Category Archives: Inspirasi

Akhirnya Terbit

Kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri saat sebuah buku bisa tuntas. Siap cetak dan terbit.

Apalagi ketika sahabat sekaligus guru dapat memberikan pengantar seperti di bawah ini :

#key #memenangkanpersaingan

Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakatuh…

Alhamdulillaah… Akhirnya buku hasil diskusi dan masukan ini terbit juga. Salut atas kemauan yang tinggi untuk merajut berbagai masukan menjadi satu karya dalam bentuk buku. Saya turut senang dan bangga juga.

Saya banyak mendengar tentang kiprah Mas Ari, penulis buku ini, dalam bidang manajemen operasi dan supply chain management. Pertemuan akhirnya bisa terwujud. Bulan April 2018 lalu. Barakallaahu fiikum. Ketika itu, ia atas rekomendasi sahabat saya, Mas Dinar Apriyanto, diajukan untuk memberi pencerahan kepada seluruh Manajer Restoran Ayam Geprek Group yang saya miliki. Saat itu memang ada pertemuan tahunan para manajer. Ia membawakan materi selama kurang dari 2 jam, tentang Cost Killer. Awalnya saya mengira isinya lebih banyak tentang manajemen keuangan. Ternyata bahasan tentang bagaimana melakukan penghematan biaya dengan pendekatan terobosan pada proses bisnis. Ilmu manajemen rantai pasokan. Cara membawakannya menarik dan enerjik. Contoh yang dikemukakan juga mudah dipahami dan berdasarkan pengalamannya selama ini.

Selepas sesi singkat itu, Mas Ari berdiskusi dengan tim menajemen Ayam Geprek. Saya mendengarkan dengan seksama. Diskusi pun berjalan gayeng alias cair sekali.

Saya mengungkapkan kepada Mas Ari, bahwa program yang baik dan bisa dieksekusi ketika kita punya sumber daya yang handal. People yang unggul!

Ia menjawab :

“Ya, Mas Kus. Njenengan betul sekali. Makanya ada satu syarat penting dalam menjalankan program. Apakah itu program penghematan, seperti materi saya ini, atau yang lain. Main drivernya adalah manusia. Siapa pun dia dan apalagi ketika ia jadi leader. Ia harus unggul. Saya sebut punya etos kerja juara!”

“Saya juga sering berbagi motivasi kepada orang lain terkait itu. Bagaimana menyiapkan manusia yang bersumber daya unggul. Pilih tanding”.

Masya Allah, di dalam penuturannya, ia mengungkapkan lima hal, kenapa dan bagaimana orang itu harus jujur, punya kompetensi, banyak akal. Ia juga menyebutkan bahwa kolaborasi harus dilakukan. Saat ini tidak zamannya lagi kerja sendiri. Saya pun manggut-manggut tanda sepakat. Akhir penuturannya, ia menyatakan bahwa kita juga harus mau berbagi.

“Mas, segera itu jadikan buku. Biar orang lain juga bisa merasakan manfaatnya. Perluas juga bahasannya agar tidak hanya focus pada pelaku pengadaan, tapi bisa berlaku umum”, begitu cetus saya.

“Buku sampeyan, Cost Killer, akan menjadi lebih mudah lagi dilaksanakan, ketika orang membaca dan melaksanakan apa yang sampeyan tulis di buku tentang manusia unggul ini. Kalau insannya OK, program bisa relatif lebih mudah”, tambah saya semakin bersemangat.

Saya pun bergegas memberikan buku “Marketing Langit”. Kami bertukar buku. Mas Ari saya lihat langsung melihat daftar isi dan mulai membuka beberapa artikel.

Nampak ada hati yang bertaut. Mas Ari juga mengungkapkan hal yang sama.

