Pengetahuan yang menyeluruh tentang profil pembelanjaan sudah dapat dikatakan menyelesaikan separuh upaya penghematan dalam proses pengadaan. Berdasarkan informasi ini, kita dapat melakukan evaluasi kebutuhan.
Apakah pada proses pengadaan atau pembelian selanjutnya akan menggunakan pola yang sama ? Apa yang dibeli ? Berapa jumlah yang dibeli, disewa atau dibuat mandiri ? Apakah masih perlu sejumlah itu ? Apakah ada pengurangan atau bahkan penambahan? Juga diperoleh data tentang sebaran produsen (baca: merek) yang digunakan dalam satu proses tertentu. Apakah akan tetap membeli di tempat yang sama ?
Pertanyaan-pertanyaan itu yang akan mengarahkan kita pada pengembangan strategi selanjutnya.
Banyak langkah dalam merumuskan strategi ke depan. Dalam beberapa kasus justru ditemukan terobosan baru. Ternyata ada vendor yang berkembang dan memberikan jasa yang lebih luas. Ini bagian dari pengembangan vendor. Ada juga diperoleh benang merah, menggunakan limited brand atau mengurangi jumlah brand. Bisa juga memutuskan tidak ditangani sendiri, karena sifat pekerjaannya. Sehingga suatu fungsi dapat menggunakan jasa pihak ketiga untuk menuntaskan pekerjaan. Keputusan ini yang sering dibilang outsourcing.
Kesempatan kali ini, akan dibahas tentang ‘rasionalisasi merek’. Rasionalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan yg rasional (menurut rasio) atau menjadikan perbandingannya patut (baik). Proses yang dilakukan adalah pada merek atau brands. Pada intinya adalah mengurangi jumlah brands yang kita gunakan.
Bagaimana tindakan ini bisa menghemat biaya ? Sebagai ilustrasi, misalkan persewaan mobil mempunyai 100 unit, dengan 4 merek berbeda. Sebut saja mereknya : H, T, D dan M. Jumlah masing-masing merek 25 pcs. Setidaknya, membutuhkan teknisi yang sesuai jumlah mereknya. Satu teknisi multi tasking, memiliki 4 keahlian atau 4 teknisi dengan kemampuan berbeda. Spare part juga demikian, harus ada persediaan yang memadai. Gudang pun menyesuaikan luasnya. Bisa jadi lebih luas dari seharusnya. Karena biasanya setiap part punya safety stock, re-order point dan juga faktor minimum order quantity (jumlah minimum agar pembelian suku cadang dilayani). Driver pun bisa jadi perlu penyesuaian jika harus berganti jenis kendaraan. Driver tidak cepat tune-in. Jika menggunakan jasa perawatan dengan pihak authorized services center, maka dapat dipastikan harus mengarahkan ke 4 tempat. Bisa jadi dalam satu kota, tidak tersedia seluruh layanan pusat perawatan. Banyak potensi masalah bukan?
Jika dipilih satu brand saja, maka ada beberapa manfaat yang diperoleh. Setidaknya spare partnya bisa digunakan untuk semua jenis. One for all dan interchangeable. Maksudnya, hanya perlu menyediakan spare parts untuk satu jenis merek kendaraan saja. Tentunya, luas gudang dapat dipersempit. Ruangan bisa diperuntukkan untuk yang lain. Lumayan, mengurangi space. Bahkan manajemen pergudangan pun menjadi lebih sederhana.
Adakah manfaat lain? Kita hanya perlu menuju ke satu pusat perawatan mobil. Bargaining power pun bisa naik. Kita bisa meminta jadwal tertentu. Special booking time yang disesuaikan dengan perputaran penggunaan mobil di lapangan. Bukan tidak mungkin mendapatkan rate yang lebih rendah. Biasanya Cuma 25, sekarang 100 unit. Kalau pun maintenance dilakukan mandiri, maka teknisinya pun hanya perlu mempelajri satu merek. Lebih fokus dan tentunya akan lebih terampil. Trouble shooting will be faster. Tentunya ini mengurangi biaya orang, utamanya dalam jumlah dan level ketrampilannya. Cost yang berkurang akan menaikkan profit. Pengurangan brand yang menyebabkan penambahan keuntungan.
Tentunya, action ini dapat dianalogikan kepada pembelian atau pengadaan yang lainnya.
Mari kita telaah lagi, bagaimana profil pembelanjaan kita. Selanjutnya, kita tetapkan strategi yang tepat agar pembelanjaan pun menjadi salah satu peluang penghematan. Pengurangan yang menambahkan.