Kisah Si Sedotan

“Saat ini keadaan sangat tidak menguntungkan buat kita. Sebentar lagi kita harus me-review biaya produksi. UMR sedang dirumuskan pemerintah daerah. Nampaknya akanada kenaikan yang besar. Kenaikan UMR akan mengerek biaya-biaya lain. Biayalogistik akan naik. Perusahaan trucking saya dengar juga akan menaikkan harganya. Sementara policy harga yang diberikan perusahaan juga tidak berubah. Masih seribu rupiah per botol,” jelas Direktur Operasional sembari mengaitkan dengan tantangan eksternal dan internal.

“Coba tim Research & Development dan tim sourcing mencoba mencari jalan agar kita tetap survive,” beliau memulai memberikan arahan. “Cari alternatif material yang lebih murah. Bentuk botol juga sepertinya perlu direview. Coba dipikirkan bagaimana agar harga botol, lid, dan sedotan bisa turun. Kalau bisa turun satu rupiah saja itu sudah lumayan,” begitu komandan tertinggi dalam operasi itu memberikan beberapa ide.

Memang benar, menurut hitung-hitungan kami jika masing-masing bahan baku dan kemasan yang jumlahnya 5 item itu bisa turun satu Rupiah saja berarti ada sekira 5 Rupiah yang bisa dihemat. Jika dikalikan dengan 1 hari produksi yaitu sejumlah satu 1.500.000 botol, maka dalam sehari bisa di hemat 7.500.000 juta Rupiah. Dan dalam satu bulan bisa dihemat kira-kira senilai 225 juta Rupiah. Wow… itu benar-benar jumlah yang tidak sedikit. Nilai itu sudah hampir setara 0,5% dari total potensial sales. Jika dibandingkan dengan biaya gaji karyawan termasuk biaya lebur, maka setidaknya bisa untuk memberi gaji kurang lebih 64 orang.

Kami pun mulai bekerja. Tim R&D memutar otak dengan keras untuk mengutak-atik desain kemasan. Bentuk dan ketebalan botol mulai didesain ulang. Tentu saja kami meminta kerjasama dengan perusahaan pembuatan cetakan atau mold. Kepada perusahaan tersebut kami minta memberikan proposal baru untuk desain perubahan mold botol.

Straw atau sedotan tidak luput dari sentuhan ulang. Spesifikasi lid (seal penutup botol). Lid menjadi lebih rumit karenamaterial utama masih banyak yang diimpor. Komponen itu terbuat dari perpaduan antara aluminium dengan plastik. Kami coba cari perusahaan lokal. Tangerang, Cikarang dan juga Malang kami jajagi. Kompetensi inti mereka memang membuat penutup botol. Kami yakin dengan teknologi yang dimiliki peusahaan yang memang ahlinya dalam lid, semua bisa dicari jalan keluarnya. Mereka bersedia melakukan percobaan beberapa spesifikasi baru.

Beberapa bulan kemudian hasilnya kelihatan. Salah satu perusahaan produsen straw berkenan melakukan inovasi sesuai arahan kami. Mereka mengubah desain sedotan menjadilebih ramping. Mereka juga menambahan material tambahan. Sedotan menjadi lebih kokoh. Tetap keras tidak mleyot (baca : bengkok) saat digunakan untuk mencoblos penutup botol. Istilah kami, kurus tapi keras.

Terobosan kecil itu memberikan harga beli kami, lebih rendah 0,7 rupiah per pcs. Lumayan. Artinya, setidaknya ada saving Rp. 1,15 juta per hari. Atau sejumlah Rp. 34,5 juta per bulan. Kalau UMR saat itu Rp. 3 juta. Maka setidaknya bisa menyelamatkan 11 orang. Jika 5 dari 11 orang itu mempunyai 1 istri dan 1 anak, maka menyelamatkan 21 orang. Dampak domino yang luar biasa dengan aksi kecil bernama sedotan.

Hikmah dari inisiatif early involvement sebuah proses.

.

Penggalan kisah dari Buku Cost Killer. Edisi daur ulang untuk menyemangati diri sendiri dan tim agar terus melakukan inovasi seberapa pun kecilnya.

Loyalitas, Apa atau Siapa?

Ketika seseorang memilih menjadi karyawan atau pekerja, maka harus menerima konsekuensinya. Salah satunya adalah tidak dapat memilih atasan atau pemimpinnya. Sedangkan yang sudah menjadi keharusan adalah ia harus membantu atasannya. Siapa pun dia yang ditetapkan menjadi atasan. Banyak nasihat dan pengalaman hidup menyatakan:

“Ada dua aturan saat jadi karyawan. Aturan pertama, buat atasanmu terlihat hebat dimata orang banyak. Sedangkan aturan kedua, pegang teguh aturan pertama”.

Dalam konteks perusahaan, bagaimana membantu atasan agar terlihat hebat di muka umum? Membantu atasan dengan memenuhi apa yang diharapkannya, itu sudah memadai. Apa saja itu? Ada beberapa hal yang penting. Menuntaskan pekerjaan dengan tepat (kualitas dan waktu). Tidak ada tugas yang terbengkalai. Assignment mangkrak atau tidak dikerjakan, tidak ada dalam kamus karyawan. Selanjutnya, sebagai karyawan yang memberi solusi. Jadi pekerja yang solutif. Hadir dan memberi masukan dan menyodorkan solusi atas masalah yang ada. Karyawan juga harus punya komitmen. Apa yang telah disepakati dikerjakan. Ada satu hal yang penting, loyal atau punya loyalitas. Sebagai pekerja bersedia berkorban energi, waktu, dan pikiran di luar jam kerja. Patuh dan setia.

Nha ini, loyalitas itu apa? Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) :

loyalitas/lo·ya·li·tas/ n kepatuhan; kesetiaan

Loyalitas kepada atasan itu apa artinya mengerjakan semua perintah atasan? Sebentar. Tentu perintah tersebut perlu dipilah terlebih dulu. Sebagai anggota tim harus menjalankan perintah yang sesuai peraturan baik hukum atau perusahaan, norma, etika dan tentu saja agama yang diyakini. Kok agama dibawa-bawa? Ehm . .tentu saja, karena kita yakin adanya kehidupan yang abadi setelah kehidupan di dunia ini. Ada Zat yang Maha Pengatur dan Maha Kuasa yang memberikan guidance kepada hambaNYA agar selamat di dunia dan akhirat.

Susahnya kalau pimpinan memberi perintah yang tidak sesuai peraturan atau norma. Bagaimana sikap kita. Sebagai anggota tim, bisa menolak. Tentunya dengan cara yang baik. Sebaiknya disampaikan empat mata. Kita memberikan masukan atau penolakan berdasarkan knowledge based dan juga hal lain yang terkait. Kalau sudah demikian dan tetap saja kita dipaksa menjalankannya. Waduh. Ini yang berat, pasti ada konsekuensinya. Risiko yang dihadapi pekerja bisa dipinggirkan, dimutasi, atau diberhentikan. Bisa dipecat. Khawatir atau risau itu pasti. Lha, gimana nggak risau? Dipecat artinya bisa menganggur.  Penghasilan bisa mandeg. Roda ekonomi bisa berantakan. Tidak salah punya pikiran begitu. Ini yang sering ditakuti. Namun, rasa takut itu jangan sampai melebihi logika dan keyakinan kita. Justru ini yang jauh lebih berbahaya.

