidak berubah jauh. Belum detail memang. Tapi feedback mereka sangat membantu. Mereka meminta waktu melakukan uji coba lebih rinci.
Dalam satu bulan, setelah melakukan uji coba beberapa kali, ditemukan formula lapisan yang pas bagi packaging produk yang dimaksud. Kemasan pun dilanjutkan kepada tahap uji selanjutnya, tes isi dengan produk yang akan dipasarkan.
Hasilnya, kemasan itu pas dan sesuai, bahkan harganya justru lebih murah dari desain dan bahan yang kami rencanakan sebelumnya.
Kenapa hal itu bisa terjadi ?
Perusahaan packaging memang kompetensi intinya di situ. Hampir tiap hari mereka berkecimpung dalam dunia kemasan. Riset, inovasi dan pengembangan juga di seputar itu. Sudah sego jangan (baca : makanan sehari-hari) kata orang Jawa. Sedangkan kita, sebagai penghasil produk, tentunya lebih fokus pada core competency melakukan manufaktur isinya. Inilah yang dapat menjadi salah satu penghematan bagi perusahaan. Pemasok memberikan solusi terbaik untuk kita. Di samping itu, vendor juga mendapatkan peluang baru. Bisa jadi dengan new design request tadi, bagi pemasok ada investasi mesin baru, ia punya knowledge baru, bahkan teknologi yang baru. Ia pun berkembang. Saling menguntungkan, bukan ?
Jika situasi telah terwujud seperti itu, coba dibayangkan sejenak. Ketika suatu saat ditemukan komplain dari pelanggan bahwa kemasan ada yang bocor, bukan tidak mungkin mereka yang maju pada garis terdepan. Mereka akan all out untuk mengatasinya. Betul yang terkenan dampak adalah penghasil produk jadinya. Namun, itu bisa berimbas pada perusaahan kemasan. Karena cepat atau lambat, pelanggan akan tahu kemasan diproduksi siapa. Gagal di pasar, bisa jadi kehilangan kepercayaan. Ia bisa kehilangan pelanggan lain. Teknologinya tidak laku. Kehilangan pelanggan lain, bisa menghambat perkembangan bisnisnya. Pemasok dengan tangan terbuka dan kerja keras membantu kita menyelesaikan keluhan itu.
Hubungan seperti itu, adalah kemesraan yang patut dijaga. Jangan biarkan ia cepat berlalu.  Karena justru relationship yang semacam itu yang bisa berkontribusi menyelamatkan kita di saat krisis. Menentramkan hati kita.
Jadi teringat lagu dan liriknya Iwan Fals, yang hits akhir 1980-an. Lagu yang legendaris dan banyak dibawakan oleh penyanyi top negeri ini.
Kemesraan
by : Iwan Fals
Suatu hari
Dikala kita duduk ditepi pantai
Dan memandang ombak dilautan yang kian menepi
Burung camar terbang
Bermain diderunya air
Suara alam ini
Hangatkan jiwa kita
Sementara
Sinar surya perlahan mulai tenggelam
Suara gitarmu
Mengalunkan melodi tentang cinta
Ada hati
Membara erat bersatu
Getar seluruh jiwa
Tercurah saat itu
Kemesraan ini
Janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini
Inginku kenang selalu
Hatiku damai
Jiwaku tentram di samping mu
Hatiku damai
Jiwa ku tentram
Bersamamu  
Jika tertarik lebih dalam untuk membahasnya, silakan diberikan masukan dan komentar.
Salam hangat.
This is AriWay
www.ariwijaya.com
Jika sahabat memperoleh manfaat dari buah pena ini, silakan dibagikan kepada relasi, kolega lain.
Silakan juga bergabung pada Facebook Group “Forum Terobosan dalam Proses Bisnis” dengan klik link ini : 
https://www.facebook.com/groups/1142862102437435/?fref=ts
Bisa juga menikmati pada Facebook Fanpage “Cost Killer Trainer” dengan klik link ini :
https://www.facebook.com/AriWijayaDj/?fref=ts
Follow twitter @AriWijayaDj

The Real Partner

Di industri apa pun, hubungan antara penjual dan pembeli tidak dapat dipisahkan. Ia membentuk satu mata rantai. Pun setelahnya, bergandengan dengan rantai yang lain membentuk chain yang panjang. Kokoh atau tidaknya ikatan itu sangat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. Bahkan kinerja biayanya.

Salah satu yang menjadi pokok bahasan dalam dunia pengadaan adalah keberadaan dan kehandalan supplier. Perorangan atau lebih sering perusahaan, sebagai pemasok barang dan jasa. Banyak juga disebut vendor.

Pemilihan pemasok dapat diibaratkan memilih baju yang pas dan sesuai untuk menjalankan aktivitas. Coba dibayangkan. Pakai jaket kulit plus setelan celana yang mahal dan keren untuk olah raga. Justru buang uang, bukan ? Bisa kok hanya pakai kaos dan celana olah raga. Bahkan bisa dinilai orang norak. Parahnya, jika anda ikut kompetisi, malah dilarang masuk arena. Pakaian tidak sesuai dengan aturan pertandingan.

