Balasan yang Tak Setimpal by Ari Wijaya

Pagi ini semangat saya membuncah. Entah kenapa ketika diminta menjadi trainer tempo hari, saya pun bersemangat. Ternyata jawabannya adalah wejangan bakda subuh tadi. Taujih yang diberikan oleh salah satu peserta kepada kami. Termasuk saya sebagai salah satu trainernya.

Peserta pelatihan kali ini menyesuaikan jadwal saya. Tiga sesi yang saya bawakan, satu sesi malam hari tadi. Dua sesi, insya Allah sebentar lagi berlangsung.

Kebetulan Sabtu pagi hingga sore ada jadwal yang tidak dapat saya wakilkan. Sehingga baru, sekira pukul 19.30 WIB saya tiba di kawasan Cibogo, Bogor. Event yang dihadiri sekira 150 orang itu, dilaksanakan di kawasan yang dibelah oleh sungai yang mengalir deras. Saya mengisi sesi terakhir hari pertama. Sesi motivasi dan inspirasi tentang bagaimana menjadi pemimpin yang hebat, pada pukul 20.15 hingga 22.15 WIB. Alhamdulillaah berlangsung lancar.

Malam tadi, setelah berbenah sedikit, saya langsung mapan (baca : tidur). Sekira pukul 01.30 terbangun. Masih pagi, saya pun merem lagi. Pas pukul 04.00 alarm handphone berbunyi. Saya pun bersiap menuju tempat peserta training melakukan sholat malam berjamaah. Ups, saya ketinggalan ternyata. Puji syukur masih bisa mengikuti beberapa rakaat. Dilanjutkan sholat subuh berjamaah.

Setelah tuntas, hanya sedikit komando dari imam sholat, salah satu peserta menyampaikan nasihat. Beliau dikenal sebagai KH. Muhammad Salbini, Lc. M.Si. Tokoh masyarakat sekaligus ulama di Tangerang Selatan. Suara beliau parau, serak basah. Bisa jadi sedang kurang sehat.

Saya mencatat ada 3 hal penting yang disampaikan beliau bagaimana seseorang bersikap dalam berorganisasi. Saya juga menghubungkannya dengan kegiatan saya  sehari-hari.

Allahu Ghayatuna. Allah menjadi tujuan.

Dalam berorganisasi atau apa pun aktivitas kita, harus diniatkan bahwa kita melakukan semuanya karena Allah. Bukan karena jabatan, bukan karena kehormatan. Bukan pula sebab pujian,  bukan pula oleh sebab uang. Kita ikhlaskan hanya untuk Allah segala perkataan dan perbuatan, ibadah dan perjuangan kita. Sehingga kita diakui sebagai hamba-hamba-Nya yang mukhlisin. Seperti bacaan yang kita ikrarkan utamanya saat sholat :

“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah.” (QS. Al-An’aam 162-163)
Ar Rasul Qudwatuna. Rasulullaah SAW menjadi teladan atau panutan.

Al-Quran telah mengarahkan Rasulullah SAW supaya mendidik hati, pikiran, perasaan, tingkah laku dan akhlak manusia ke tataran yang lebih tinggi dan mulia. Beliau setelahnya juga mendidik follower, membentuk komunitas atau jamaah, masyarakat dan bahkan memimpin negara.

Dalam berorganisasi, Nabi Muhammad SAW melakukan kaderisasi dengan baik. Beliau pantau setiap follower nya dengan hal-hal yang sepele. Seperti pertanyaan, siapa hari ini yang mengunjungi orang sakit. Siapa yang telah membantu meringankan beban tetangganya. Siapa yang turut merawat jenazah. Dan masih banyak pertanyaan yang seputar hubungan antar manusia. Salah satu binaan yang patut dikemukakan karena dekatnya dengan masyarakat adalah Abu Bakar ash Shiddiq RA.

Keberhasilan Rasulullaah SAW mendidik generasi pendahulu, patut dijadikan teladan. Mereka adalah generasi yang teruji, kuat dan punya ikatan emosional yang tinggi. Tingkat pemahaman agama yang mumpuni. Hubungan dengan msyarakat yang harmonis. Pribadi yang kuat. Silaturahim yang pada taraf dengan senang hati meringankan beban saudaranya.
Al Quran Dusturuna. Al Quran menjadi panduan.

Al Quran yang diwariskan sebagai pedoman hidup kita ini telah Allah turunkan penuh keberkahan. Sebagai seorang muslim, apapun profesi dan jabatan kita, Al Quran tetap dijadikan panduan. Kita wajib mempelajari Al-Qur`an. Allah SWT berfirman :

“Kitab (Al-Qur`an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran”. (QS. Shaad: 29)

Oleh karenanya, membacanya pun sudah seharusnya baik dan benar. Bagaimana menilainya ? Tentunya harus ada orang lain yang lebih baik bacaannya yang menilai bacaan kita. Alhamdulillaah, saat ini sudah banyak forum kajian dan pelatihan membaca dan menghafal Al Quran. Tahsin dan tahfidz.

 

Tiga catatan itu serasa nempol saya. Menyadarkan saya. Tapi itulah hadiah saya pagi ini. Semangat pun membuncah untuk terus meningkatkan diri. Memperbaiki niat setiap kegiatan atau amanah yang saya jalani. Terus memompa semangat berbagi. Meringankan beban sesama.

Saya semalam baru memberikan materi 2 jam. Belum seberapa. Bisa jadi belum memberikan dampak. Namun, pagi ini saya mendapatkan balasan yang tiada taranya. Nasihat yang dikemukan dengan tenang penuh makna. Pesan yang langsung membuat saya membuat action plan. Itulah balasan yang tak setimpal atas apa yang saya berikan semalam. Bahkan bisa jadi hari ini.

Semoga Allah mencatat sebagai amal sholeh atas upaya kami hari ini.

 

 

 

 

Silahkan share jika bermanfaat!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

18 + 19 =