Tentang kejujuran, jelas sudah. Bagi saya juga begitu, kalau tidak jujur ya lambat laun akan hancur. Itu value saya juga. Kompetensi? Tak diragukan lagi. Harus punya. Makanya saya pun, membangun dengan susah payah gedung kantor Ayam Geprek di Jl. Brigjen Katamso, Sragen. Ada lantai khsusu sebagai tempat pelatihan. Kawah candradimuka bagi tim dan manajemen yang akan ditempatkan di seluruh penjuru negeri. Bagaimana agar menjadi insan unggul adalah kemauan dan kemapuan kita berkolaborasi. Kita harus bisa mengungkapkan hal positif. Saling endorse. Bukan saling ejek. Minimal, tidak perlu saling menjelekkan produk atau jasa orang lain.

Dan yang lebih penting lagi, adalah yang ia tulis dalam buku ini adalah kemauan kita untuk berbagi kepada sesama. Saya melihat jelas, apa yang ia tulis adalah sebagai cerminan apa yang sering ia lakukan. Seperti saat berbagi pengalaman dan pengertahuan di Sragen. Ia memanfaatkan waktu saat menghadiri pernikahan salah satu timnya di Yogyakarta. Siangnya meluncur ke Sragen dengan Pramex disambung pakai mobil dari Solo ke Sragen.

Kenapa sharing atau sedekah ini saya garis bawahi? Karena bagi saya berbagi itu bukan mengurangi apa yang saya punya. Justru sebaliknya. Akan menambah dengan jumlah yang tidak setimpal. Jauh lebh banyak. Sedekah juga solusi aneka masalah. Sehingga apa yang ditulis Mas Ari dalam buku ini, juga sangat relevan. Saya mengalaminya.

Buku ini bagi saya tidak saja bernas, tapi juga membuat saya semakin yakin dengan apa yang pernah saya lakukan, saya tulis dan saya sebarkan di mana pun saya berkesempatan berbagi pengalaman dengan orang lain.

Buku ini inspiratif. Buku ini seperti reminder, pengingat bagi saya.

Semoga sahabat saya, pelanggan saya, dan juga siapa saja yang membaca buku ini dapat mengambil manfaatnya. Segera bertindak melakukan praktik langsung. Semoga menjadi insan unggul. Bak pendekar, anda pilih tanding. Tak gentar dengan persaingan sumber daya insani.

Wassalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Sragen, 16 Agustus 2018.

Kusnadi Ikhwani

Owner Ayam Geprek Group, Sragen, Pengarang Buku “Marketing Langit”

#key #memenangkanpersaingan #supplychainmanagement

Pemesanan, silakan kontak :

Coach Sisrie (WA) : 0811 9090 190

Harga khusus : Rp. 73.000,-

Kami mengucapkan terima kasih atas perkenannya. Pembeli secara tidak langsung turut andil dalam pengembangan Sekolah Salman Al-Farisi, Cileungsi, Bogor. Salah satu upaya turut berkontribusi dalam menyiapkan insan Indonesia yang unggul.

 

Pengkhianat

Pengkhianat

Oleh: Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc

Awalnya Hulagu Khan, pimpinan Mongol/Tatar (cucu Jenghis Khan), ragu untuk menyerbu Baghdad, ibu kota Khilafah Abbasiyah, karena takut kena kutukan langit, sebagaimana nasehat orang-orang bijak di sekitarnya.

Tetapi keraguannya hilang setelah menerima surat dari seorang ulama Syi’ah terkenal, Nashruddin ath-Thusi, yang meyakinkannya tidak akan mengalami gangguan apa pun jika ia membunuh khalifah Abbasi.

Sejak itu Hulagu Khan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan rencananya, diantaranya menjalin komunikasi intensif dengan salah seorang menteri utama di pemerintahan Abbasiyah bernama Muayiduddin bin al-Alqami, seorang penganut syi’ah rafidhi (penolak khilafah Abu Bakar dan Umar ra).

Menteri syi’ah ini menjadi orang kedua dalam khilafah Abbasiyah, orang kepercayaan khalifah al-Musta’shim Billah. Hampir seluruh kebijakan khalifah ini ditentukan oleh Menko yang satu ini. The real president.

