Kisah Si Sedotan

“Saat ini keadaan sangat tidak menguntungkan buat kita. Sebentar lagi kita harus me-review biaya produksi. UMR sedang dirumuskan pemerintah daerah. Nampaknya akanada kenaikan yang besar. Kenaikan UMR akan mengerek biaya-biaya lain. Biayalogistik akan naik. Perusahaan trucking saya dengar juga akan menaikkan harganya. Sementara policy harga yang diberikan perusahaan juga tidak berubah. Masih seribu rupiah per botol,” jelas Direktur Operasional sembari mengaitkan dengan tantangan eksternal dan internal.

“Coba tim Research & Development dan tim sourcing mencoba mencari jalan agar kita tetap survive,” beliau memulai memberikan arahan. “Cari alternatif material yang lebih murah. Bentuk botol juga sepertinya perlu direview. Coba dipikirkan bagaimana agar harga botol, lid, dan sedotan bisa turun. Kalau bisa turun satu rupiah saja itu sudah lumayan,” begitu komandan tertinggi dalam operasi itu memberikan beberapa ide.

Memang benar, menurut hitung-hitungan kami jika masing-masing bahan baku dan kemasan yang jumlahnya 5 item itu bisa turun satu Rupiah saja berarti ada sekira 5 Rupiah yang bisa dihemat. Jika dikalikan dengan 1 hari produksi yaitu sejumlah satu 1.500.000 botol, maka dalam sehari bisa di hemat 7.500.000 juta Rupiah. Dan dalam satu bulan bisa dihemat kira-kira senilai 225 juta Rupiah. Wow… itu benar-benar jumlah yang tidak sedikit. Nilai itu sudah hampir setara 0,5% dari total potensial sales. Jika dibandingkan dengan biaya gaji karyawan termasuk biaya lebur, maka setidaknya bisa untuk memberi gaji kurang lebih 64 orang.

Kami pun mulai bekerja. Tim R&D memutar otak dengan keras untuk mengutak-atik desain kemasan. Bentuk dan ketebalan botol mulai didesain ulang. Tentu saja kami meminta kerjasama dengan perusahaan pembuatan cetakan atau mold. Kepada perusahaan tersebut kami minta memberikan proposal baru untuk desain perubahan mold botol.

Straw atau sedotan tidak luput dari sentuhan ulang. Spesifikasi lid (seal penutup botol). Lid menjadi lebih rumit karenamaterial utama masih banyak yang diimpor. Komponen itu terbuat dari perpaduan antara aluminium dengan plastik. Kami coba cari perusahaan lokal. Tangerang, Cikarang dan juga Malang kami jajagi. Kompetensi inti mereka memang membuat penutup botol. Kami yakin dengan teknologi yang dimiliki peusahaan yang memang ahlinya dalam lid, semua bisa dicari jalan keluarnya. Mereka bersedia melakukan percobaan beberapa spesifikasi baru.

Beberapa bulan kemudian hasilnya kelihatan. Salah satu perusahaan produsen straw berkenan melakukan inovasi sesuai arahan kami. Mereka mengubah desain sedotan menjadilebih ramping. Mereka juga menambahan material tambahan. Sedotan menjadi lebih kokoh. Tetap keras tidak mleyot (baca : bengkok) saat digunakan untuk mencoblos penutup botol. Istilah kami, kurus tapi keras.

Terobosan kecil itu memberikan harga beli kami, lebih rendah 0,7 rupiah per pcs. Lumayan. Artinya, setidaknya ada saving Rp. 1,15 juta per hari. Atau sejumlah Rp. 34,5 juta per bulan. Kalau UMR saat itu Rp. 3 juta. Maka setidaknya bisa menyelamatkan 11 orang. Jika 5 dari 11 orang itu mempunyai 1 istri dan 1 anak, maka menyelamatkan 21 orang. Dampak domino yang luar biasa dengan aksi kecil bernama sedotan.

Hikmah dari inisiatif early involvement sebuah proses.

.

Penggalan kisah dari Buku Cost Killer. Edisi daur ulang untuk menyemangati diri sendiri dan tim agar terus melakukan inovasi seberapa pun kecilnya.

Perlunya Pengelolaan Keuangan

Perlunya Pengelolaan Keuangan

 

Setiap pemilik usaha, tentunya akan menggunakan sumber daya yang dimikilinya secara efektif dan efisien sesuai sasaran atau target yang ingin dicapainya. Sumber daya itu bisa berupa, bahan baku, peralatan, manusia dan juga dana. Inilah yang disebut manajemen atau pengelolaan.

 

Manajemen menjadi urat nadi perusahaan. Hidup matinya perusahaan ditentukan oleh pengelolaannya. Tak peduli perusahaan itu masih berskala mikro atau besar sekali pun. Hanya beda skala saja. Salah satunya adalah pengelolaan dana atau keuangan.

 

Apa sih itu menajemen keuangan atau pengelolaan keuangan? Secara umum dapat diartikan sebagai proses penanganan keuangan usaha. Dapat dimulai dari membuat anggaran, menetapkan target, pencatatan pemasukan dan pengeluaran serta bagaimana melakukan investasi. Banyak teori yang berseliweran, namun dalam kesempatan ini dikemukan 3 hal saja.

 

  1. Rencana Kerja & Anggaran

Perencanaan menjadi salah satu kunci keberhasilan. Ketika kita gagal merencanakan, maka kita merencanakan untuk gagal. Begitu pepatah yang sering kita dengar. Dalam bisnis bisa kita tetapkan akan menghasilkan apa, berapa, bagaimana, kapan dibuat dan butuh apa. Sehingga dapat diketahui dibutuhkan dana berapa dan dari mana asal dananya.

 

Misal pembuat jamu, akan membuat jamu per hari berapa? Apa ada rencana peningkatan produksi? Dari berapa menjadi berapa? Apa perlu tambahan peralatan? Atau perlu tambahan sdm?

 

  1. Pencatatan

Pencatatan yang diperhatikan adalah pengeluaran untuk apa, kapan, berapa jumlahnya. Pemasukan juga dilakukan dari mana asalnya, kapan, berapa jumlahnya. Banyak ditemukan buku khusus untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan. Lebih sederhana lagi, setiap nota dicobloskan ke paku yang ada papannya. Ada 2 paku: paku untuk pengeluaran itu artinya bon pembelian. Paku berikutnya, untuk pemasukan, berisi bukti order atau pembayaran dari pelanggan. Misal setiap sore direkap, agar memudahkan ingatan kita. Misal jika ada nota yang keterangan tidak lengkap, maka setidaknya masih teringat. Pencatatan ini juga untuk menghindari tercampurnya dana pribadi dengan dana usaha.

 

Rekap bisa menggunakan buku yang dibuat khusus. Atau dengan perkembangan zaman yang saat ini, bisa menggunakan excel. Lebih bagus lagi jika beli sistem.

 

  1. Laporan Keuangan

Setidaknya berisi laporan rugi laba usaha dalam periode tertentu. Sebaiknya ada setiap akhir bulan kalender. Sehingga pada setiap akhir tahun, pemilik usaha tinggal melakukan konsolidasi laporan bulanan. Lebih baik lagi jika ada berapa harta/asset, hutang/piutang, dan modal usaha.

 

Laporan keuangan ini semakin rapi dan lengkap menunjukkan semakin professional pengelolaan usaha. Lebih jauh, jika membutuhkan modal dari luar, katakanlah pihak perbankan, dokumen ini biasanya yang ditanyakan dan dijadikan bahan acuan.

 

Banyak cerita yang ditemui, ada usaha yang membesar di luar dugaan dalam waktu singkat. Dan juga sangat cepat terpuruk ketika baru saja membesar. Artinya, belum sempat menikmati keuntungan yang tinggi, usaha sudah meredup bahkan tutup. Dalam beberapa kasus, sebab musababnya adalah pengelolaan keuangan yang tidak menggunakan tata kelola yang baik.