Semua rezeki itu dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih. Rezeki kita sudah dijamin. Coba kita perhatikan, seekor cicak. Ia binatang yang diciptakan merayap. Sedangkan makanan utamanya, serangga seperti nyamuk. Nyamuk hidupnya di udara alias terbang. Menarik bukan, cicak yang merayap di tembok, makananya terbang alias di udara. Berapa cicak mati karena kurang makan? Pernah melihat cicak mati kelaparan? Kayaknya jarang, bukan? Kebanyakan cicak mati karena diplinteng alias diketapel orang. Cicak diburu orang untuk dikeringkan dan dijadikan bahan obat. Itulah kuasa Allah SWT. Rezeki mahluk ciptaan Tuhan itu sudah ditetapkan. Tak ubahnya kita, manusia. Jadi tak perlu khawatir. Kalaulh misalnya, dipecat (naudzubillahi mindzalik), yakinlah ada tempat lain yang baik. Itu ada syarat dan kondisi. Selama kita bergerak, berkarya, rezeki itu ada. Mohon izin saya membagi nasihat orang tua di sini:

“Ora obah, ora mamah. Tidak bergerak (alias bekerja/berkarya), tidak bisa memperoleh penghasilan/tidak makan.”

So, kita harus yakin atas ketetapan rezeki. Atasan kita adalah salah satu perantara rezeki. Keyakinan atas iman kita yang harus melekat dan meninggi dihati dam implementasi. Sehingga loyalitas itu dipahami sebagai kesetiaan kepada profesi dan pekerjaan. Loyal kepada atasan sesuai peraturan dan norma. Karena profesi itu bisa bersifat konstan. Atasan bisa silih berganti sesuai masanya. Kepatuhan atau kesetiaan seperti ini yang seharusnya dijaga, melekat dalam diri kita.

Memang benar kata orang bijak:

“Without loyalty, you won’t accomplish anything.”

Tapi, mari kita memosisikan loyalitas pada tempat yang tepat, agar selamat di dunia dan di akhirat.

Mau?

TRUST

TRUST
Oleh: Dr. TA. Kurniawan, ST., MSc.

Kita biasa mengartikan trust sebagai kepercayaan, jika itu berkaitan dengan kata benda. Forbes, sebuah media global yang bereputasi, dalam salah satu tulisannya menempatkan kepercayaan sebagai faktor paling penting menuju kesuksesan, baik pada konteks personal maupun institusional. Saat ini, dunia dihadapkan pada rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap 4 institusi dasar, yaitu pemerintah, media, bisnis, dan lembaga nonpemerintah (NGO), sebagaimana dirilis oleh Edelman Trust Barometer. Tingkat kepercayaan yang rendah akan mengakibatkan atmosfer interaksi yang tidak positif yang pada ujungnya sangat berpengaruh pada kinerja personal dan institusional. Terlebih lagi, dunia saat ini berada pada era informasi dengan beragam platform teknologi digitalnya menuntut tingkat kepercayaan yang sangat tinggi jika kita ingin tetap bisa eksis di tengah gelombang disruptif yang datang secara cepat dan tidak bisa dengan mudah diprediksi.

Paul J. Zak, seorang profesor di Claremont Graduate University USA yang menekuni bidang Neuroeconomics, menjelaskan hasil penelitian neurosciencenya bahwa brain chemical oxytocin level dalam diri seseorang yang distimulasi oleh lingkungan yang mampu membangun culture of trust akan sangat berpengaruh pada tingkat loyalitas dan produktivitas dirinya dalam lingkungan kerja. Berdasarkan ekperimennya, Prof. Zak menemukan fakta bahwa produksi Oxytocin yang tinggi (identik dengan kepercayaan yang tinggi) dari seseorang bisa distimulasi dengan merekayasa perilaku manajemen yang positif, antara lain mengenali keunggulan ( recognize excellence), memberikan tugas yang menantang tetapi bisa diselesaikan ( induce challenge stress), memberikan keleluasan bekerja dengan cara mereka sendiri ( discretion in how they do their work), membangun relasi dengan sengaja ( intentionally build relationships). Penelitian ini membuktikan secara ilmiah bahwa lingkungan kerja yang dibangun dengan kepercayaan yang tinggi akan berpengaruh positif pada kondisi psikologis pekerja sehingga berdampak pada kinerjanya.