Dalam komunikasinya, Hulagu Khan meminta Muayiduddin untuk mengurangi anggaran militer, mengurangi jumlah tentara, mengalihkan perhatian negara dari urusan persenjataan dan perang, dan mengaryakan pasukan di pekerjaan-pekerjaan sipil seperti pertanian, industri dan lainnya.

Permintaan Hulagu Khan ini dipenuhi sang menteri. Tentara yang tadinya berjumlah 100.000 pasukan di masa akhir pemerintahan al-Mustanshir Billah, tahun 640 H, dipangkas menjadi 10.000 pasukan pada tahun 654. Ini tentu melemahkan kemampuan militer negara.

Akibat pengurangan anggaran militer, banyak tentara yang hidup miskin bahkan meminta-minta di pasar-pasar. Latihan-latihan militer dihentikan hingga mereka tidak punya kemampuan membuat rencana, manajemen dan kepemimpinan. Akibat lanjutannya kaum muslimin melupakan berbagai ilmu perang dan tidak pernah berfikir tentang nilai-nilai jihad.

Semua perkembangan dan situasi ini diketahui Hulagu Khan melalui Menko ini, hingga Hulagu Khan memutuskan untuk bergerak menuju Bagdad. Karena Bagdad sebelumnya dikenal sangat kuat.

Hulagu Khan mulai pengepungan Bagdad dari arah selatan, Katbugha dari arah utara, dan Pigo dari arah utara, hingga membuat khalifah terkejut dan ketakutan.

Khalifah mengadakan pertemuan mendadak dengan semua penasehat dan menterinya.

Dalam pertemuan ini sang Menko pengkhianat mengusulkan agar khalifah mengadakan ‘perundingan damai’ dengan musuh dengan memberikan sejumlah konsesi kepada mereka.

Sang Menko memberikan gambaran tentang perbedaan sangat jauh antara kekuatan pasukan Hulagu Khan dan kekuatan kaum muslimin, agar tidak muncul ide untuk melakukan perlawanan.

Pendapat sang Menko inilah yang akhirnya menjadi keputusan rapat kabinet. Hanya ada dua menteri yang menginginkan perlawanan, yaitu Mujahiduddin Aibek dan Sulaiman Syah. Tetapi ide ini terlambat. Karena masa persiapan perang sudah lewat, sehingga perlawanan yang kemudian dilakukan oleh kedua menteri ini tidak mampu menghadapi pasukan Tatar.

Khalifah bingung tidak tahu harus berbuat apa. Di tengah kebingungan ini menteri pengkhianat bangsa ini datang memanfaatkan kesempatan dengan menyarankan agar duduk bersama Hulagu Khan di meja perundingan.

Hulagu Khan setuju bertemu khalifah tetapi dengan syarat tidak sendirian, ia harus membawa serta semua menteri, pejabat-pejabat negara, para ahli fikih Bagdad, semua ulama Islam dan tokoh-tokoh masyarakat. Semua harus dihadirkan agar hasil perundingan mengikat semua pihak, kata Hulagu Khan memperdaya.

Khalifah tidak punya pilihan kecuali harus mengikuti keinginan Hulagu Khan, hingga ia datang dengan rombongan besar berjumlah 700 orang.

Ketika mendekati kemah Hulagu Khan, rombongan ditahan oleh para pengawal Hulagu Khan dan tidak diijinkan masuk. Hanya khalifah bersama 17 pendampingnya yang diperkenankan masuk sedangkan rombongan lainnya diinterogasi dan dibunuh di tempat terpisah.

Seluruh rombongan telah dibunuh kecuali khalifah karena Hulagu Khan ingin memanfaatkannya untuk tujuan lain.

Hulagu Khan memaksa khalifah mengeluarkan perintah kepada seluruh penduduk Bagdad agar melucuti senjata dan tidak melakukan perlawanan apa pun.

Khalifah kemudian dirantai dan diseret ke kota untuk menunjukkan tempat penyimpanan harta keluarga dan para menteri Abbasiyah. Kedua anaknya dibunuh di hadapannya. Khalifah dipaksa memanggil tokoh-tokoh ulama Sunnah yang daftar nama-nama mereka telah diberikan oleh sang menko pengkhianat kepada Hulagu Khan, untuk dibunuh.