Tentunya perusahaan juga patut menelisik lebih rinci terhadap supplier yang bekerja sama dengan kita. Baik yang sedang berlangsung atu yang masih akan diajak kerjasama.

Pasangan yang pas dan serasi sangat mempengaruhi kinerja biaya selanjutnya. Maukah ia turut prihatin ketika kita sedang terpuruk. Atau sebaliknya, ia juga berkembang melaju membesar ketika kita juga semaki berkibar. Tapi tetap tidak jumawa, saling berkomunikasi, memberi solusi, bahkan mempermudah dan menyelesaikan urusan kita, tanpa diminta. Kita owah (baca : bergerak) sedikit saja, vendor pun mahfum keinginan kita. Seperti jargon iklan itu :

“Kutau yang kau mau !”

Bagaimana menangani dan mewujudkannya ?

Tentunya harus dilakukan due dilligence . Uji tuntas terhadap pemasok. Ada 3 kriteria yang patut dicermati. Hal ini agar kita dapat the real partner. Apa saja itu ?

Berdasarkan pengalaman saya fokus pada : Legalitas, kapabilitas dan integritas.

Legalitas.

Perusahaan harus memiliki badan hukum. Hal ini bisa dilihat dari akte notaris saat mendirikan perusahaan. Nama, alamat, kontak person, PKP (Pengusaha Kena Pajak), dll. juga dicermati. Selama ini, saya menitikberatkan bahwa vendor harus memiliki rekening giro atas nama perusahaan. Bukan atas nama salah satu pengurus perusahaan.

Kenapa rekening giro ? Langkah ini setidaknya memperingan dan mempersingkat proses uji tuntas. Karena, ketika mengajukan pembuatan rekening giro, pihak bank penerbit rekening akan meminta persyaratan dokumen/legalitas yang lengkap. Tanpa itu biasanya permohonan tidak dikabulkan.

Di samping itu, dapat dihindari adanya tuntutan di kemudian hari jika terjadi suatu hal yang di luar kendali.

Perkenankan saya berbagi pengalaman peristiwa sepuluh tahun lalu. Perusahaan, sebutlah PT. Express Gembol (EG), didirikan oleh 3 orang, Badu, Badi, dan Bada. Namun, rekening perusahaan dibuat melalui rekening si Badu. Pemegang saham terbesar. Purchase order atau PO dialamatkan kepada PT. EG. Invoice juga diterbitkan PT. EG. Ada catatan, pembayaran ditujukan kepada rekening tertentu. Rekening itu ternyata milik si Badu. Ketika proses pekerjaan usai, maka seluruh pembayaran dikirimkan ke rekening si Badu. Di luar dugaan, da peristiwa yang tidak kami deteksi sejak dini. Perusahaan tersebut pecah kongsi. Si Badu memisahkan diri. Ia membuat perusahaan baru.

Perusahaan tempat saya bekerja, suatu ketika mendapat surat dari PT. EG yang menyatakan bahwa pekerjaan jasa X belum dibayarkan oleh kami. Kami pun merespon bahwa pembayaran telah dilakukan via rekening si Badu. Tapi tetap tidak dapat diterima. Singkat cerita, ketika diangkat ke ranah hukum, kami kalah dan harus membayar kembali. Karena bagaimana pun PO dan tagihan atas nama PT EG. Tapi pembayaran tidak ke PT EG. Meski si Badu adalah bagian dari PT EG sebelumnya.

Kenapa harus punya nomor PKP ? Jelas, kita adalah bagian dari negeri ini. Pajak adalah satu satu sumber dana pembangunan. Dengan persyaratan itu, setidaknya kita juga turut berkontribusi. Kita ingin pemasok yang bekerja sama adalah perusahaan yang taat pajak.

Kapabilitas.

Kemampuan vendor dapat dilihat dari pengalamannya, company profile. Atau atas referensi dari perusahaan lain. Bisa juga dilihat dari kinerja keuangannya lewat laporan keuangan yang telah diaudit. Bagaimana jika perusahaan baru ? Kasus seperti ini, dapat digali lebih dalam pengurus di balik usaha tersebut. Track record dan pengalamannya seperti apa. Termasuk juga kebijakan kita seperti apa.

Yang lebih utama adalah melihat supplier sebagai partner. Kita berkembang, vendor pun turut maju. Maka, kesetaraan juga perlu. Sebagai contoh sederhana, sebagai perusahaan pembuat roti, dibutuhkan telur segar rerata masih di kisaran 100 kg per hari. Maka sebaiknya, kita mencari supplier yang diajak bekerja sama yang kemampuan setara. Bisa dikontak agen telur yang punya perputaran telurnya sekira 1-2 ton per hari. Bukan, penjual telur di warung sebelah. Karena ia pun bisa keteteran memenuhi kebutuhan kita, baik dari kontinuitas supply maupun dari waktu pengiriman. Ia butuh rantai yang lebih panjang.

