Saya terpaku sejenak ketika melihat sosok perempuan berjilbab yang duduk di bangku belakang.
“Kayaknya kenal, tapi siapa ya ?”, gumam saya dalam hati.
Saya tak berani memandang terlalu lama. Saya mengingat agak lama sembari mencari tempat duduk. Belum nemu juga untaian pengingat dalam otak ini. Saya pun fokus pada pembicara utama yang masih menyampaikan materi dengan sangat antusias. Materi yang disampaikan dalam rangkaian Inaugurasi Pengurus Komunitas Sukses Mulia.
Tak berapa lama, Mas Indra (Indrawan Nugroho), sang pemateri utama, menyebut nama Helvy Tiana Rosa. Ia memberikan waktu untuk menyampaikan paparannya. Wow, ternyata perempuan tadi adalah Mbak Helvy.
Mic pun berpindah tangan. Tak perlu waktu lama, suasana paparan pun menghangat. Gaya khas Kakaknya Asma Nadia ini penuh antusiasme. Intinya, ia menyampaikan proses memfilmkan novelnya yang laris manis pas awal terbit sekira 18 tahun lalu. Ya novel itu, Ketika Mas Gagah Pergi (#KMGP).
Prosesnya ternyata penuh perjuangan. Fokus perhatian saya ada tiga atas #KMGPThemovie.
Bagaimana ia memberi syarat pemerannya adalah figur yang berperilaku yang sama baik ketika di layar lebar maupun kesehariannya. Beberapa kali penulis yang juga dosen ini menampilkan cuplikan pemeran film dan paparan kehidupan sehari-hari mereka.
Ia pun menjadi produser tanpa melibatkan production house besar. Ini karena ia ingin menampilkan versi layar lebar yang tidak berbeda dengan versi tulis. Idealisme yang ia bentengi dengan rapat.
Perhatian ketiga saya adalah soal biaya. Sejauh pengetahuan saya, ini baru pertama kali di dunia, pembuatan film dengan dana dari crowd funding alias urunan alias iuran dari sahabat Helvy dan juga seluruh penggemar dan pendukung novel KMGP. Tag line-nya pun, keren abis.
“Ini film Kita. Kita yang modalin. Kita yang buat. Dunia yang nonton !”
This is trully the inspiring guest. Mas Indra memang penuh kejutan.
Saya pun tidak sabar jadinya untuk turut menonton film yang bercerita tentang anak muda yang beraksi melakukan perubahan ini. Apalagi Komunitas Sukses Mulia juga didaulat menjadi salah satu motor kesukseskan film ini.
Silakan mengunjungi www.sastrahelvy.com untuk menilik pemeran dan sedikit kisahnya. Atau mengunjungi : www.kmgp.act.id untuk mendapatkan tiket nonton pre-sale yang istimewa itu.
Oh ya.. perkenankan saya mencuplik salah satu cerita di KMGP.
=====
Ketika Mas Gagah Pergi by Helvy Tiana Rosa
Jam 06.00. Aku baru saja membuka buku sosiologiku sambil menikmati semilir angin pagi ketika sebuah salam menyapa seluruh penumpang bus yang masih tampak terkantuk-kantuk….
Lelaki itu lagi! Kali ini ia mengenakan kemeja kotak-kotak hijau dan menyandang ransel.
“Maaf, saya mengganggu perjalanan Anda semua,” katanya tersenyum. “Sesungguhnya orang yang ‘laisa minal khoisirin’ atau bukan termasuk orang-orang yang merugi adalah mereka yang senantiasa nasehat-menasehati dalam keadaan apa pun.”
Kututup buku sosiologiku. Penasaran.
“Ibnu Umar pernah berkata: “Aku datang kepada Nabi SAW, maka bertanyalah seorang pria Anshor: Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling bijaksana dan paling mulia?” Maka Nabi Saw menjawab: “Orang-orang yang paling banyak mengingat mati dan gigih berusaha untuk persiapan menghadapi mati, merekalah orang-orang yang bijaksana sehingga mereka itu nantinya pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan keutamaan akhirat,” demikian hadist riwayat Ibnu Majah. Maka kembali pada diri kita, sudahkah kita siap menghadapi kematian yang pasti datang? Dalam Al-Qur’an dikatakan kita tak akan bisa lari daripadanya. Bahkan saudaraku, bisakah kita menjamin bahwa esok kelak kala matahari terbit kita masih hidup?”
Hening. Yang terdengar cuma deru mobil dan suara teriakan kondektur bus. Aku tergetar. Ah, mati. Mengapa lelaki ini bicara soal mati? Hal yang sudah lama tak lagi kupikirkan sejak Mas Gagah pergi….
Lelaki itu terus bicara. Suaranya yang keras bersaing dengan deru bus dan hingar bingar jalan raya. Tapi ia seolah tak peduli. Kini kutangkap ketulusan, juga semangat yang menyala-nyala dalam dirinya.
“Minggu! Minggu!”
Setelah berpamitan pada semua penumpang, seperti biasa ia turun. Sebelumnya kudengar suara seorang Ibu.
“Saya kira anak tadi ceramah terus minta duit…, nyatanya kok enggak ya, padahal saya sudah siapin!” katanya tak mengerti sambil memasukkan kembali selembar ribuan ke dalam tasnya. Beberapa kepala yang lain manggut-manggut.
Upss! Mestinya aku turun juga di Pasar Minggu. Yaaa, kelewatan deh! Habis, lelaki itu hari ini membuatku harus mengusap airmata. Mati. Kata-kata itu terngiang terus setelah aku sampai di sekolah!