Terakhir khalifah dibunuh dengan cara diinjak-injak lehernya agar tidak mengeluarkan darah, karena menurut sebagian pembantu Hulagu Khan jika darah khalifah muslim menetes ke tanah maka kaum muslimin akan menuntut balas atas kematiannya di suatu saat.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari fakta sejarah yang memilukan ini.

Kado dari Kediri

Siang itu, saya dan istri berusaha meyakinkan anak saya agar tetap menjalani kemauan awalnya. Sore itu, ia harus transfer dari Ponorogo ke Kediri. Pondok pesantren yang masih satu manajemen. Masih sama metoda pengajarannya. Beda tempat saja.

“Ya, adik mau berangkat. Tapi Bapak dan Ibu mau menemani ya”, begitu ujarnya yang membuat kami lega.

Bis rombongan yang membawa 400-an santri baru itu pun berangkat sesaat setelah sholat Isya’. Kami pun berkemas. Mencari moda transportasi yang pas. Saya sempat survey ke Terminal Bis Seloaji. Terminal type A yang terbilang cukup megah itu. Ternyata ada bis yang ke Surabaya, sekitar pukul 23.30 WIB. Rencananya akan turun Kertosono, disambung angkutan lain. Terlalu malam. Istri punya alternatif, pakai aplikasi on-line. Ternyata istri zaman now juga. Alhamdulillah pas ada yang baru saja mengantar penumpang dari Madiun.

Kami tiba di Gurah, sebuah kota kecamatan di Kediri, pukul 01.15 an dini hari. Pondok masih terlihat ada kegiatan. Sayangnya, tempat penginapan yang berbentuk rumah panggung kecil (ukuran 2×2 m) penuh semua. Saya turun sejenak. Sekalian melemaskan kaki. Sembari berpikir mau menginap dimana. Beberapa orang tukang ojek masih terlihat di ujung jalan.

“Darimana, Pak, kok jam segini baru nyampe ? “sapa mereka, menghampiri saya sembari mempersilakan saya duduk di kursi panjang.

Sapaan yang khas Jawa Timur-an.  Terjadi dialog singkat. Setelah mereka paham tujuan saya ke Gurah, mereka menyarankan saya menginap di rumah penduduk. Beberapa rumah memang disiapkan serupa home stay.

“Waduh, Pak. Ini kan jam 1 pagi, apa tidak mengganggu yang punya rumah?”, tanya saya memastikan.

“Mboten menopo-menopo (artinya : tidak apa-apa). Sampun ngertos (sudah paham)  kok masyarakat sini”, salah seorang dari mereka menegaskan dan diiyakan oleh yang lain.

Salah seorang Pak Ojek itu berinisiatif menemani kami ke rumah tersebut. Ia mengiringi mobil dengan motornya. 10 menit dari pondok, kami tiba di deretan rumah. Dia juga yang mengetuk pintu. Cukup lama untuk mendapat tanggapan.  Saat pemilik rumah keluar, tidak ada rasa marah. Padahal, hati ini was-was. Bisa kena semprot, dimarahi. Mengganggu waktu tidur. Kami pun berdialog dengan Bahasa Jawa. Ternyata rumah sebelah yang disewakan kamarnya, sudah penuh. Ia pun memberi solusi ke beberapa rumah lain.

Pak Ojek mencoba menelpon beberapa pemilik rumah sesuai saran tadi. Idem ditto. Penuh.

Kami disarankan ke rumah yang agak jauh. Kami pun langsung mendatanginya, karena tidak ada nomor telponnya. Tidak jauh sebenarnya, tidak sampai 5 menit dengan kendaraan. Sama. Rumah sudah sepi. Pak Ojek pun berupaya membangunkan sang pemilik rumah. Cukup lama. Setelah keluar, ternyata perempuan sepuh (tua) yang keluar. Dan lagi, tak menampakkan wajah marah. Mempersilakan kami mendekat ke teras.

