Siapkah Kita ?

Malam itu suasana diskusi membahas permasalahan lingkungan sempat menghangat. Seru. Utamanya berisi keluh kesah. Beban yang tidak sepadan. Ada yang tidak optimal. Tanggung jawab menumpuk. Jumlah orang terbatas. Banyak yang beberapa peran dipikul sendiri. Belum lagi, sudah mendediakasikan tenaga yang all out, dana pun masih keluar dari kantong. Menarik. Semua yang hadir ingin berkontribusi. Semangat yang patut diacungi jempol.

Saya termenung sejenak, di sela urun rembug itu. Teringat akan nasihat para pinisepuh. Wejangan bagaimana menyikapi ketika kita diberi amanah. Terlebih kegiatan sosial.

“Jam e rusak. Kesak e jero”, itu kata beliau ketika menasihati saya.

Arti dalam Bahasa Indonesia : Jamnya rusak dan kantongnya harus dalam.

Maknanya sangat dalam. Ketika kita berkomitmen aktif sebagai penggiat kegiatan sosial. Apalagi diberi amanah menjadi pemimpinnya, maka banyak konsekuensi logis yang harus kita terima. Tentu saja harus juga dipraktekkan. Walk the talk !

‘Jamnya rusak’ bermakna bahwa siap melayani kapan saja. Setiap saat bersedia diganggu. Bisa jadi mengabaikan waktu istirahat. Waktu bersama orang kita cintai pun, bisa berkurang jauh banget. Lho ? Apakah kita tidak boleh istirahat ? Tentu saja boleh dan harus. Sehebat apa pun kita tetap manusia biasa. Bagaimana mengatasinya ? Salah satu kiat adalah memberikan jam layanan, misal setelah sholat subuh. Asumsinya, banyak orang mulai beraktivitas. Masih ada waktu sebelum masuk kerja. Atau pilihan waktu lain, pertemuan setelah pulang kerja. Lain lagi bila aktivis sosial ini seorang pengusaha. Memang waktu lebih fleksibel. Namun tetap saja perlu ada waktu khusus yang ditetapkan.

‘Kantong dalam’ bermakna rela berkorban. Utamanya dana. Tidak dapat dipungkiri. Kadang ada kondisi kas organisasi cekak. Padahal ada program penting dan harus jalan. Acapkali ia harus merogoh kocek sendiri. PKS alias pakai kantong sendiri. Bisa hanya sebagai trigger. Pemancing donatur lainnya. Atau bahkan ia danai sendiri. Semuanya. Tergantung bagaimana kondisi keuangan dan tujuan kita. So, ketika ada anggapan atau bahkan praktik seorang pemimpin organisasi sosial malah memanfaatkan uang kas untuk kepentingan pribadi, sungguh sangat kontradiktif.

Wow.. berat bukan ? Betul. Jadi bagaimana ? Niat menjadi kunci. Ya, ketika memutuskan bergabung dalam suatu organisasi sosial. Diberi amanah menjadi pimpinan. Kita fokuskan untuk mendapatkan ridlo Illahi robbi. Insya Allah menjadi lebih ringan.

Siapkah kita ? Harus siap. Apalagi bagi sabahat yang memiliki kapabilitas. Punya visi memajukan masyarakat dan negeri ini. Karena sudah hukum alam, bahwa setiap lingkungan/organisasi harus ada leadernya. Silakan ambil peran itu. Kita yang pegang kendali. Menularkan kebaikan dan menggerakkan masyarakat menuju kondisi yang lebih baik. Karena dengan kesiapan itu, kita menutup kemungkinan masuknya orang yang hanya mendahulukan kepentingan pribadinya.

Dan yang patut diingat adalah :

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang suami adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang pembantu adalah pemimpin terhadap harta majikannya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.”

(H.R. Bukhari dan Muslim )

Mari singsingkan lengan baju. Bahu membahu. Jadi penggerak utama ! Berkontribusi maksimal untuk keadaan yang lebih baik. Setidaknya, lingkungan terdekat di sekitar kita.

Silahkan share jika bermanfaat!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen − 8 =