 

Sebagai contoh, ada kendaraan yang dibeli untuk kelancaran pemasaran dan penjualan, namun ternyata lebih sering digunakan untuk keperluan pribadi. Uang opersionalnya, beli BBM, uang tol, dll dicatat dalam usaha. Campur aduk. Lho, kan usaha ini milik pribadi, apa salahnya mobil digunakan pemiliknya. Boleh saja. Namun, biaya harus dipisahkan, mana yang mendukung peningkatan penjualan. Mana yang untuk keperluan pribadi. Bisa saja, ternyata pengeluaran mendukung aktivitas penjualan lebih besar dari kenaikan penjualan. Ternyata, biaya penggunaan kendaraan digunakan kepentingan pribadi dibebankan kepada usaha.

 

Kedisiplinan pengelolaan keuangan berpengaruh pada kelangsungan sebuah usaha. Harus tegas, mana pengeluaran untuk pribadi, mana untuk usaha, Membeli asset apakah untuk keperluan menaikkan kapasitas produksi, atau untuk gengsi.

 

 

 

#costoptimizer #usahamikromaju #sidomakmur #rakyatsejahtera #indonesiamaju

___Ari Wijaya @this.is.ariway | 08111661766 | Grounded Coach Pengusaha Mikro Indonesia.

Peningkatan Produksi, Penghematan Biaya

Peningkatan Produksi, Penghematan Biaya

 

Usaha meningkat itu dambaan semua pengusaha. Usaha mikro juga termasuk. Biasanya dikelola sendiri, diurus sendiri, sekarang melebarkan usaha. Peningkatan produksi bisa dengan penambahan kapasitas di rumah produksi sendiri. Menambah mesin atau orang yang dikaryakan. Atau bisa juga membuka cabang di beberapa tempat untuk memperluas distribusi.

Bukan perkara mudah. Beda tangan, beda hasil. Bisa saja itu terjadi. Namun sudah harus bisa ditangani dari sekarang. Oleh karenanya, proses bisnis dan prosedur bisa dituliskan tidak sekedar dalam ingatan. Banyak memang persiapannya. Tapi jangan sampai persiapan ini mengendurkan semangat.

Banyak hal yang bisa menjadi penyemangat. Di samping meningkatkan keuntungan, dengan peningkatan produksi ada kesempatan memberi peluang usaha bagi orang lain.

Peningkatan produksi atau biasa disebut scale up itu menambah keuntungan. Ya iyalah. Kan jualan tambah banyak, maka jumlah keuntungan lebih banyak. Ehm… yang dimaksud keuntungan ini, supaya sama pemahaman, adalah prosentasenya tau disebut margin nya.

Begini salah satu ilustrasinya. Kalau biasanya kita jualan 100 pcs, mendapatkan penghasilan, 1.000. Biaya pembelian bahan baku 600. Biaya operasional 100. Untung bersih 300. Prosentase keuntungan yang 300 ini dibandingkan dengan penghasilan (revenue) adalah 30%. Inilah yang disebut margin.

Scale up menjadi 1.000 pcs. Penghasilan 10.000. Penghasilan, naik 10 kali. Biaya pembelian bahan baku seharusnya naik 10x juga. Biaya operasional menjadi 1.000. Nha ini, yang menarik. Biaya bahan baku. Biaya pembelian bahan baku bisa turun. Kok bisa? Contoh sederhana, saat bila beli 1 kg telur harganya misal Rp. 25ribu. Kalau beli 10 Kg, biasanya ada diskon, katakanlah menjadi Rp. 23.500. Turun Rp. 1.500,- atau 6%. Lumayan. Jika beli lebih banyak lagi, malah bisa mendapatkan diskon lebih banyak. Bahkan ada kemudahan lain, misal: barang diantar ke rumah, pembayaran tunda, dll.

Coba kita tangkap saja peluang ini. Biaya bahan baku turun 4%, sehingga perhitungan menjadi :

Penghasilan                                        : 10.000,-

Biaya Pembelian Bahan Baku :   5.760 ,-

(sebelumnya 6.000 mendapat diskon 240 atau 4)

Biaya Operasional                               :   1.000,-

(dianggap naik juga 10x lipat, meski bisa juga dihemat)

Keuntungan bersih                              :   3.240,-

(naik 240 rupiah atau marjin dari 30% menjadi 32,4%)

Dalam hal ini marjin naik 8% dengan penghematan 4% pada pembelian bahan baku. Penghematan ini karena peningkatan kapasitas produksi atau scale up.