Bagaimana jika langsung berhubungan dengan peternak ayam petelur ? Produsen langsung yang menghasilkan 50 ton per hari misalnya. Tentunya bisa juga, namun ada risiko yang kita terima. Bisa jadi kita ditolak, karena bagi mereka tidak efisien melayani jumlah pesanan kita. Mereka mengarahkan ke agen atau distributor.

Jika diterima, maka bisa jadi perhatian kepada kita juga tidak optimal. Wajar saja, jika perhatian produsen lebih tercurah kepada pembeli yang lebih besar ordernya, tidak pada pemesan yang 100 kg tadi. Sekali pesan 1 truk, setara 5 ton. Ini sebagai contoh. Bahkan, jika kita masuk sebagai anchor customer sang produsen. Kita pembeli kelas kakap. Acapkali ada account manager khusus untuk kita. Pelayanan jauh lebih banyak dan prima.

Pernahkah menemukan kejadian, ada vendor jagoan semuanya, ia bisa mengerjakan banyak hal. Apakah bisa diterima ?

Dalam hal ini, saya menganjurkan tetap harus dipilih bidang usaha yang jadi kompetensi inti pemasok. Bidang usaha apa yang akan diajukan dan bekerja sama dengan kita. Saya sebutnya, klasifikasi bidang usaha. Penggolongan ini bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan nature perusahaan pembeli. Jika usaha itu masih serumpun, bisa diterima.

Apa contohnya ? Perusahaan jasa perawatan mesin mobil, ia juga menyediakan layanan penjualan spare parts. Plus jasa perbaikan body mobil. Masih sejalan.

Kalau palugada (baca : apa lu mau, gua ada) seperti bisa menyediakan alat tulis kantor, suku cadang mobil, bisa mengerjakan pekerjaan fabrikasi kecil-kecilan, bisa juga pekerjaan sipil untuk perbaikan minor. Vendor seperti ini, harus ditawari, bidang mana yang akan dikerjasamakan dengan kita. Ia harus memilih.

Integritas.

Susunan komisaris, direksi dan key person vendor juga perlu dicermati. Utamanya, ada tidaknya keterkaitan hubungan darah alias persaudaraan dengan karyawan atau pengurus di perusahaan pembeli. Lho ? Lha kalau yang punya saudaranya owner, bagaimana ? He..he… Itu juga tergantung kebijakan owner, jika diperbolehkan bisa kita teruskan proses uji tuntasnya. Tapi yang model begini seharusnya sudah tidak banyak lagi.

Perlu ada corporate policy, hubungan kekeluargaan sampai tingkat apa yang tidak boleh berinteraksi. Ada yang memberikan batasan pada keluarga dekat : orang tua, anak, saudara sekandung, suami/istri.

Saya pernah bergabung di suatu perusahaan consumer goods yang membuat aturan, bahwa hubungan antar karyawan dan juga perusahaan pemasok tidak diperbolehkan hingga level ‘saudara sepupu’. Artinya, misalkan ada karyawan si Fulan masih aktif dan hasil rekrutmen ada nama si Folan yang masih saudara sepupu si Fulan, maka pilihannya di Folan dibatalkan. Wow, itu nampak pertalian masih jauh ya. Apalagi, jika  ada karyawan A yang menikah dengan si B dalam satu perusahaan, maka salah satu harus mengundurkan diri.

Ini salah satu mitigasi awal. Ketika suatu saat ada perubahan organisasi dan perkembangan karir seseorang atau sekelompok orang, ada anak menjadi atasan bapaknya. Jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, maka keputusan benar-benar dilandaskan pada profesionalisme bukan ewuh pakewuh (baca : tidak enak) karena pertalian hubungan keluarga.

Lha kalau vendor ? Serupa dengan kasus tadi. Pada proses pengadaan tertentu, tidak jarang pembahasan dilakukan pada orang-orang terbatas. Baik karena sifat kerahasiaan, operasi senyap agar tidak diketahui pesaing. Atau pembelian dalam jumlah yang besar, secara nilai maupun kuantitas.

Bisa dibayangkan, jika sekelompok orang tadi memiliki usaha yang dimiliki oleh orang terdekatnya, maka dikhawatirkan akan ada persaingan tidak sehat. Angka pagu (baca : batas tertinggi/plafon biaya) yang bisa ‘bocor’, dan kemungkinan buruk lainnya.

“Kalau mendapatkan harga yang lebih kompetitif sebagai effect pemberian informasi itu, kan tidak apa-apa ?”

“Perusahaan tidak merugi, bukan ?” statement tersebut sering terdengar.