Kepercayaan ternyata harus diusahakan dan dibangun, dan bukan diminta. Eksperimen ini menjelaskan bahwa manajemen harus membangun lingkungan kerja yang mampu menumbuhkan kepercayaan dari para pekerja, sama sekali bukan hanya sekedar meminta para pekerja untuk begitu saja percaya kepada manajemen.

Ilmu pengetahuan yang kita ketahui saat ini, ternyata membuktikan kebenaran perjalanan dakwah Rasulullah SAW yang mampu mentransformasikan sebuah jazirah yang terbelakang dan tidak beradab menjadi sebuah masyarakat yang mampu menjadi kiblat peradaban terbaik dunia yang pernah ada. Dan, itu berawal dari kepercayaan. Beliau mendapatkan gelar al-Amin, yang artinya orang yang dapat dipercaya, dari masyarakat jahiliyah Mekkah jauh sebelum beliau mendapatkan risalah kenabian pada usia 40 tahun. Dengan modal integritas pribadi yang terbangun dari awal dan teruji itulah, beliau mampu menjalankan tugasnya sebagai Rasul dengan penuh keteladanan. Beliau tidak meminta orang untuk percaya dan taat kepadanya, tetapi pada akhirnya orang kemudian menaruh kepercayaan dan taat kepada beliau sekaligus mengikuti risalah beliau, mulai dari yang paling kaya sampai paling miskin, dari yang paling berkuasa sampai yang tidak punya kekuasaan sama sekali. Bahkan, jauh sesudah masa kehidupan beliau, risalah itu masih tetap diikuti oleh kita saat ini yang terpisah ribuan tahun lamanya. Maka, sangat bijak jika saat kita memperingati kelahiran beliau dalam rangka Maulid Nabi, bukan aspek seremoninya yang dikedepankan tetapi aspek revitalisasi diri dan institusi untuk meneladani pribadi yang dipercaya itulah yang mesti ditumbuhkembangkan.

Kepercayaan dan ketaatan bukanlah diminta, tetapi diberikan oleh mereka yang memang melihat dan merasakan bahwa diri kita memang pantas untuk dipercaya dan ditaati.

Salam perubahan.

