Contingency Plan

Pagi ini, saya harus bangun lebih awal. Kebetulan saya harus mengejar pesawat di Bandara Halim PK. Sekaligus melakukan dropping-off garwa saya ke travel langganannya. Direncanakan bangun pukul 03.30 WIB, alhamdulillaah dibangunkan Gusti Allah pukul 02.30 WIB. Masih ada 1,5 jam untuk persiapan. Setelah bermunajat malam, saya mencoba menuntaskan laporan semalam sekaligus mengirim pesan kepada team via email dan WA.

Walau sudah disiapkan matang, menurut perhitungan kami, ternyata keberangkatan travel pukul 5 pagi sudah terlewat. Hal itu diketahui dari telpon petugas travel, yang mengatakan travel siap diberangkatkan. Jam memang sudah menunjukkan pukul 04.55 WIB. Tak terkejar, kami baru menempuh seperempat perjalanan. Sekira kurang 10-15 menit lagi menuju pool. Istri saya pun harus merelakan ditinggal atau seatnya diisi penumpang yang waiting list. Perjalanan pun diteruskan ke airport dan istri dengan terpaksa diantar juga ke Bandung.

Ada hikmah di balik kejadian pagi ini. Biasanya istri saya ‘alergi’ diantar mobil ke Bandung yang dikendarai tetangga yng berprofesi sebagai driver dadakan. Katanya tidak fleksibel dan berbagai alasan lain. Perlu sedikit pemaksaan, bukan apa-apa, saya pun beralasan agar ia bisa lebih tenang dalam perjalanan dan dapat diatur mandiri. Jadi justru lebih fleksibel. Sudut pandang yang berbeda dalam menerjemahkan ‘ketenangan’ dalam perjalanan.

Rencana awal memang saya pakai taksi ke bandara dan istri diantar anak mbarep pakai motor ke agen travel. Khodimat juga diminta hadir lebih pagi. Namun, semalam saya kontak Mas Syukron yang biasa saya gunakan jasanya. Syukurlah, ia belum ada jadwal. Rencana disiapkan ada cadangan. Perubahan dilakukan, kami menggunakan mobil sendiri untuk semua agenda. Pertimbangannya, anak saya baru tiba sekira pukul 11 malam bersama temannya dari latihan futsal. Adzan subuh sekira pukul 04.25, sangat mepet waktu persiapan. Jadi jika tertinggal travel, maka mobil bisa berubah arah. Sebelumnya, ke travel pool selanjutnya ke bandara dan mobil balik lagi ke rumah. Rute pagi ini berubah, ke airport hanya dropp-off dan langsung ke Bandung.

Contingency plan. Saya mencoba dan membiasakan dalam menjalankan aktivitas, terlebih dengan jadwal yang ketat, dengan rencana cadangan. Jadi kalau rencana awal gagal dengan cepatnya rencana berikutnya berjalan. Perubahan dapat cepat dilakukan. Apa yang disajikan Gusti Allah pagi ini, bisa jadi sederhana. Namun, saya merasakan betapa pentingnya alternative. Coba dibayangkan ketika saya naik taksi dan garwa saya tertinggal travel. Saya yakin, ia harus ngantri dan waiting list dengan resiko tidak berangkat. Kalau pun dapat masih ada resiko terlambat. Ia harus mengejar pelatihan yang dimulai pukul 8 di Gedung Rektorat ITB. Bisa berantakan. Effort yang dilakukan pagi hari bisa tidak berbuah optimal sesuai harapan.

Apakah yakin, istri tidak terlambat dengan mobil sendiri ? Pengalaman menunjukkan belum pernah, namun tetap berikhtiar dan berdoa, semoga selamat dan dilancarkan Allah yang Maha Mengatur. Jika pun terlambat, usaha kami semoga menjadi catatan tesendiri sebagai ikhtiar hamba kepada qodho dan qodar Illahi Robbi. Enjoy your travelling and training, honey. Kecup dari jauh.

Rencana cadangan ibarat ban cadangan, keberadaannya lebih menentramkan. Insya Allah.

Bandara Halim Perdana Kusuma, 26 September 2015

Sembari menunggu boarding time menuju Malang di lounge yang dingin semilir.

Silahkan share jika bermanfaat!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

17 − ten =