Bisa jadi betul, tapi prosesnya tidak ada yang bisa menjamin bersih. Dampak lainnya belum nampak.  Image perusahaan kita juga bisa tidak baik. Tidak transparan, tidak memperlakukan dengan setara atas kesempatan berusaha. Terlebih, misalnya jika ada ketidaksesuaian spesifikasi, layanan yang berujung penalti, atau lainnya. Hampir dipastikan, ada keterlibatan perasaan ketika memutuskan.

Di samping itu, track record mereka dalam memahami arti ‘hadiah’ atau gratitikasi dalam hubungan penjual dengan pembeli, perlu digali lebih dalam. Bagaimana pun, ‘hadiah’ salah satu andil perusak biaya. Teringat sebuah frase yang muncul pada awal 1930-an di New York City :

There ain’t no such thing as a free lunch

alias : “TANSTAAFL “

Banyak perdebatan mengenai hal ini. Katanya, melawan mainstream. Khusus hal yang ini saya tetap mengacu pada kisah Ibnu Lutbiyah pada artikel sebelumnya.

Masih adakah pada jaman seperti ini, perusahaan yang tidak mau ‘main’?

Insya Allah, masih ada. Dan masih banyak ! Mereka pada dasarnya, justru sangat ingin proses pengadaan yang tanpa embel-embel ‘hadiah’, ‘kick-back’, ‘setoran’ dan sejenisnya.

Inisiasi due dilligence ini akan memberikan daftar vendor atau biasa disebut approved vendor list. List yang berisi nama perusahaan, alamat lengkap, core competencies (klasifikasi bidang usaha), skala usaha, kinerja mereka, dll.

Itulah the real partner yang akan bekerja sama dengan kita. Pun secara berkala dilakukan evaluasi untuk dilakukan pengembangan. Bahkan promosi degradasi alias penggantian bagi yang tidak berkontribusi. Pemberian reward bagi yang berkinerja baik.

Partner yang pas dan sesuai dengan usaha kita. Kita berkembang, mereka juga turut merasakannya. Hubungan simbiosis mutualisme.

Salam hangat,

This is AriWay

www.ariwijaya.com

Jika sahabat memperoleh manfaat dari buah pena ini, silakan dibagikan kepada relasi, kolega lain.
Silakan juga bergabung pada Facebook Group “Forum Terobosan dalam Proses Bisnis” dengan klik link ini : 
https://www.facebook.com/groups/1142862102437435/?fref=ts
Bisa juga menikmati pada Facebook Fanpage “Cost Killer Trainer” dengan klik link ini :
https://www.facebook.com/AriWijayaDj/?fref=ts
Follow twitter @AriWijayaDj

Dua Kunci Pokok

Proses pengadaan adalah salah satu proses bisnis yang ada dalam perusahaan. Proses bisnis nya juga dikenal ‘kaku’. Namun, dalam proses bisnis ini dapat dilakukan perubahan yang menjadikannya tempat melakukan penghematan biaya.

Bagaimana pun, ketika procurement gagal memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang tepat, waktu yang sesuai, mutu yang pas, maka dapat dipastikan perusahaan gagal bertahan. Sangat krusial fungsi ini.

Pada business dictionary, procurement didefinisikan :

The act of obtaining or buying goods and services. The process includes preparation and processing of a demand as well as the end receipt and approval of payment. It often involves :
(1) purchase planning,
(2) standards determination,
(3) specifications development,
(4) supplier research and selection,
(5) value analysis,
(6) financing,
(7) price negotiation,
(8) making the purchase,
(9) supply contract administration,
(10) inventory control and stores, and
(11) disposals and other related functions.
The process of procurement is often part of a company’s strategy because the ability to purchase certain materials will determine if operations will continue.

Saat merencanakan pengadaan, puchase planning, sebenarnya perhatian pada biaya juga sudah dapat dimulai dari sini.

Salah satunya adalah memilih orang yang tepat. Ini memang tidak gampang. Fungsi ini melayani beberapa fungsi dan disiplin ilmu, dari a hingga z, padahal bekal dari pengalaman dan bangku sekolah juga tidak selengkap dan seluas itu, bukan ? Tapi jangan khawatir, itu bukan kendala. Saya kemukakan  2 kualifikasi pokok dan utama : integritas dan resourceful.

Integritas.

Pakta integritas sudah memulai membudaya untuk disodorkan kepada karyawan saat bergabung dengan perusahaan. Bahkan organisasi nirlaba pun saat ini melakukannnya. Namun, yang lebih penting adalah niat pada hati masing-masing. Tiada kepentingan pribadi di sana. Karena yang satu ini menjadi masalah klasik adalah. Personal interest yang dominan.  Sehingga ‘mengatur’ pengadaan menjadi hal yang lumrah. Hadiah bagi ahli pengadaan juga dipersepsikan boleh. Toh, hadiah tanda kasih sayang. Itu alasan yang sering didengar.

“Bagaimana menyikapi hadiah dalam rantai proses pengadaan ?”, pertanyaan itu acapkali muncul bagi calon karyawan maupun buyer yang sudah berpengalaman sekalipun.