Disinilah manfaat scale up ada peluang penghematan biaya. Di samping mendapatkan kenaikan keuntungan karena penjualan bertambah, juga mendapatkan keuntungan tambahan dari penghematan biaya produksi dan lainnya.

Tapi bagaimana jika tempatnya berbeda dan berjauhan. Biaya pengangkutan bahan bisa naik juga. Memang betul. Inilah yang disebut kekuatan tawar. Harus pandai memanfaatkan bargaining power atau kekuatan tawar saat kebutuhan kita lebih banyak bahkan meningkat tinggi. Ketika seseorang beli sedikit kekuatan tawar akan lemah. Tapi saat membeli lebih banyak bahkan 10x, maka kekuatan tawar bisa dimainkan. Misal : beli ditempat yang sama, namun pada jarak tertentu, mendapatkan fasilitas biaya kirim gratis. Ini sering juga kita lihat pada toko atau supermarket. Belum lagi, dengan pengadaan yang besar, tak diperlukan pembayaran tunai. Tapi pembayaran tunda. Misal 30 hari setelah barang diterima. Dari perputaran dana ini punya manfaat. In sya Allah masih banyak lagi fasilitasnya.

Semoga menambah semangat meningkatkan produksi.

#costoptimizer #usahamikromaju #sidomakmur #rakyatsejahtera #indonesiamaju

___Ari Wijaya @this.is.ariway | 08111661766 | Grounded Coach Pengusaha Mikro Indonesia.

Ukuran yang Pas, Keuntungan Naik

Ukuran yang Pas, Keuntungan Naik

 

Pernahkah saat membeli makanan ringan alias jajanan, bungkusnya besar? Saat dikonsumsi, terlewat mengontrol penutupnya. Eh.. pas ingin makan lagi, ternyata makanan di dalamnya melempem, ada semut. Intinya tidak sesuai harapan semula. Bahkan sisa yang di dalam bungkus itu kadang dibuang. Bagi pembeli ini tentu saja kerugian. Losses. Parahnya, pembeli tidak mengulang alias tidak mau membeli produk itu lagi. Konsumen tidak balik lagi adalah kehilangan terbesar dalam usaha.

Padahal sang penjual dengan kemasan yang lebih besar, bermaksud mengurangi harga, Maklum harga kemasan juga tidak murah.

Menentukan kemasan yang pas, sesuai kebutuhan pelanggan, bukan hal yang mudah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

  1. Menetapkan Target Pasar/Konsumen

Konsumen yang seperti apa yang akan disasar. Konsumen agen atau mau dijual lagi, atau ketengan alias kepada penikmat akhir, end-user?  Untuk anak-anak, orang dewasa, pria atau wanita? Kalau untuk agen atau akan dijual lagi, maka kemasan besar bisa dijadikan pertimbangan. Tapi kalau akan dijual langsung satuan, maka kemasan yang isinya habis sekali makan, juga patut diperhitungkan.

 

  1. Menarik dan Gampang Dilihat

Pandangan pertama itu selalu menggoda. Prinsip ini juga perlu untuk kemasan. Bagaimana kemasan punya bentuk dan warna yang mudah dilihat dan tentunya menarik perhatian. Minimal orang yang melihat mau mendekat dan akhirnya membeli.

 

  1. Unik atau Punya Ciri khas

Ciri khas ini untuk meudahkan orang mengingat. Banyak orang lupa akan nama, tapi bentuknya bisa disebutkan dengan baik. Kemasan yang berbentuk unik, akan membantu mengingat merek bahkan isinya. Ada makanan dengan bungkus segi enam. Atau kemasan menggunakan pelepah pisang kering, dsb. Bungkus yang unik mencirikan produk. Saat ditenteng atau dipajang, orang akan mengingat produk tersebut. Orang pun mudah mengingat dan menularkan kepada yang lain.

 

  1. Ukuran Kemasan

Kemasan ibarat baju. Jika kekecilan juga tidak nyaman. Longgar juga tidak bagus baik dari sisi penampakan maupun biaya. Di samoing itu bungkus harus sesuai dengan produk di dalamnya. Ukuran pun harus memperhatikan kebutuhan konsumen. Bagaimana kemudahan dibawa baik saat tangan kosong atau saat harus dikemas.

