Memerdekakan Pendidikan
Oleh : KH. Imam Zarkasyi *)
.
Pendidikan nasional kita sudah seharusnya memasukkan pendidikan jiwa merdeka, mewujudkan kepribadian sebagai warga negara yang sudah merdeka. Pendidikan ini merupakan kebalikan dari jiwa pendidikan kolonial yang hanya menyiapkan peserta didik menjadi pegawai.
.
Cita-cita anak didik yang hanya ingin menjadi pegawai, membuat mereka tak mampu membuka mata, untuk melihat apa yang harus dikerjakan, dan harus dipikirkan. Selain sekedar menjadi pegawai. Kita sudah lama merdeka. Seharusnya sudah ada perubahan. Bahkan pembaharuan dalam jiwa pendidikan.
.
Ada beberapa kerusakan mental dari pendidikan kolonial.
- Orang yang sudah bersekolah tak mau bekerja kalau tidak menjadi pegawai. Mata hatinya pun tertutup dan pikirannya buntu. Tidak melihat dan mengerti pekerjaan maupun usaha yang masih amat banyak dan sangat bermanfaat dikerjakan.
- Anak atau pemuda yang tidak diangkat atau tidak mendapat tempat dalam kepegawaian, akan kecewa dan frustasi. Yang lebih berbahaya jika kekecewaan ini menggerakkan mereka melakukan hal-hal yang merusak dan merugikan. Seperti menjadi pencopet, penggedor, penipu, atau menuntut-nuntut, dan lain-lain.
- Apabila mereka sudah diangkat menjadi pegawai dan sudah meraih cita-citanya itu, mereka pun mati. Tidak berbuat apa-apa jika tidak diperintah atasannya. Tidak melihat hal-hal yang masih dapat dikerjakan dan diusahakan untuk kepentingan pribadi, masyarakat, dan negara.
- Lemahnya perekonomian bumiputera. Karena anak-anak pribumi yang bersekolah hanya bercita-cita menjadi pegawai, tidak berpikir dan tidak mengetahui usaha-usaha perekonomian kecil dan menengah yang masih dapat dikerjakan, akhirnya perekonomian dan perdagangan kecil dan menengah dalam negeri pun sekarang ini masih dipegang orang-orang non pribumi yang tidak bersekolah. Apa sebabnya? Karena mereka tidak mungkin dan tidak ingin menjadi pegawai.
.
Ada sedikit kalangan orang bumiputera yang tidak sekolah, lalu berhasil memegang peranan dalam ekonomi. Kemudian mereka mulai menyekolahkan anaknya agar usahanya dapat meningkat. Tetapi ternyata, sesudah anak itu lulus sekolah, sangat sedikit atau bahkan tak ada yang mau meneruskan usaha orang tuanya. Mereka lebih senang menjadi pegawai, karena banyak menganggap bahwa menjadi pegawai kedudukannya lebih terhormat, dan penghidupan akan lebih terjamin.
.
Bagaimana memberantasnya? Yang jelas, caranya dengan menanamkan pendidikan nasional yang jiwa bebas merdeka, memiliki keyakinan hidup, berkepribadian, berakhlak, dan berTuhan. Sejak pendidikan di lingkungan rumah tangga, taman kanak-kanak, hingga perguruan tinggi. Ada istilah wiraswasta. Istilah ini sering hanya diartikan sebagai pengusaha swasta yang sukses. Padahal sebenarnya yang harus diambil adalah jiwa kewiraswastaannya. Dalam kata-kata ini terkandung maksud kebebasan, kepribadian, dan keyakinan hidup.
.
Jiwa kewiraswastaan yang berdasarkan Pancasila dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), harus ditanamkan sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Andaikata sesudah itu mereka menjadi pegawai, in sya Allah mereka akan menjadi pegawai yang baik, yang dapat hidup tak sebagai alat yang mati.
.
.
*) KH. Imam Zarkasyi adalah salah satu pendiri Pondok Modern Darusalam Gontor, Ponorogo, bersama KH. Ahamd Sahal dan KH Zainuddin Fananie. Lebih dikenal dengan Trimurti. Wafat di Madiun pada 30 April 1985 dalam usia 75 tahun.
Buah pena beliau ini dimuat di Majalah Gontor, Edisi 9 Tahun XVIII, Januari 2021.