Contoh yang patut diketengahkan adalah pengalaman Ibnu Lutbiyah sebagai amil zakat. Suatu ketika, muzakki atau pembayar zakat memberikan zakatnya dan juga sebagian untuk diberikan kepada Ibnu Lutbiyah sebagai hadiah. Lutbiyah ragu dan berkonsultasi kepada Rasulullaah SAW. Nabi menjawab sederhana. Jika Ibnu Lutbiyah hanya duduk-duduk saja di rumah, apakah hadiah itu datang kepadamu ? Tentu tidak, jawab Lutbiyah. Karena hadiah itu dikaitkan dengan tugasnya sebagai amil zakat.

Diriwayatkan dari Abu Hamid As-Sa’idi RA bahwa Nabi SAW pernah mengutuskan Ibnu Lutbiyah untuk mengumpulkan zakat dari Bani Sulaim. Setelah menyelesaikan tugasnya, Ibnu Lutbiyah berkata kepada Nabi SAW, ”Ini zakat yang saya kumpulkan, saya serahkan kepada Anda. Sedangkan ini adalah hadiah yang diberikan orang kepada saya.” Maka Nabi SAW bersabda,“Mengapa kamu tidak duduk-duduk saja di rumah ayahmu atau ibumu hingga hadiah itu datang kepadamu jika kamu memang benar?”

(HR Bukhari no 6464).

Pesannya, jelas bukan ? Intinya, hadiah yang berhubungan dengan peran yang kita emban akan dapat mempengaruhi keputusan kita, maka harus ditolak. Hal kecil ini, bisa dimulai untuk menekan ego. Menekan kepentingan pribadi yang terus mengedepan.

Resourceful alias ‘kagak ade metinye

Saya unggah salah satu dialog saya ketika usai memberikan kuliah tamu di salah satu PTS di Jakarta.

“Mas, syarat apa yang paling mudah, biar Saya bisa bekerja di bidang procurement ?” sergah seorang anak muda senior usai Saya memberikan sharing session.

Anak muda senior ? Opo maneh itu ? Oh ya, sebelum berlanjut panjang, anak muda senior ini adalah golongan masyarakat baru. Mereka adalah anak muda bertalenta, sudah lulus kuliah, namun sedang getol mencari kerja. Istilah ini dicetuskan oleh Aster Sisi salah satu motivator top di kalangan generasi muda di Semarang.

Kembali ke pertanyaan anak muda senior tadi, Saya pun berusaha mencari jawaban yang pas bagi frekeunsinya. Saya mencoba menyamakan frekuensi lagi. Biar klop.

“Resourceful” tukas Saya dengan tenang.

Sebenarnya beberapa skill set yang harus dimiliki sesorang yang berkomitmen menjadi professional di bidang pengadaan. Ketrampilan yang dimaksud seperti, banyak akal, ulet, berani ambil inisiatif, dapat mempenaruhi orang lain, berkomunikasi yang efektif, dll.

Kali ini Saya fokus sama pertanyaan pemuda tadi. Apa itu resourceful ? Kata tetangga, itu sama artinya dengan ‘kagak ada matinye’ alias serba bisa dan serba tahu. Secara terjemahan umum resourceful dapat diartikan banyak akal. Ahli alih bahasa lain ada yang menyebutkan pandai mencari jalan keluar. Wuih, kan berat bagi yang belum punya jam terbang ? Siapa bilang berat ? Saya sudah malang melintang di dunia purchasing dan sejenisnya selama 15 tahun. Ditambah 5 tahun sebelumnya di bidang produksi dan quality. Total 20 tahun. Tentu masa kerja tidak dapat disalip. Tapi pengetahuan kan bisa. Cari akal bukan fungsi pengalaman.

Tip yang mudah adalah tidak pernah menganggap remeh setiap informasi atau tugas yang ada. So simple. Just sharing saja, Saya termasuk senang gaul. Saya suka ikut ikatan alumni, grup komunitas, kelompok profesi, dll. Biasanya mereka punya cara berkomunikasi yang aneka ragam. FB, WA,  telegram, mailing list, dll.

Suatu ketika dalam mailing list ada yang tanya tentang sewa bus wisata. Saya mencoba mencari dengan pertolongan mbah google. Eh, nggak lama berselang, ada teman lain yang menjawab dengan komplit : nama perusahaan bahkan perorangan, kontak person plus ongkos sewanya. Si penanya pun berterima kasih. Kebutuhannya, apalagi pas urgent, terpenuhi. Biasanya, topik langsung tutup dengan sendirinya. Berpindah topik. Momen itu, saya gunakan untuk menyalin. Informasi itu saya salin ke handphone atau catatan di buku kecil. Kadang saya tambahkan beberapa info serupa yang Saya punya. Hasil pencarian sebelumnya. Lho ngapain ? Memang saat itu Saya tidak membutuhkannya, namun Saya yakin suatu saat dibutuhkan.