 

  1. Edisi Khusus/Spesial

Kemasan adalah iklan berjalan. Kadang perlu juga dibuat dengan memanfaatkan momen khusus. Misal, berbentuk ketupat lebaran. Atau bungkus yang menyerupai bintang. Tentunya masih ingat ada produk sabun dengan kemasan gelas. Setelah sabun habis, gelasnya bisa dipakai untuk kesehariannya.

 

  1. Strategi Harga

Harga juga mempengaruhi kemasan, meski produk di dalamnya sama. Kita akan berjualan jamu instan untuk konsumen manca negara. Harga yang dibidik juga premium. Maka kemasan juga perlu dipikirkan yang premium. Misal menggunakan sachet celup. Sekali celup bisa dibuang. Di samping itu tehan lama ketika disimpan.

 

Banyak konsumen yang tertarik karena kemasan. Sabun coleh dengan kemasan plastic dibandingkan dengan kemasan gelas. Bisa jadi, orang yang tertarik membeli gelasnya, sabun justru menjadi semacam sampingan. Dengan begitu peluang pembeli bisa lebih banyak. Itu artinya peluang penjualan semain tinggi, keuntungan bisa dicapai berlipat.

 

#costoptimizer #usahamikromaju #sidomakmur #rakyatsejahtera #indonesiamaju

___Ari Wijaya @this.is.ariway | 08111661766 | Grounded Coach Pengusaha Mikro Indonesia.

Manajemen Produksi untuk UMKM

Manajemen Produksi untuk UMKM

 

Menjalankan usaha agar dapat  bertahan dalam persaingan, termasuk usaha yang berskala mikro, perlu dilakukan beberapa bidang pengelolaan. Pengelolaan atau manajemen yang diperlukan:  administrasi, sumber daya manusia, pengelolaan operasional/produksi, dan juga pemasaran. Semuanya tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Tapi harus dilakukan bersamaan. Semakin berimbang, semakin ideal dan bagus.

Pengelolaan administrasi diantaranya adalah pencatatan, baik rekap order, pembelian bahan baku, keuangan, dan masukan/kritikan pelanggan. Pengelolaan sumber daya manusia. Lha kalau semua saya kerjakan sendiri, tetap saya harus dipisahkan. Berapa lama merekap order. Berapa lama waktu dibutuhkan saat membeli bahan baku. Butuh waktu saat mengolah bahan baku menjadi produk jadi, Dan seterusnya. Kenapa penting? Karena saat kita membutuhkan bantuan orang lain atau asisten, sudah diketahui butuh berapa. Manajemen pemasaran juga perlu ditata. Apa dilakukan mandiri atau dijalankan orang lain? Pakai media apa? Frekuensi berapa kali melakukan iklan, dll.

Bagaimana dengan manajemen produksi? Ini yang coba lebih dikupas lebih dalam. Pengelolaan produksi atau manajemen operasional pada dasarnya merupakan proses pengubahan bahan mentah menjadi produk atau jasa yang diinginkan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Jadi kalau membuat susu jahe instan, maka bagaimana mengolah susu, jahe dan guka menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Tentu perlu keputusan-keputusan yang diambil agar barang dan jasa yang diproduksi memiliki nilai jual. Pemilik usaha yang menentukan suatu tingkat produksi yang dapat memberikan keuntungan lebih dengan meminimumkan biaya produksi. Disinilah bagiamana pentingnya menentukan bahan baku seperti apa yang akan dibeli dengan memaksimalnya dalam proses produksi. Mustahil usaha membuat barang jadi bisa berjalan jika tidak ada bahan yang memungkinkan dalam proses produksi itu sendiri. Banyak pendapat terkait manajemen produksi yang dapat dilakukan supaya usaha mikro yang ada tetap dapat berjalan dan berkembang lebih besar kedepannya:

  1. Bahan Baku

Produk jadi bisa memanfaatkan bahan baku yang ada di sekeliling tempat usaha. Jika tidak ada, dapat dibeli dengan biasanya memanfaatkan bahan baku yang ada disekeliling mereka. Misal, kebun sendiri, bahan yang ada di rumah, dll. Ketika tidak ada bahan baku dari lingkungan sekitar, maka bisa membeli dari pasar terdekat.

