Aku Urus Semua
Memulai usaha memang tidak gampang. Melihat orang lain mulai jualan, nampak mudah. Apalagi ketika melihat pelanggannya berjubel. Laris manis. Pas didekati, ternyata jualan tahu goreng. Tahu pong. Dalam benak terbersit, ‘cuma tahu’, tapi yang beli rela antri. Apa susahnya: beli tahu, potong, goring, kemas. Kadang ada langsung yang mencontoh, tapi tak semudah apa yang dilihat. Memang semua hal pasti ada prosesnya. Ada jalan hingga seseorang mencapai suatu titik seperti itu. Antrian mengular.
Mari mengura dari jalur yang normal. Saat memulai usaha, semua urusan ditangani sendiri. Belanja bahan baku, persiapan, mengolah hingga pemasaran dan penjualan. Diurus sendiri semua. Apa masalah? Tidak juga. Selama masih dapat ditangani dan efisien, boleh saja.
Dini hari untuk mengolah bahan, pagi dijual, ada juga yang diantar sendiri ke pelanggan. Sorenya kulakan alias membeli bahan baku.
“Usaha saya masih kecil, apa mungkin menggunakan jasa orang lain?”
Sangat mungkin. Banyak contohnya. Tapi perlu dihitung untung ruginya. Kenapa begitu? Karena namanya usaha atau bisnis, maka semua upaya harus berujung keuntungan. Memakai jasa orang lain, bukan hal yang tabu. Dalam masa seperti ini, kolaborasi juga bisa menambah keuntungan. Ada orang yang jago produksi, tapi maaf, nggak jago jualan. Sebaliknya, ada orang, barang apa saja, kalau di tangannya, ludes terjual. Bertangan dingin.
Gambaran sederhana berjualan nasi pecel. Bumbu pecel dibuat sendiri. Racikan bumbu dapur, menyangrai kacang tanah, menumbuk dilakukan sendiri. Peyek teri dan kacang juga dibuat sendiri. Sayuran dibeli di pasar atau memetic sendiri di halaman. Misal kembang turi. Di masak sendiri. Di tata di atas nampan. Siap jualan. Menunggu pelanggan dating. Bagi orang yang baru pertama jualan, pasti menemui kesulitan. Baru dikenal. Orang lalu lalang belum menaruh perhatian. Bisa jadi ada satu dua yang mampir. Cocok. Cerita kepada yang lain. Ini seperti marketing gratis. Orang yang menerima kisah pengalaman kita, ada yang tertarik, ada juga yang biasa saja. Jadi wajar juga, pas baru buka, dengan cara begitu, lapak jualan kita belum seramai yang ditargetkan. Kemungkinan besar butuh waktu relatif lama.
Apa mungkin usaha yang baru saya rintis, bisa ramai pembeli? Mungkin. Caranya kolaborasi. Sebagai contoh, bisa menggunakan sistem afiliasi. Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia:
afiliasi/afi·li·a·si/ n 1 pertalian sebagai anggota atau cabang; perhubungan
Itu lho, kita menggunakan jasa orang terdekat kita, pasangan, anak, keponakan, sahabat, teman satu sekolah untuk melakukan promosi usaha kita. Semacam salesman Jika kita mau jualan tahu pong, orang lain yang kita sebut afiliasi tadi kita berikan informasi produk kita. Apa keunggulannya. Bagaimana cara order nya. Sekalian membuka semacam pre-order. Kalau afiliasi kita punya 10 WAGroup, masing-masing katakanlah punya 100 anggota. Kita punya 15 orang afiliasi, maka aka ada 15.000 promosi. Artinya ada potensi, 15.000 pembeli. Jika saja kita pakai hitungan pesimis, 1% saja yang berminat membeli, maka ada 150 orang. JUmalh yang bisa dibilang lumayan buat pemula.
Ehm.. kalau begitu bisa juga dilakukan sendiri. Ada produsen yang Ketua Majelis Taklim, Ketua Pengajian Remaja Putri, Ketua Arisan, Ketua Ikatan Alumni, atau komunitas lainnya. Itu juga bisa dilakukan. Dari belanja, memasak, mengemas, dan jualan. Semua diurus sendiri. Termasuk promosi. Bisa juga. Pengantaran jarak pendek, dalam kota, bisa menggunakan jasa ojek online alias ojol. Pengiriman luar kota bisa menggunakan jasa kurir yang saat ini banyak pilihan.
Pilihan itu bisa dikaji dengan seksama. Yang terpening bagaimana produk dikenal, orang tertarik membeli, dan akhirnya menjadi pembeli dan pelanggan setia.
#costoptimizer #usahamikromaju #sidomakmur #rakyatsejahtera #indonesiamaju
___Ari Wijaya @this.is.ariway | 08111661766 | Grounded Coach Pengusaha Mikro Indonesia.