Pagi itu, jam menunjukkan pukul 2 pagi lebih. Kami menginap di rumah ibu sepuh yang ternyata hidup sendiri. Suaminya telah wafat. Anaknya pun telah berkeluarga dan tidak tinggal bersamanya.

Saya pun mengucapkan terima kasih kepada Pak Ojek. Saya baru tahu namanya, saat bertukar nomor ponsel. Pak Tomo.

Saat beberapa kali Kami ke Gurah, Pak Tomo yang setia menemani dan mengantar. Dia punya motor dan juga becak motor. Tarifnya pun bukan aji mumpung. Mereka semua sepakat, ada tarif resmi yang dipampang di baliho besar, di ujung jalan. Para pengguna tak perlu risau.

Bagaimana cara Pak Tomo menyapa, menolong kami dengan tulus. All out mencari tempat penginapan, menemui warga. Dan juga warga yang ramah, pengertian, dan juga tidak aji mumpung. Beberapa kali ketemu, belum pernah saya mendengar keluh kesahnya. Itu yang saya sebut karakter khas Indonesia. This is the real Indonesia.

Attitude mereka menginspirasi saya dan semoga juga sahabat.

Ini bisa jadi kado indah Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan. Keramahtamahan, sikap menolong yang all out menjadi karakter asli kita. Menjadi kador indah, ketika itu menular kembali ke seantero negeri. Saya bilang : ‘kembali’, karena saya merasakan mulai luntur di beberapa tempat.

Padahal Nabi Muhammad SAW pernah memberi nasihat :

“Siapa yang menolong  saudaranya yang lain maka Allah akan menuliskan baginya tujuh kebaikan bagi  setiap langkah yang dilakukannya ”(HR. Thabrani )

Mau ?

Yuk, mari praktekkan kembali, kita tularkan terus.

Marketer ?

Marketer atau pemasar. Bisa produk, dapat juga jasa. Ini tugas siapa ?

Pertanyaan yang patut direnungkan bersama.

Pagi tadi saya diminta untuk menerangkan bisnis yang dijalani perusahaan. Keterangan untuk pemimpin tim yang langsung menjadi amanah saya. Tugas yang unik. Selanjutnya mereka akan meneruskannya kepada anggota tim lainnya. Berjenjang. Bukan tanpa maksud.

Business awareness memang perlu dimiliki oleh setiap orang yang bergabung dalam organisasi. Apalagi bisnis, berorientasi kepada keuntungan. Nilai penjualan sangat penting. Revenue ibarat darah. Tak boleh bleeding. Ia harus menjadi sarana untuk lebih memberdayakan. Membuat usaha terus tumbuh berkembang.

Era digital juga harus dicermati. Generasi milenial sudah bertaburan. Pengguna saat ini lebih banyak menggunakan media sosial. Faktor itu pun tak boleh luput dari perhatian. Teknologi harus dimanfaatkan.

Anggota organisasi mengenali dengan baik bisnisnya. Apa kekuatannya, apa kelemahannya. Maka ia juga setidaknya paham akan apa yang dijalani. Terlebih, ketika ditanya orang, tak seperti katak dalam tempurung. Ia bisa bercerita panjang lebar. Ia juga dapat mempengaruhi orang. Memberkan referensi atas produk atau jasa yang ada dalam organisasinya.

Ibarat mau perang, kita harus mengenali diri sendiri dulu. Kemudian mengenali musuh juga (baca : pesaing). Tentu saja kenal juga dengan medan tempurnya (baca : industrinya). Jika itu cermat dan cerdas kita lakukan, maka jaminan kemengan ada di depan mata.

Jadi tugas siapa menjadi marketer ? Pemasar ?

Ya, betul. Tugas seluruh anggota tim. Kita semua yang berada dalam satu biduk perjuangan. David Packard, Co-founder Hewlett-Packard (HP) pernah mengatakan :

“Marketing is too important to be left to the marketing department.”