Sekira bulan Juni, itu 4-5 bulan setelah surel tadi, ada kejadian menarik. Pada komunitas yang lain, seorang guru yang ditugasi sebagai panitia seksi transportasi melakukan posting sedang mencari provider angkutan untuk perpisahan anak didiknya. Tidak butuh waktu lama, info tadi saya tulis dalam group WA. Teman tadi pun memberi jempol 3 atas postingan Saya.

Ingatkan? Informasi dulunya bukan dari Saya, didapatkan dari orang lain, dan Saya tambal sulam. Tapi tanpa disadari, informasi dapat diperoleh dengan sangat cepat. Insya Allah, orang pertama tadi mendapatkan pahala juga.

Nah, coba dipraktekkan, ketika misalnya pemuda tadi disuruh mencari bunga mawar sebagai hadiah bagi tamu kantor. Sejumlah 500 kuntum misalnya. Coba dipraktekkan pakai mbah google. Dalam 0,29 detik, anda akan mendapatkan 530 ribu lebih hasil pencarian.

“Saya sedang tidak on-line, nih !” tukasnya beralasan.

Then, call your friends. Seperti di kuis tivi itu. Nah, kalau bertanya bunga mawar, ya diprioritaskan bertanya pada kaum hawa. Atau bertanya pada tukang buat bunga cita (baik duka maupun suka).

Terus berupaya, tidak berhenti. Yang terpenting, jangan bengong. Diam seribu bahasa. Atau menjawab, waduh Saya kan cowok, masak diminta cari bunga mawar. Pantang menjawab seperti itu, Mas Bro. Anggap saja, anda diminta belajar lebih romantis. tiu yang disebut resourceful, mudah, bukan ?

Saya yakin dengan 2 syarat mencari orang yang pas dalam proses pengadaan, pengadaan akan berkontribusi positif. Perusahaan akan survive, karena barang dan/atau jasa yang kita peroleh jauh lebih rendah dari profit atas barang dan/atau jasa yang akan dijual.

Salam hangat,

This is AriWay

www.ariwijaya.com

Jika sahabat memperoleh manfaat dari buah pena ini, silakan dibagikan kepada relasi, kolega lain.
Silakan juga bergabung pada Facebook Group “Forum Terobosan dalam Proses Bisnis” dengan klik link ini : 
https://www.facebook.com/groups/1142862102437435/?fref=ts
Bisa juga menikmati pada Facebook Fanpage “Cost Killer Trainer” dengan klik link ini :
https://www.facebook.com/AriWijayaDj/?fref=ts
Follow twitter @AriWijayaDj

Pendapatan Turun, Laba Naik

Cita-cita setiap perusahaan didirikan setidaknya untuk dapat bertahan dalam persaingan bisnis. Itu pasti. Saya yakin, foundernya berkeinginan perusahaannya berkesinambungan. Tidak layu sebelum berkembang. Ia mendapatkan untung, bertahan, dan berkembang. Malah diharpkan menjadi satu konglomerasi usaha, suatu saat nanti .

Jika berbicara laju pertumbuhan, ada yang cepat tumbuh, menggurita bisnisnya, atau ada juga yang stagnan, jalan di tempat, bahkan ada yang merugi,  itu cerita yang lain lagi.

Dalam situasi saat ini, kebanyakan bisnis tidak berkembang sesuai prediksi. Upaya bisa bertahan saja sudah patut disyukuri. Salah satu kunci pertahanan adalah mengoptimalkan biaya dan utilisasi asset. Biaya dapat dilakukan dengan melakukan penghematan pada pos biaya pokok produksi atau harga pokok penjualan (atau cost of goods sold) atau HPP.

Penghematan yang dilakukan bisa berdampak mempertahankan bahkan sedikit meningkatkan profit/keuntungan bersih. Bahkan itu terjadi ketika pendapatan secara keseluruhan sedikit menurun. Efek positif lainnya adalah memberikan remunerasi yang lebih baik. Misalkan masih ada pos untuk kenaikan gaji karyawan. Bahkan pemberian bonus. Ehm… sebagai orang yang terlibat di dalamnya, mendengar kata bonus, wajah bisa sumringah (baca; cerah). Tentunya itu berita yang menggembirakan. Bisa menjadi salah satu pemicu motivasi yang berlipat ganda. Produktivitas bias tambah baik.

Gambar pada bahasan kali ini, semoga memudahkan perbandingan dan pemahaman kondisi tersebut.

Benefit secara internal dapat juga membawa aksi positif kepada mitra kerja, pemasok dan pihak luar lainnya. Pada sesi yang singkat ini, saya akan membahas pada akitivitas dan dampak internal. Fokus diskusi juga pada HPP.

Bagaimana caranya ?