  1. Mutu Produk

Sangat penting untuk selalu menjaga kualitas dari barang yang diproduksi supaya pelanggan tidak mudah ke lain hati, eh ke lain lapak. Pemeriksaan dengan teliti terhadap bahan baku, proses produksi hingga produk perlu dilakukan. Bisa secara random atau sampling, Bila perlu dan produksi tidak terlalu besar, pengecekan bisa dilakukan satu persatu.

  1. Persediaan/Stok

Persediaan adalah salah satu pemborosan. Menjaga stok produksi barang harus dilakukan agar sirkulasi uang tetap berputar dengan baik dan lancar tidak mengalami perubahan secara drastis. Kekurangan jumlah barang yang hendak dijual, karena akan membuat konsumen kecewa. Mereka bisa pindah ke produk lain. Bahaya ini. Menimbun stok barang, juga bisa mengkhawatirkan, sementara pelanggan belum bisa ditarik minatnya secara optimal. Uang mati istilahnya. Cash flow bisa berantakan.

  1. Pergudangan (Pindah/Simpan)

Proses penyimpanan stok produk jadi perlu perhatian supaya tidak mengalami kerusakan yang dapat menyebabkan produk tidak dapat dijual. Apalagi jika produk kita punya masa kadaluwarsa. Pemeriksaan dan perawatan berkala terhadap tempat penyimpanan barang perlu dilakukan secara berkala. Jika menggunakan freezer misalnya, perlu dicek bagaimana suhunya. Terlebih jika sering listrik padam di wilayah tersebut.

  1. Purna Jual

Layanan ini juga tidak boleh dilupakan. Konsumen yang telah berkenan membeli produk kita adalah kesyukuran. Keberadaan mereka perlu dirawat. Setidaknya jika ada keluhan dapat diresponse dengan cepat. Mendengar juga masukan untuk memperbaiki produk kita. Bisa masukan terkait produk, kemasan atau pengirimannya. Indikator yang relative mudah sebagai tanda bahwa produk kita diterima adalah ada pemesanan berulang dan meningkat. Di samping itu semakin luasnya masyarakat yang mengetahui tentang produk yang sedang di pasarkan.

Manajemen yang dapat diterapkan agar usaha dapat tetap berjalan bahkan berpotensi bisa berkembang menjadi lebih besar hanya dari usaha modal kecil yang ditekuni dengan serius.

 

 

 

#costoptimizer #usahamikromaju #sidomakmur #rakyatsejahtera #indonesiamaju

___Ari Wijaya @this.is.ariway | 08111661766 | Grounded Coach Pengusaha Mikro Indonesia.

Stok Barang Mending Lebih atau Kurang?

Stok Barang Mending Lebih atau Kurang?

 

Pada kawasan sebuah kota tidak jauh dari Jakarta, ada beberapa WA Group yang berisi promosi dan pasar bagi komunitas. Ini salah satu upaya sesame warga untuk memromosikan produk dan bahkan bisa beli produk teman.

Suatu saat saya mendapatkan jawaban dari WA sebuah WAG UMKM.

“Pak, barangnya habis. Besok saya kabari”, begitu jawaban atas pesanan makanan yang saya pesan.

Padahal sekeluarga pingin banget merasakannya. Esoknya, saat ada tawaran, ternyata kita sudah mendapatkannya dari tempat lain.

Saya yakin, banyak yang mengalami hal seperti itu saat belanja lewat daring. Bagi penjual tentunya, tidak enak juga menolak permintaan pelanggan. Sayang banget. Banyak faktor kenapa stok tidak diperbanyak. Ada juga memang konsisten ingin menjual segitu saja. Habis jam berapa pun, ia tidak menambah produksi. Ia ingin menciptakan rasa penasaran, kpada pembeli. Namun, ada juga yang tidak siap bahan bakunya atau kemasan. Satu bahan kebanyakan. Bahan lain kurang. Faktor kedua ini yang perlu dipecahkan.