Masih mau menundanya ?

 

Bahan Bakar Khusus

Komentar praktisi, akademisi, dan professional tentang sebuah karya pustaka ibarat Bahan Bakar Khusus bagi penulisnya.  BBK biasanya punya nilai oktan lebih tinggi. Menambah kinerja lebih baik. Daya dorong lebih besar.  Itu juga berlaku untuk saya.

Terima kasih.

Pre-order akan dillakukan dalam bulan Agustus 2018. Insya Allah, buku edisi cetak akan hadir di tangan pembaca pada bulan Oktober 2018.

Semoga menjadi amal sholeh kita.

Perkenankan saya menuliskan kembali beberapa testimoni yang telah masuk.

“Baca buku ini, saya jadi tambah semangat. Isinya sejalan dengan wejangan guru dan motivator spiritual bisnis dalam kesempatan yang lain. Untuk bisa menghadapi dan bersaing, tidak bisa lagi dengan cara keumuman. Menilik kembali bagaimana cara Rasulullah SAW dan para sahabatnya membangun bisnis. Salah satunya dibahas di buku ini, harus punya : integritas dan kemauan berbagi.”

Unang Supriadi, Vice President – Area Banten, Global Professional Entrepreneur (GENPRO).

 

“Buku ini terbit tepat pada waktunya. Semua anak bangsa harus membaca buku ini agar negeri baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yang menjadi impian bersama segera terwujud.”

Awang Surya, Motivator Spiritual Indonesia.

 

“Buku ini renyah dan gurih untuk dikonsumsi, kombinasi pengalaman praktisi, teori dan pendekatan agama membuat buku ini tidak membosankan. Buku ini dapat menjadi salah satu referensi ditengah kondisi disruptive khususnya dalam hal pengelolaan Sumber Daya Manusia.”

Muhammad Fahmi El Mubarrak, Vice President of Human Capital, PT. Elnusa, Tbk.

 

Mau Jadi Solusi ?

“Mas, aku pusing. Proyek yang kami tangani berantakan. Aku mencium aroma tak sedap. Banyak yang main. Belum lagi hasil kerjanya, tewur (baca : ruwet)”

Dialog di ujung telpon salah seorang sobat itu menyiratkan banyak hal. “Main”, satu kata yang lebih condong berarti negatif. Sesuatu yang tidak sesuai kepatutan. Bisa jadi juga karena sumber daya yang tidak mumpuni.

Ketika program dijalankan, namun masalah manusia sebagai motor penggerak belum tuntas, bukan tidak mungkin, hasilnya berantakan. Bisa juga berhasil, namun tidak optimal. Sebenarnya, masih bisa mencapai output yang jauh lebih tinggi.

Menyiapkan sumber daya insani memang bukan perkara mudah. Tapi sejarah membuktikan, bahwa nenek moyang kita pernah melakukannya. Hasilnya pun diakui dunia internasional.

Manusia yang punya daya dukung dan daya juang tinggi akan sangat membantu daya tahan organisasi/perusahaan. Bak pendekar, ia pilih tanding. Ditempatkan di mana saja, kapan saja, ia sanggup dengan cepat beradaptasi, segera berkontribusi, dan menjadi solusi.

Bagaimana menjadi manusia pilih tanding ? Mau jadi solusi ?

Ada 5 modal kunci yang harus dimiliki.

Apa saja itu ?

Saya sangat menyarankan sahabat menyimak lebih jauh dengan mengunjungi laman :

http://www.bookoo.co.id>

Cari daftar buku. Temukan sampul dengan judul : KEY.

“KEY”

(Lima Modal Kunci Insan Indonesia Memenangkan Persaingan)

Pustaka yang ditawarkan untuk memberikan pembekalan kepada para sahabat mempersiapkan diri dan juga tim yang membersamai.

Itu baru 1 dari 55 solusi yang disuguhkan para trainer yang ahli di bidangnya. Sahabat juga bisa menjelajahi satu per satu karya Kami.

Semoga Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih, mencatat sebagai amal sholeh atas upaya Kami memberikan sumbangsih untuk Indonesia.

Salah satu cara kami memaknai  Hari Ulang Tahun ke-73, Proklamasi Kemerdekaan negeri yang kita cintai ini.

Catatan :

Saya sarankan melakukan pre-order dengan klik :

http://bookoo.co.id/ari-wijaya-key/

Terima kasih atas perkenan dan perhatian, sahabat.

Selamat menikmati.

Punya Prinsip, Separuh Sukses

Punya Prinsip, Separuh Sukses

 

Masih ingatkah Anda dengan kisah ini?

Di tepian sebuah sungai di wilayah Provinsi Sumatra Barat, tinggallah seorang guru agama. Pak Lebai namanya. Suatu hari, Pak Lebai mendapat undangan pesta dari dua orang kaya di kampungnya. Sayangnya, pesta itu berlangsung di waktu yang sama, dan tempatnya saling berjauhan. Yang satu berada di hulu sungai, sedang yang kedua berada di hilir sungai. Tuan rumah di hulu sungai akan memberinya dua kepala kerbau, tapi masakannya tidak enak. Sedangkan tuan rumah di hilir sungai dikenal punya masakan yang enak, tapi ia hanya akan memberi satu kepala kerbau. Pak Lebai bingung dibuatnya.

Dengan hati diliputi kebingungan Pak Lebai berangkat mendayung perahu menuju hulu. Sepanjang perjalanan di sungai ia terus menimbang-nimbang. Tiba-tiba ia berubah pikiran dan segera memutar arah perahunya menuju hilir. Ia kembali mendayung. Ketika semakin dekat dengan lokasi di hilir Pak Lebai berjumpa dengan beberapa orang baru pulang dari tempat pesta di hilir.

“Kerbau yang dipotong di hilir, kecil, Pak Lebai!” teriak beberapa orang.

Mendengar hal itu Pak Lebai berubah pikiran. Ia berbalik arah lagi menuju ke hulu. Namun, sesampai di hulu ternyata pesta ternyata sudah usai. Para tamu sudah tak ada. Makanan sudah habis. Lekas-lekas Pak Lebai memutar haluan. Ia mengayuh cepat-cepat menuju hilir. Tetapi kejadian serupa terjadi. Suasana sepi saat Pak Lebai sampai. Pesta sudah usai.

Pak Lebai lemas.

Pembaca budiman, sudah pasti kisah di atas hanyalah fiksi belaka. Tetapi setidaknya kisah itu memberikan pelajaran penting bahwa hidup tanpa prinsip itu seperti perjalanan tanpa tujuan  yang pasti. Seseorang yang berjalan tidak punya tujuan akan mudah terombang-ambing oleh pengaruh orang lain. Dan pada akhirnya ia akan menyesal di kemudian hari.

Tetapi apakah dengan memiliki prinsip seseorang pasti akan berhasil meraih kesuksesan? Belum tentu. Tergantung apakah prinsip yang dipegangnya itu benar atau salah. Mari kita buktikan.

Ada beberapa orang yang menganut prinsip seperti berikut ini: hidup itu seperti air mengalir. Ikuti saja, nanti toh akan sampai tujuan juga. Benarkah prinsip ini?

Mari kita cermati dengan seksama.

Apakah setiap aliran air akan berujung ke laut?

Tidak! Ada juga yang ke septictank. Saat kita buang air kecil misalnya, coba cek kemana larinya air buangan itu? Ke laut? Lebih sering tidak!  Ia mengikuti air mengalir bilasan, muaranya hanya sampai kolam penampungan. Tidak sampai ke laut lepas. Artinya, perlu diperhatikan betul prinsip yang kita yakini. Mengapa?

Karena sesuatu yang kita yakini bisa menentukan jalan pikiran dan pijakan tindakan kita.

Mau tahu lebih jauh ?
Mau juga bertemu dengan pemateri dan materi lain ?

Yuk.. Gabung ke :

http://bookoo.co.id/