Ada 2 industri dengan karakter berbeda. Industri manufaktur dan industri jasa. Pada industri yang berbasis memproduksi barang jadi, salah satu penyumbang HPP terbesar adalah biaya raw materials (RM). Sedangkan pada industri jasa, terlebih yang labor intensive, biaya tenaga kerja punya kontribusi utama.

Banyak jalan untuk melakukan penghematan. Perkenankan saya mengemukakan kepada sabahat, 3 cara yang sering saya lakukan. Lebih khusus lagi dalam pengadaan bahan baku. Saya sebut this is AriWAY.

  1. Komunikasi dengan pemasok.

Ini masih bisa ditekan dengan melakukan komunikasi awal dengan vendor. Peran fungsi pengadaan sangat dominan. Buyer dapat mengutarakan kondisi yang dihadapi. Kondisi penjualan yang menurun. Plus juga memberikan kabar baik, bahwa perusahaan ingin tetap survive. Ini penting. Hal ini agar ketika diskusi ada focus bagaimana cara utuk mewujudkannya. Alternatif-alternatif solusi yang ditawarkan. Bagaimana pun, jika perusahaan bertahan tidak tergerus persaingan, pemasok juga punya probabilitas bertahan.

  1. Review cara pengadaan.

Meninjau ulang cara pengadaan raw material. Jika selama ini dilakukan dengan pembelian on the spot (baca : ketika ada rencana kebutuhan, baru melakukan pembelian). Pengadaan dalam jangka pendek. Direview untuk melakukan purchasing dalam jangka panjang. Buyer membuka seluruh kebutuhan dalam jangka waktu tertentu. Ditetapkan jadwal pengirimannya. Upaya yang tidak kalah pentingnya adalah negosiasi harga. Beda tentunya ketika kita beli sesekali dengan beli sekaligus dalam jumlah besar. Lho ? Kalau beli sekaligus, persediaan kan jadi menumpuk ? Tidak juga. Karena dalam proses tersebut kita juga menyepakati jadwal pengirimannya. Kita memberikan komitmen membeli dalam jumlah tertentu dengan kurun waktu tertentu.

  1. Mencari alternatif bahan (baku maupun setengah jadi).

Alternatif bahan baku bisa dilakukan dengan mencarikan substitusi yang setara. Biasanya pakai merek A, kita coba merek B. Atau biasanya menggunakan bahan C, kita ganti dengan bahan D.

Atau dengan mencari sumber atau source yang lain. Biasanya beli di tempat X, kita coba pindah ke tempat Y.

Langkah ini effort-nya jauh lebih besar. Terlebih pada industri Food & Beverages (makanan dan minuman). Keterlibatan tim R&D (research and development) plus quality control sangat diperlukan. Acapkali, ide alternatf material berasal dari mereka. Hasil uthak-athik (baca : uji coba) di laboratorium disodorkan kepada tim pengadaan untuk mulai membuka radar baru. Membuka komunikasi bahkan dengan vendor baru.

Jika para sahabat telah melakukannya, atau punya cara lainnya, silakan di share pengalamannya di sini. Terima kasih sebelumnya, karena tentunya akan memperkaya wawasan saya dan sahabat lainnya

Bagaimana jika belum ? Tidak ada salahnya, mulai dicoba, bukan ?

Pendapatan turun tapi laba masih bisa naik. Upaya yang dilakukan bisa jadi sederhana, simple. Itu pastinya keren.

Saya jadi teringat juga dengan kata mutiara Benjemin Franklin, mantan presiden negera adi daya dan juga sosok multi talenta.

Beware of little expenses. A small leak will sink a great ship.

(Benjamin Franklin)

Saya yakin, saya juga sahabat baik sebagai pengusaha maupun karyawan tidak ingin itu terjadi.

Salam hangat,

This is AriWay

www.ariwijaya.com

Jika sahabat memperoleh manfaat dari buah pena ini, silakan dibagikan kepada relasi, kolega lain.
Silakan juga bergabung pada Facebook Group “Forum Terobosan dalam Proses Bisnis” dengan klik link ini : 
https://www.facebook.com/groups/1142862102437435/?fref=ts
Bisa juga menikmati pada Facebook Fanpage “Cost Killer Trainer” dengan klik link ini :
https://www.facebook.com/AriWijayaDj/?ref=aymt_homepage_panel
Follow twitter @AriWijayaDj

Biaya Kuncinya !

Pada 4 hingga 6 bulan awal tahun ini, bermunculan laporan keuangan perusahaan. Utamanya perusahaan terbuka. Perseroan yang mencatatkan diri pada lantai bursa. Benar. Mereka wajib memberikan laporan kepada publik, para pemegang saham. Salah satu upaya keterbukaan informasi.

Jika dicermati, ada beberapa kondisi yang terjadi. Acapkali laporan dibandingkan capaian tahun lalu. Terlihat, ada perusahaan mengalami penurunan pendapatan, sehingga laba bersih pun ikut anjlok. Perusahaan mengalami kenaikan pendapatan, profit pun moncer. Itu masih termasuk kondisi wajar. Logis.