©️ 2021-2022
Komunitas Perbaikan Tanpa Henti

Sejarah dan Kita

Rekan-rekan Leaders dan juga Young Guns..
.
Ada keniscayaan sangat berharga dalam sejarah yang patut menjadi pelajaran kita semua. Bahwa kemenangan, kegemilangan tidak dapat diperoleh atau terjadi dengan instan. Selalu ada peristiwa penting yang menjadi pemantik dan pembuka bagi peristiwa penting berikutnya.
..
Perjuangan para founding fathers negeri ini juga memberikan banyak contoh. Mereka berjuang silih berganti untuk melawan kolonialisme di masing2 daerah. Berhasil dipadamkan, dengan durasi perang yang berbeda. Semua berubah, ketika ada peristiwa 28 Oktober 1928. Ada sumpah persatuan. Cara berjuang pun berubah. 17 tahun kemudian Indonesia merdeka.
.
Kalau menilik jauh lebih ke belakang, Perjanjian Hudaibiyah Tahun 628 atau 6 tahun setelah Nabi Muhammad berpindah dari Mekkah ke Madinah. Sebuah perjanjian yang memberikan gencatan senjata dan kebebasan saling mengunjungi 2 kota penting itu. Seperti jeda setelah beberapa tahun terjadi perang yang dahsyat dan membawa banyak korban jiwa. Tak berselang lama, 2 tahun setelah perjanjian itu, Mekkah dapat dikuasai dengan damai. Mereka bersatu.
.
Pemboman Hirosima Nagasaki yang memilukan itu, mengakhiri Perang Dunia yang menelan korban puluhan juta manusia. Perang yang melibatkan banyak negara. Enam tahun konflik yang sangat luas dan mematikan.
.
Jika saya bawa ke konteks perusahaan yang kita cintai ini, beberapa milestone juga menandakan hal yang serupa.
.
Kita dulu didirikan oleh founding fathers adalah sebuah perusahaan penguliran. Namanya Purna Bina Nusa. Setelah 28 tahun ada perubahan, ditambahnya bisnis Fabrikasi Konstruksi. Kita pernah 1 tahun lebih ‘puasa’ karena API sebagai tool kita dicabut. Setelah itu kita mau dan mampu bangkit. Ini yang penting, mau. Alias berkeinginan kuat dan bahu membahu untuk berubah lebih baik. Kita juga diberi kepercayaan mengelola bisnis maintenance. Kita diberikan lagi ruang belajar dan alat mendapatkan keuntungan.
.
Kali ini cobaan pun datang. Ada lini bisnis yang menggerus kerja bareng kita semua. Dalam. Ya, lubang yang menganga ini membuat kita tertatih untuk naik kembali. Satu dua orang berulah, kita semua harus menanggung risiko dan bebannya. Inilah rasa satu keluarga.
.
Tak boleh menerus diratapi. Harus kita perbaiki dan bangkit lagi. Harus dimulai menyusun rencana dan aksi. Kemenangan harus kita raih kembali. Kemenangan itu kalau diperusahaan adalah revenue naik dan punya untung yang besar.
.
Keniscayaannya, tidak ada kemenangan diraih dengan instan. Tidak ada.
.
Peristiwa penting masa ini, kita jadikan titik tolak kebangkitan. Itu semua dimulai dengan ‘mau’ atau tidak. Ini bukan mau yang artinya akan, tapi mau bermakna bersedia. Karena kalau kemampuan, yakinlah kita semua punya itu. Butuh waktu pastinya. Bisa tuntas cepat? Bisa banget.
.
Bagaimana? Kita mulai lagi memantapkan amanah alias integrity. Adaptasi dengan cepat. Berubah sikap. Mengubah metoda kerja. Manambah kompetensi. Memompa semangat.
.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Maha benar Allah dengan segala firmanNYA.
.
Yuk kita saling menyemangati. Memberikan ide dan krasa. Dan tentunya kerja keras, kerja cerdas, dan kerja kolaboratif.
.
Mau?
.
.
Catatan:
Pesan ini disampaikan kepada seluruh leader dan juga anggota tim masing-masing leader. Mencermati upaya perbaikan yang sedang dilakukan. Menambah semangat untuk terus menelurkan karsa, karaya dan doa.

Rahasia Besar Idul Fitri

Rahasia Besar di Balik Hari Raya Umat Islam
Saripati pesan-pesan Syaikh Mustafa Siba’i dalam Buku ‘Hakadza Allamatni Al Hayah’. Sebagai reminder bagi saya dan semoga bagi sahabat semua.

.

Disalin dari : Telegram Generasi Shalahuddin

.

“Bagi orang berakal, hari raya adalah kesempatan untuk taat pada Allah. Ia bisa bersilaturahim, berbagi dan menolong orang-orang. Sedangkan bagi orang bodoh, hari raya dianggapnya kesempatan untuk bermaksiat mengumbar syahwatnya. Bagi orang yang lalai, ia menganggap hari raya sebagai ajang balas dendam, sama seperti yang dipikirkan anak kecil.”

.

“Hari raya memberikan kita pelajaran sosial yang berharga: ternyata kebahagiaan masyarakat banyak lebih besar dampak positifnya daripada kebahagiaan pribadi yang tak dirasakan banyak orang. Di hari raya, rasa bahagia masuk ke hati manusia sampai pada orang-orang yang sedih, sakit dan sedang bermasalah. Hal itu terjadi karena kebahagiaan hari raya tercipta bukan dari diri pribadi tertentu, melainkan dari masyarakat. Dan kebahagiaan masyarakat ini menutup kesedihan kecil yang dirasakan sebagian orang itu.”