“Kadang kita buat 100 pak, tidak habis, Bingung juga mau dikemanakan. Eee.. pas buat lebih sedikit, orderan banyak banget. Kita nggak ada bahan”, salah seorang penjual menanggapi WA saya saat saya bilang bahwa saya sudah ada makanan yang kami minati.

Bagaimana supaya persediaan bisa memenuhi harapan pelanggan? Data memegang peranan penting. Persediaan yang tidak pas pemborosan juga. Semua order pasti dicatat. Baik dikertas, dilayar WA, dan sebagainya. Perlu dirapikan. Bisa saja diambil rata-rata dalam 1 bulan. Kemudian dilihat juga saat mana permintaan turun. Waktu apa permintaan naik.

Dengan data tersebut kita bisa melakukan perkiraan berapa kebutuhan pelanggan yang sudah bisa menerima produk yang ditawarkan. Data rata-rata penjulaan yang akan dijadikan patokan. Produk kita tentunya punya daftar bahan baku yang dibutuhkan. Itu biasa disebut bill of material (BOM). Ehm, singkatannya kok mengerikan. Boleh saja disebut BOMA. Bahan atau material yang dibutuhkan untuk merakit, mencampur atau memproduksi produk akhir itulah BOMA. BOMA akan menjadi alat pengendali produksi. Supaya persediaan baik bahan baku maupun produk akhir menjadi optimal. Lebih bagus lagi jika dalam BOMA juga disertakan toleransi produk catat. Misalnya dalam proses pengadukan, ada bahan yang tercecer dll. Toleransi yang kita berikan misalnya 1%, maka jika kita butuh untuk produksi normal bahan 100, maka dalam BOMA ditulis 100 + 1% atau sama dengan 101.

Sebagai contoh, membuat produk Suhu Jahe Instan 100 kg, dibutuhkan; susu bubuk 50 kg, bubuk jahe 30kg, gula aren bubuk 20kg. Karena ada toleransi bahan tercecer dalam proses produksi adalah 1%, maka pada BOMA ditulis:

Susu Bubuk : 50,5kg. | Bubuk Jahe: 30,3kg. | Gula Aren bubuk: 20,2 kg

Dari BOMA tersebutlah kita akan belanja.

Tapi saya pingin ada stok produk akhir, bagaimana caranya?

Stok atau persediaan, dalam contoh pembuatan susu jahe instan, maka perlu diperhatikan adalah batch atau kemampuan mesin mixer/pengadukan. Jika kapasitasnya 5-6 kg, maka sebaiknya persediaan adalah kelipatan mesin kita. Atau bisa juga kelipatan kemasan bahan baku. Namun, dalam proses produksi lebih diutamakan kapasitas mesin. Dalam proses pembuatan BOMA ini segala aspek yang berhubungan dengan keuangan perlu dicatat. Termasuk menghitung berapa biaya produksi.

Sehingga persediaan atau stok itu mending lebih atau kurang, tentunya bisa dijawab berdasarkan data. BOMA menjadi patokan atau acuan. Ini agar kita bisa menjamin bahwa jumlah bahan yang dibeli, produk akhir yang jadi bisa sesuai harapan pelanggan. Setidaknya kita mengurangi kekecewaan pelanggan karena kehabisa stok. Atau juga mengurangi biaya kita akibat persediaan yang berlebihan.

 

#costoptimizer #usahamikromaju #sidomakmur #rakyatsejahtera #indonesiamaju

___Ari Wijaya @this.is.ariway | 08111661766 | Grounded Coach Pengusaha Mikro Indonesia.

Daya Tarik, Kemasan Menarik

Daya Tarik, Kemasan Menarik

 

Suatu saat ada rekan berjualan nasi rames. Ia memberikan pengumuman ke beberapa WA Group. Ia mengemasnya dengan bungkusan ketas coklat berlapis tipis plastik. Kebetulan masjid yang biasa menyelenggarakan acara kajian pagi, memesan nasi ramesnya. Kajian rutin setiap akhir pekan yang ditutup dengan sarapan bersama. Beberapa jamaah yang membuka bungkusan dan melahapnya. Ada yang dihampar dilantai dengan alas kertas bungkus. Ada yang dibuat seperti pincuk. Ada yang sibuk mencari piring ke ruang marbot. Ada yang mengurungkan sarapan bersama dan ijin membawa bungkusan sarapan ke rumahnya. Kemasan kertas itu pun ditenteng,. Jika ada tas plastik, ada yang membawanya dengan tas.