Tapi tidak sedikit, perusahaan yang revenue-nya menurun, namun profitnya masih tajir. Ini yang menarik untuk dikaji lebih dalam.

Bagaimana potret seperti itu bisa terjadi ? Salah satu kuncinya adalah manajemen perusahaan tersebut menelisik lagi biaya yang timbul. Mereka melakukan efisiensi biaya.

Sebagai contoh yang dikutip dari www.dunia-energi.com :

Meski pendapatan turun, Elnusa berhasil menekan beban pokok hingga turun 7,8%, sehingga mendorong laba kotor naik 35,9% menjadi Rp214 miliar. Kondisi itu juga memperbaiki rasio persentase beban pokok pendapatan terhadap pendapatan dari 83,0% tahun sebelumnya menjadi 76,7%.

Peningkatan kinerja ini didorong oleh efek dari efisiensi struktur biaya sebagai upaya kami yang cepat merespon situasi industri.

Gonjang-ganjing harga minyak mentah sangat memukul perusahaan minyak, lokal maupun dunia. Imbasnya adalah perusahaan jasa yang mendukung mereka. Tidak sedikit yang terseok-seok. Adapula yang mulai ‘tutup warung’. Elnusa adalah salah satu perusahaan jasa energi. Penghasilan utamanya masih dari jasa perawatan sumur minyak dan gas. Tak luput mengalami hal yang tak jauh berbeda, penurunan penghasilan. Uniknya, ia tak mengalami anjloknya laba.

Kondisi setali tiga uang. Harga sawit global juga cenderung menurun. Dampaknya jelas, penurunan pendapatanperusahaan , bukan ?

Serupa dengan berita tersebut, www.sawitindonesia.com juga memberitakan :

Untuk menghadapi penurunan produksi dan masih lesunya harga sawit global. Menurut Rimbun, perusahaan menerapkan Best Management Practices di seluruh kegiatan perkebunan.Saat ini, divisi riset perusahaan berupaya meningkatkan kualitas TBS terutama rendemen minyak.Rata-rata rendemen yang dihasilkan 24,2 persen.

“Kemudian, biaya produksi sangat efisien dibandingkan perusahaan sawit lain. Biaya produksi masih di angka US$ 200 per ton, ” ujar Harry Nadir, Direktur PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk.

Tentunya masih banyak cerita tentang bagaimana cost mengambil peran significant dalam menghadapi persaingan. Mereka selamat. Perusahaan bertahan bahkan berkembang lebih jauh.

Setahun belakangan ini, memang dunia bisnis terasa sarat tantangan. Bisa bertahan saja sudah Alhamdulillaah. Saya saja yang sebagian besar energinya menjadi karyawan, sangat merasakannya. Apalagi sahabat yang punya usaha sendiri. Betapa berat beban di pundak untuk melangkah.

Apakah sahabat mengalaminya ? Atau perusahaan tempat berkarya sahabat, juga idem ditto mengalami hal yang tak jauh beda ?

Tentunya upaya terobosan harus dilakukan. Tidak boleh tinggal diam agar tidak tergilas. Peningkatan laba, tidak hanya dengan mendongkrak penjualan. Promosi besar-besaran. Tapi, yang perlu ‘diaduk-aduk’ juga adalah biaya itu sendiri.

Biaya kuncinya !

Misalkan, biaya yang menyusun struktur harga pokok penjualan (HPP) atau acapkali disebut ‘cost of goods sold’. Di dalamnya ada biaya bahan baku. Mata biaya yang satu ini terkait dengan pengadaan. Terhubung dengan pemasok yang menjadi approved vendor selama ini.

Tentunya, membuka komunikasi dengan mengemukakan permasalahan yang dihadapi tidak ada salahnya. Sebagai contoh, permintaan discount khusus, pencarian alternatif material pengganti yang setara, keputusan pengurangan persediaan dengan frekuensi pengiriman yang diatur kembali, pembayaran tunda diperpanjang, dan masih banyak lagi.

Lho ? Apakah vendor bersedia ? Tentunya dengan bekal hubungan yang saling menguntungkan selama ini, upaya itu bukan tidak mungkin dilakukan.

Tertarik ?

Mari mengikuti diskusi dan bahasan selanjutnya.

Bagaimana mencermati biaya, how to be a cost killer.

Salam hangat,

This is AriWay

www.ariwijaya.com

Jika sahabat memperoleh manfaat dari buah pena ini, silakan dibagikan kepada relasi, kolega lain.
Silakan juga bergabung pada Facebook Group “Forum Terobosan dalam Proses Bisnis” dengan klik link ini : 
https://www.facebook.com/groups/1142862102437435/?fref=ts
Bisa juga menikmati pada Facebook Fanpage “Cost Killer Trainer” dengan klik link ini :
https://www.facebook.com/AriWijayaDj/?fref=ts
Follow twitter @AriWijayaDj