.

“Kalau saja orang-orang muslim bertakbir dengan hatinya sebagaimana mereka bertakbir dengan lisannya di hari raya; sungguh mereka akan mengubah wajah sejarah. Kalau saja Umat Islam menghadiri shalat jama’ah di masjid sebagaimana mereka menghadiri shalat Ied, akan hancurlah tipu daya musuh-musuh.”

.

“Berusahalah juga untuk melukis kebahagiaan di wajah anak-anak tetanggamu sebagaimana kau membahagiakan anak-anakmu sendiri di hari raya. Semua itu, agar kebahagiaan anak-anakmu pun semakin sempurna di hari kemenangan.”

.

“Kalau hari raya sudah menjadi acara seremonial semata, maka akan hilanglah rasa bahagia dari jiwa, akan tercabutlah dampak positifnya dari akar masyarakat dan jadilah hari raya hanya sebagai ajang untuk melakukan hal-hal tak berguna dan menghabiskan waktu.”

Kerikil Kecil

Tulisan yang saya terima via WA selepas subuh, sungguh menyadarkan saya. Izinkan saya bagi kepada sahabat. Semoga berkenan. Semoga menginspirasi dan penjungkit aksi.

Kerikil Kecil

by Satria Hadi Lubis.

Seorang mandor bangunan yang berada di lantai 3 ingin memanggil pekerjanya yang sedang bekerja di bawah.

Setelah sang mandor berkali-kali berteriak memanggil, si pekerja tidak dapat mendengar karena fokus pada pekerjaannya dan bisingnya alat bangunan.

Sang mandor terus berusaha agar si pekerja mau menoleh ke atas, maka dilemparnya uang logam Rp1.000 yang jatuh tepat di sebelah si pekerja.

Si pekerja hanya memungut uang tersebut dan melanjutkan pekerjaannya. Mungkin dikiranya itu uang logam yang tercecer.

Sang mandor akhirnya melemparkan uang Rp 100.000 dan berharap si pekerja mau menengadah “sebentar saja” ke atas.

Akan tetapi si pekerja hanya lompat kegirangan karena menemukan uang Rp 100.000 dan kembali asyik bekerja.

Pada akhirnya sang mandor melemparkan kerikil kecil yang tepat mengenai kepala si pekerja. Merasa kesakitan akhirnya si pekerja baru mau menoleh ke atas dan dapat berkomunikasi dengan mandornya.

Cerita tersebut di atas serupa dengan kehidupan kita, Allah SWT selalu ingin menyapa kita, akan tetapi kita selalu sibuk mengurusi “dunia” kita.

Kita diberi rejeki sedikit maupun banyak, sering kali kita lupa untuk menengadah bersyukur kepada-Nya.

Bahkan lebih sering kita tidak mau tahu dari mana rejeki itu datang

Bahkan kita selalu bilang:

“Kita lagi Hoki!”

“Wajar donk…logis donk …apa yang saya dapatkan!”

Yang lebih buruk lagi kita menjadi takabur dengan rezeki yang sebenarnya milik Allah!

Jadi… jangan sampai kita mendapatkan lemparan “kerikil kecil” yang kita sebut MUSIBAH agar kita mau menoleh kepada-Nya.

Sungguh Allah sangat mencintai kita, marilah kita selalu ingat untuk menoleh kepada-Nya, sehingga tak perlu ada lagi lemparan “kerikil kecil” saat Dia rindu dan ingin berkomunikasi dengan kita.

“Dan dari mana saja kamu keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram (Allah). Dan dimana saja kamu kalian berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk” (QS. Al Baqarah ayat 150).

 

Muslim, Motor Penggerak Perubahan

Puja dan puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah azza wajalla Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Salah satu kesyukuran terbesar adalah masih diberi kesempatan merasakan kenikmatan dan keberkahan Bulan Ramadhan. Banyak orang tua, saudara, sahabat, dan orang yang kita cintai yang telah wafat mendahului kita sehingga tak mendapatkan kesempatan ini. Mari kita sisipkan doa untuk mereka.

