Ahad pagi setelah sholat subuh, saya dan beberapa teman satu kelompok melakukan kajian rutin. Pengajian yang membuat saya dan juga teman selalu merasa rindu. Kami berbeda profesi, dan jarang bertemu muka dalam sepekan. Momen rutin inilah salah satu bentuk temu muka, saling sharing. Kami saling berbagi rasa, saling menringankan beban. Kami bersepakat bertemu di Sekolah Alam Bintaro, milik salah satu anggota group.
Biasanya diskusi dimulai pukul 06 pagi hingga ditutup pada pukul 10 siang. Entah kenapa materi-materi yang disampaikan senantiasa menarik dan up to date. Padahal beliau mengakui bahwa bahan seperti ini bisa jadi pernah disampaikan beberapa tahun yang lalu.
Salah satu yang ingin saya ketengahkan kali ini adalah nara sumber mengupas kandungan ayat ke-92 Surat Ali Imron. Baru beberapa contoh cerita sejarah saja, membuat bulu kuduk berdiri. Merinding.
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan Apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui”, itu terjemahan dari Surat Ali Imron ayat 92 tadi.
Infaq itu bermakna mengeluarkan atau membelanjakan harta. Infaq bisa juga mempunyai arti memberi nafkah. Kata infaq ada kemiripan dengan sedekah. Bedanya, sedekah lebih spesifik, pengeluaran harta dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedekah ada yang bersifat wajib seperti zakat. Ada juga yang sunnah seperti sedekah lainnya (selain zakat, seperti membiayai anak yatim, membangun masjid, dll).
Namun yang menarik adalah ketika infak dikaitkan dengan komitmen. Sebagai contoh yang gamblang adalah ketika para sahabat Rasulullaah SAW membelanjakan hartanya untuk mendukung beliau menyiarkan Islam. Assabiqunal awwalun tersebut adalah sekelompok manusia yang berjanji mengibarkan panji Allah dan menyiarkan kebaikan. Janji adalah komitmen. Baik ditulis maupun diucapkan saja, ukurannya adalah di hati masing-masing. Banyak contoh luar biasa seperti : Abu Bakar RA yang menginfakkan seluruh hartanya untuk dakwah. Umar bin Khattab RA menyerahkan separuh hartanya termasuk kebun di Khaibar untuk kepentingan ummat. Abu Thalhah seorang hartawan di kalangan Anshar, memberikan sebidang kebun kurma untuk kepentingan dakwah kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, atas perintah Nabi, tanah itu pun dibagi-bagikan kepada keluarga dekat Abu Thalhah sendiri. Pahala sedekah plus pahala menyambung tali silaturahim.
Dalam konteks kekinian dan kedisinian, secara sadar atau tidak, saya dan mungkin juga teman-teman, mempunyai komitmen masing-masing. Komitmen menjadi anggota suatu wilayah (yang paling kecil : RT/RW), jamaah suatu masjid, anggota organisasi baik itu nirlaba seperti ikatan alumni, yayasan bahkan yang beroriantasi keuntungan sekalipun perusahaan. Biasanya, ditetapkan iuran atau sejenisnya untuk menjalankan komitmen bersama tadi. Tentunya membelanjakan harta dalam konteks mengaplikasikan salah satu bentuk komitmen adalah menunaikan dengan baik (sesuai jumlah dan waktu yang ditetapkan).
Lha kalau perusahaan ? Salah satu contohnya adalah tidak terlalu perhitungan ketika melakukan pekerjaan yang di luar kebiasaannya. Apalagi ketika penyelesaian urusan tersebut melibatkan harta yang kita miliki. Harta bisa berupa pemakaian kendaraan pribadi, kekuarangan uang perjalanan dinas yang ditutup dengan uang pribadi. Ini misalnya, bisa jadi rupanya bisa yang lain.
Saya pun mulai menghitung kembali, berapa banyak infak yang berhubungan dengan komitmen yang belum saya tunaikan. Semoga anda pun mulai menghitungnya, para sahabat. Hari Raya Qurban salah satu momen yang tepat untuk memperoleh kebajikan itu.
Semoga kita digolongkan orang yang memperoleh kebajikan dengan membelanjakan harta yang kita cintai di jalan Allah.
Solo, 21 September 2015.
Sembari menunggu acara sharing session di Hotel Lorin, Solo, Jawa Tengah