Pemandangan itu memancing beberapa diskusi. Menariknya, pemilik usaha juga ada di tengah-tengah peserta. Evaluasi juga dilakukan setelah acara usai. Beberapa panitia berkumpul sejenak. Salah satunya adalah terkait konsumsi. Diskusi dimulai dari porsi makanan dan ragam makanan.

Salah satunya yang mengernyitkan dahi pemilik usaha adalah perubahan packaging. Dia diminta mengubahnya, pakai kemasan kotak kertas atau plastik. Dilengkapi dengan sendok. Kenapa dahi berkerut? Jelas itu menambah biaya. Apalagi jika harga dipatok sama. Diskusi singkat diputuskan, bahwa kemasan diubah dan biaya kemasan ditanggung panitia. Penggantian ini bukan tanpa alasa. Ini memudahkan orang menikmati makanan. Potensi makanan berserakan di lantai diharapkan berkurang.

Pekan selanjutnya, makanan pagi itu hadir dengan beda penampilan. Hampir semua jamaah menyambut baik. Berdecak kagum atas peningkatan yang diberikan. Makanan di dalamnya pun tidak ambyar. Ada yang membawa pulang ke rumah juga dengan mudah. Ditenteng dengan mudah.

Dua hari berselang, Mas Bagus, sang pemilik bercerita setelah Sholat Maghrib tuntas.

“Pak, Alhamdulillaah, saya dapat order lumayan ini dari jamaah untuk acara mereka”, katanya mengawali obrolan dengan muka berbinar.

“Pemesan minta saya pakai kemasan kotak plastik seperti di masjid lusa. Katanya, menarik dan lebih rapi”, sambungnya.

Ternyata pelanggan itu melihat juga dari sisi estetika alias indah dipandang mata. Kemasan punya fungsi protektif dan juga promosional. Kemasan melindungi produk dari pergerakan saat berpindah tangan atau pindah lokasi. Kemasan untuk menarik perhatian kepada sebuah produk dan memperkuat citra produk. Ada juga memang dibuat dengan kombinasi kedua tujuan dari keduanya. Marketing dan logistik dimana kemasan menjual produk dengan menarik perhatian dan mengomunikasikannya. Hal ini yang ditangkap oleh salah satu jamaah tadi.

Philip Kotler, salah seorang Ahli Pemasaran di Dunia, pada bukunya Manajemen Pemasaran (1999) mengemukakan empat fungsi kemasan sebagai satu alat pemasaran alias marketing, yaitu :

  1. Potret Diri. Kemasan harus menarik, menyebutkan ciri-ciri produk, meyakinkan konsumen dan memberi kesan menyeluruh yang mendukung produk yang ada di dalamnya.
  2. Pemikat Pelanggan. Konsumen dengan sukarela membayar lebih mahal bagi kemudahan, penampilan, ketergantungan dan prestise dari kemasan yang lebih baik.
  1. Citra Usaha. Perusahaan atau usaha dapat dikenal kekuatannya dari kemasan yang dirancang dengan cermat dalam mempercepat konsumen mengenali perusahaan atau merek produk.
  2. Inovasi. Kemasan yang inovatif akan bermanfaat bagi konsumen, seperti kemudahan saat dibawa atau dikonsumsi. Hal ini juga memberikan keuntungan bagi produsen.

Penambahan kemasan yang menarik, tentu saja menambah biaya. Tapi biaya tersebut bisa ditutup dari hasil penjualan yang meningkat. Adanya promosi dari kemasan itu sendiri. Bisa saja mengurangi biaya promosi. Karena kemasan yang dibawa kemana-mana atau sedang berpindah tempat, telah menjadikan orang lain tahu dan tertarik.

 

 

#costoptimizer #usahamikromaju #sidomakmur #rakyatsejahtera #indonesiamaju

___Ari Wijaya @this.is.ariway | 08111661766 | Grounded Coach Pengusaha Mikro Indonesia.