Bapak/Ibu rekan2, sahabat semua yang dirahmati Allah. . .

Bulan ini sungguh merupakan bulan yang penuh makna.

Perubahan malam dan siang. Pergantian bulan. Dan masih banyak peristiwa tanda alam yang dihadirkan agar kita berpikir. Mengolah rasa, batin dan akal. Kita diberikan tuntunan sesuai surat Al Imron ayat 190:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (KEBESARAN ALLAH) bagi orang yang berakal”

Bulan ini kita juga melakukan banyak hal. Ibarat mesin kita melakukan overhaul. Persiapan pun dilakukan dengan cermat. Bahkan ada yang menyiapkan diri 1 bulan sebelumnya. Banyak manfaatnya. Sebuah riset yang dilakukan oleh Dokter Eric Berg DC, spesialis healthy ketosis and intermittent fasting, menyatakan bahwa puasa dapat menekan jumlah penderita kanker. Apalagi puasa penuh selama 1 bulan. Puasa yang dijalankan umat Islam adalah intermitten fasting seperti yang dikenal di dunia. Ada interval dari Subuh hingga Maghrib. Ada yang 12 jam bahkan ada yang 17 jam.

Penelitian tersebut memberikan manfaat puasa dari sisi kesehatan. Puasa menumbuhkan sel imun baru. Puasa membuat sel kanker kelaparan. Puasa meningkatkan jaringan antioksidan. Menurut penelitian beliau di Arab Saudi, dari 100.000 hanya 96 orang yang mengidap kanker. Oman dengan 104 dari 100.000 orang, Qatar 107 dari 100.000 orang, UEA 107 dari 100.000 orang, dan Kuwait 116 dari 100.000 orang. Kemudian dibandingkan dengan beberapa negara seperti Australia dengan 486 dari 100.000 orang. Irlandia yaitu dari 100.000 sekitar 347 orang mengidap kanker. Hungaria dengan 368 dari 100.000. Amerika Serikat 352 dari 100.000 orang.

Dahsyat, bukan?

Bapak/Ibu, rekan-rekan, sahabat semua  . . .

Izinkan saya mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda. Bulan Ramadhan menjadikan kita melakukan re-set-up hidup. Kita dipaksa. Karena ini kewajiban. Kita mau karena ketaatan kita kepada Sang Khaliq. Tapi Allah SWT selalu memberikan hikmah besar di balik setiap peristiwa.

  1. Saat kita Sahur dan berbuka. Kita pasti menjaga dengan baik. Tertib waktu. Tak ada yang berani setelah adzan subuh tetap makan atau minum. Sebelum adzan maghrib, meski kurang beberapa detik saja, kita tunggu. Kita sangat disiplin. Amanah atas apa yang ditetapkan.
  2. Kegiatan membaca dan mengaji kandungan Al Quran atau kajian kelimuan yang lain, kita lakukan. Kita meningkatkan kualitas diri kita. Ada yang mulai belajar baca dan menghafal Al Qur’an. Kompetensi kita menjadi bertambah. Tak peduli kita dicap atau dibilang mendadak alim. Karena memang ini kesempatan langka.
  3. Dulu ada yang suka ngerumpi nggak karuan. Diskusi yang mengalir tanpa makna. Kini kita menjaganya. Lisan kita jaga. Perasaan orang lain kita jaga. Secara tidak langsung interaksi menjadi lebi harmonis.
  4. Kita juga patuh dan taat pada saat berpuasa. Makanan yang enak dan lezat menggiurkan pun tidak kita sentuh. Padahal itu makanan halal. Kita juga saling menjaga puasa kita dan rekan kita. Kita loyal.
  5. Saat Ramadhan ada yang menjadikan titik tolak utuk melakukan perubahan. Perokok berhenti megisap sigaretnya sewaktu-waktu. Bahkan tak jarang setelah Lebaran berhenti total. Banyak penyesuaian yang dilakukan. Kita sangat adaptif. Saya mendoakan bagi para perokok agar bisa berhenti.
  6. Pada malam hari, kita juga didorong melakukan sholat berjamaah, tarawih. Plus kegiatan lainnya seperti pengumpulan Zakat dan Infaq. Tak jarang ada kepanitiaan khusus untuk mengelolanya. Kita bahu membahu dengan warga lain. Biasanya jarang ketemu, sekarang menjadi lebih sering ketemu. Kegiatan yang sangat kolaboratif.

