Warnailah Tapi Jangan Sampai Terwarnai
Oleh : Hibatullah Ramadhana *)
Pada dasarnya manusia dilahirkan di muka bumi dengan kondisi yang suci. Sesuai pada fitrahnya. Tidak ada manusia yang dilahirkan dengan kondisi jahat. Baik atau buruknya seseorang, tergantung pada perilaku orang tersebut dalam menjalani hidupnya. Namun perilaku seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan di sekitarnya seperti, teman, tetangga, atau bahkan keluarganya sendiri.
Peran lingkungan sekitar sangat berpengaruh pada pembentukan karakter pada seseorang, Terutama pada anak-anak. Di zaman sekarang banyak anak-anak muda yang terpengaruh oleh buruknya lingkungan yang ada di sekitarnya. Tidak sedikit dari anak sebaya kita yang sudah mengonsumsi minuman beralkohol, merokok, atau bahkan, maaf, hamil sebelum nikah.
Generasi penerus bangsa sudah seharusnya sadar akan fenomena yang ada ini. Sehingga nantinya kita tidak terpengaruh oleh pengaruh negatif yang ada disekitar kita.
Cara yang bisa kita lakukan agar terhindar dari hal-hal negatif tersebut adalah berpegang teguh pada nilai hidup sesuai dengan norma agama. Sesuai fitrah manusia. Dan yang lebih penting lagi, tidak mudah terpengaruh oleh kuatnya gengsi, memenuhi gaya hidup. Gengsi itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kehormatan, pengaruh, harga diri, dan juga martabat. Gengsi adalah salah satu sifat buruk manusia. Adanya rasa gengsi dapat menyebabkan seseorang untuk bertindak ataupun bersikap mudah mengikuti apa yang biasa terjadi. Bahkan jika itu hal yang negatif menurut nilai dan prinsip hidup. Takut ketinggalan zaman.
Parahnya, saat ini beberapa kejadian negatif di kalangan anak muda, banyak dipengaruhi oleh gengsi ini. Contoh kecil, meski ini sebenarnya bukan hal sepele, kebiasaan merokok. Banyak anak muda karena gengsinya yang tinggi, rekan sepergaulannya merokok, akhirnya ia ikut merokok. Ia takut disingkirkan. Harga dirinya bisa terganggu. Sehingga merokok menjadi suatu hal yang lumrah di kalangan anak muda di zaman sekarang. Bahkan kaum hawa pun ada yang melakukannya. Mereka tidak lagi memperhatikan pengaruhnya pada kesehatan dan lingkungan sekitar.
Uniknya, sebagian besar anak muda itu membeli rokok dari uang jajannya. Uang kiriman atau pemberian orang tua. Uang yang mereka miliki itu sebenarnya adalah hasil dari jerih payah orang tuanya. Banting tulang siang malam demi keluarga. Demi sekolah anakanya. Uang yang sengaja diberikan dengan harapan dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk menunjang pendidikan yang sedang dijalani. Bekal masa depan. Tapi nyatanya dipakai untuk beli rokok dan merokok. Padahal sudah banyak yang akhirnya kesehatannya terganggu. Uang yang dikeluarkan lebih banyak. Kesehatan yang terganggu bisa menghambat waktu studi. Apalagi jika sampai masuk rumah sakit.
Bagaimana mengatasinya?
Bergaul boleh dan harus. Karena itu salah satu fitrah manusia. Tidak bisa hidup sendiri. Hidup berkelompok dan bersosialisasi. Tapi, tetap harus dipilah. Jika punya value dan prinsip hidup sehat, maka kita bisa tetap bergabung tapi konsisten. Tidak ikut merokok. Kita bisa mengajak mereka hidup sehat, misalnya olah raga bareng. Bisa dimulai yang paling murah. Jalan bareng. Lari atau jogging. Buat alat sederhana untuk nge-gym. Buat barbell dari coran semen. Pull up di dahan pohon. Masih banyak lagi. Kita yang punya prinsip tak jemu mengajak dan memberi contoh hidup sehat, bukan malah larut mengikuti gaya hidup merokok.
Kalau kita dicibir bahkan dijauhi karena dianggap tidak sejalan karena tidak mau merokok, maka sudah saatnya kita mencari kelompok yang lain. Tak perlu gengsi untuk keluar dari circle tersebut. Kita bisa membuat kumpulan sendiri atau bergabung dengan kelompok yang bisa menerima kehadiran kita.
Karena jika kita semua larut pada hal-hal yang tren tapi negatif, apa jadinya negeri yang kita cintai ini. Kita tentu ingin Indonesia menjadi negeri yang tambah baik dan disegani di dunia.
Izinkan saya memberi pesan kepada diri sendiri dan juga untuk rekan-rekan sesama generasi muda penerus bangsa:
“Warnailah dunia ini tapi jangan sampai kalian terwarnai. Dunia hanya sesaat. Sedikit warna tapi memberi makna”
*) Hibatullah Ramadhana atau lebih dikenal dengan Ibat. Ia adalah mahasiswa Semester I, Prodi Manajemen Bisnis, FEM Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo.