Inklusi vs Literasi

Tingginya Inklusi yang Tidak Disertai Dengan Literasi

Oleh : Hibatullah Ramadhana *)

Suatu kesempatan, saya mengikuti study academic di Solo, tepatnya  Kantor OJK (Otoritas jasa keuangan) Regional 3, Jawa Tengah. OJK (Otoritas Jasa Keuangan) merupakan Lembaga negara yang bertugas menyelenggarakan sistem  pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan. Lembaga ini bersifat independen.

OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sangat terbuka bagi siapa yang ingin mendalami edukasi mengenai keuangan, terutama kalangan muda. Hal ini merupakan salah satu upaya OJK dalam meningkatkan tingkat literasi keuangan dikalangan masyarakat Indonesia. Menurut hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024 yang dirilis OJK, saat ini angka indeks literasi keuangan Indonesia berada di angka 65,4%, sedangkan, Indeks Inklusi Keuangan berada di angka 75%. Singkatnya literasi merupakan pemahaman dan keterampilan, sedangkan inklusi mengacu pada akses. Banyaknya akses di zaman, yang didukung dengan semakin berkembangnya teknologi, berbanding jauh dengan tingkat pemahaman masyarakat akan akses tersebut. Sehingga banyak masyarakat yang fomo atau ikut-ikutan saja.

Terlihat dari banyaknya masyarakat Indonesia yang terlilit hutang dengan kasus pinjol (Pinjaman Online). Banyak masyarakat Indonesia yang uangnya habis hanya untuk membayar utang yang tidak produktif, selain mudah dalam akses, pinjol juga sangat cepat dalam mencairkan dana pinjamannya. Tanpa agunan pula. Namun pastinya dengan tingkat bunga yang tinggi. Contoh pinjol yang sekarang sedang tren yaitu pay-later. Gunakanlah uang pinjaman untuk sesuatu yang produktif seperti membuka bisnis, sehingga anda dapat melunasi pinjaman tanpa melewati batas tenggat waktu yang sudah disepakati dan siklus keuangan anda akan selalu berputar. Namun saya  tidak menyarankan anda melakukan pinjol (Pinjaman Online).

Selain pinjol (Pinjaman Online) yang sedang marak juga dikalangan masyarakat adalah judi online. Judi online tidak memandang usia, sebanyak 4 juta orang di Indonesia sudah terpapar yang namanya judi online. Bahkan sampai elite politik di negara kita pun ikut serta dalam transaksi  judi online. Banyak yang mengira bahwa judi online dapat membuat orang cepat kaya, yang nyatanya tidak sama sekali, judi online hanya akan memperburuk keuangan kita. Terutama bagi orang yang melakukan pinjol (Pinjaman Online) hanya agar dapat betransaksi di judi online. Kerugian yang diakibatkan oleh judi online telah mencapai Rp 600 triliun, angka ini melebihi dari pengeluaran anggaran priritas negara.

Dua hal yang saya sampaikan diatas merupakan contoh kecil yang diakibatkan oleh rendahnya literasi keuangan dikalangan masyarakat Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menyadarkan  pembaca betapa pentingnya literasi keuangan, terutama bagi kalangan muda yang sekaligus menjadi tokoh utama dalam mewujudkan “Indonesia Emas 2045”.

Izinkan saya berpesan “Bijaklah dalam mengelola keuangan anda, karena akan menjadi modal kehidupan anda di masa depan. Gunakan uang anda untuk sesuatu hal yang produktif”.
.
.
*) Hibatullah Ramadhana, Sekretaris Himpunan Mahasiswa Prodi Manajemen 2025-2026 Universitas Darussalam, Ponorogo.

 

Silahkan share jika bermanfaat!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

two × five =