Secara tidak langsung kita semua para pejuang yang melaksanakan Puasa Ramadhan adalah pelaksana Tata Nilai AKHLAK. Tidak dirasa, bukan?

Sekarang saya ajak bermimpi. Mari kita renungkan. Berapa persen penduduk Indonesia yang muslim? Berapa banyak umat muslim yang melakukan kegiatan itu? Kita boleh menjawab secara kualitatif: SEBAGIAN BESAR. Ya, sebagian besar umat Islam menjalankan kewajiban ini.

Fenomena ini, pengalaman 1 bulan ini, adalah bukti bahwa kita bisa. Coba dibayangkan ketika apa yang kita lakukan merasuk dan memberi contoh kepada yang lain. Implementasinya tidak berhenti pada diri sendiri, tidak berhenti saat di masjid. Saya membayangkan perubahan besar di negeri ini bukan masalah rumit. Kita bisa. Bahkan menjadi motor penggerak perubahan itu.

Bagaimana tidak? Jika ketaatan kita tidak mencuri-curi waktu berbuka, sudah mendarah daging. Kita tidak mau melakukan itu karena bisa membatalkan puasa. Lebih jauh lagi, bahwa perbuatan itu mencerminkan ketidaktaatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka, kita tentunya akan takut mencuri barang atau mengambil hak orang lain. Kita takut mengingkari amanah.

Jika semangat menaikkan kompetensi juga diterapkan pada bisa ilmu atau pekerjaan yang digeluti, maka bukan tidak mungkin muncul generasi-generasi yang pilih tanding. Mumpuni dalam bidangnya. Selalu menjadi nara sumber dimana-mana. Pemikir dan generasi solutif terhadap permasalahan masyarakat.

Semangat bekerja sama dengan orang lain dan saling menghargai perbedaan, dihidupkan juga pada kegiatan lain. Tidak berhenti saat bulan Ramadhan usai. Tidak hilang ditelan waktu, saat pembubaran panitia dilakukan, maka bukan mustahil, banyak masalah dapat dituntaskan dengan damai dan membahagiakan.

So . . . Bapak/Ibu, sahabat saya yang saya banggakan . .

Mari kita resapi dan maknai Ramadhan ini sebagai kawah candradimukai. Tempat pelatihan yang komprehensif. Sehingga setelah Lebaran, momen dan rasa itu tetap membara dan mendarah daging. Kita lanjutkan dengan implementasi lain yang nyata. Kita teruskan hingga kita ketemu Ramadhan lagi. Kita perbaiki lagi saat Ramadhan tiba. Begitu seterusnya. Continuous Improvement. Dan itu semua, motornya adalah kita yang melaksanaan SHAUM Ramadhan. Insya Allah akan banyak perubahan positif yang terjadi. Saya sangat yakin itu. Karena perubahan itu ada di tangan kita.

Mari kita ingat janji Allah dalam surat Ar Ra’d ayat 11:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri“

Mari kita jemput janji Allah tersebut. Kita wujudkan bersama.

Semoga berkenan. Mohon maaf atas segala kekhilafan.

Wassalaam.

.

__Disampaikan pada TAKJIL (sesi berbagi Masjid Baitul Hikmah Elnusa) pada Selasa, 5 April 2022 | 3 Ramadhan 1443H.