Bahagia Itu Sederhana

Bahagia Itu Sederhana
Oleh : Hibatullah Ramadhana *)

Tak terasa, sudah satu tahun saya mengabdi mengajarkan anak-anak mengaji di tempat yang penuh kenangan ini. Satu tahun ini bagi saya merupakan pengalaman yang luar biasa—pengalaman yang sulit dilupakan, yang mengajarkan saya arti keikhlasan, kebahagiaan, dan rasa syukur. Di tempat inilah rasa penat saya selepas kuliah hilang, karena melihat antusiasme anak-anak dalam belajar mengaji. Di tengah-tengah pesatnya perkembangan teknologi, terutama gadget, anak-anak ini tetap antusias belajar mengaji. Mereka tidak terlalu terpapar oleh pengaruh gadget. Mereka lebih senang menghabiskan waktu untuk bermain sepeda bersama, berolahraga, dan mengaji.

Kehadiran anak-anak ini mengajarkan saya bahwa kebahagiaan tidak selalu bergantung pada hal besar. Anak-anak di sini tidak terlalu bermuluk-muluk untuk meraih kebahagiaan. Mereka hanya memanfaatkan waktu yang ada dan bermain bersama teman-teman. Bahagia yang mereka kejar bukan kemenangan dalam memainkan game di gadget, bukan juga karena naik peringkat dalam sebuah permainan, melainkan dengan kebersamaan dan kreativitas, mereka dapat menciptakan kebahagiaan mereka sendiri—kebahagiaan yang menurut saya sulit ditemukan di zaman sekarang. Inilah kebahagiaan yang sesungguhnya, kebahagiaan yang nyata, bukan hanya fantasi belaka.

Kebahagiaan anak-anak ini pun membuat saya merenung tentang makna kebahagiaan yang sesungguhnya. Tanpa kita sadari, mereka sudah menciptakan kebahagiaan yang begitu seimbang, antara kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Kebahagiaan di dunia mereka dapat dalam permainan bersama teman, dan kebahagiaan di akhirat mereka dapat dalam belajar mengaji di TPA. Sederhana sekali bukan konsep kebahagiaan mereka? Sederhana, namun sesuai dengan konsep kebahagiaan menurut Islam. Konsep kebahagiaan yang seimbang antara dunia dan akhirat—kebahagiaan yang tidak sesaat, tetapi juga menciptakan rasa tenang dalam jiwa.

Salah satu bentuk kebahagiaan sederhana itu kami alami dalam sebuah kegiatan bersama. Suatu hari, kami mengadakan acara jalan sehat bersama. Kami berjalan mengelilingi daerah sekitar TPA, yang memang dekat dengan persawahan dan perbukitan. Pemandangannya tampak indah, terutama saat pagi atau sore hari. Acara ini kami kemas dengan sesederhana mungkin, hanya dengan berjalan mengelilingi sawah dan permainan seru bertema Islami, seperti menempelkan lanjutan ayat pada surat tertentu, tebak nama-nama malaikat dan nabi, serta menyebutkan rukun iman dan rukun Islam. Hadiah yang kami berikan hanyalah medali buatan dari potongan kertas dan kardus yang diikat dengan sehelai tali rafia. Namun anak-anak sangat bahagia ketika memakainya. Mereka tahu bagaimana cara menghormati pemberian orang lain.

Pengalaman itu membuat saya semakin menyadari bahwa kebahagiaan bukan hanya soal mendapatkan apa yang kita inginkan, tetapi bagaimana kita bersyukur dan memanfaatkan apa yang sudah kita miliki. Anak-anak ini mengingatkan saya bagaimana cara bahagia dan cara bersyukur yang sesungguhnya, mengingatkan saya betapa terlenanya saya dengan apa yang telah saya miliki saat ini.

Akhirnya, saya sampai pada satu kesimpulan sederhana namun dalam maknanya—bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal-hal besar, melainkan dari ketulusan, kebersamaan, dan rasa syukur atas hal-hal kecil yang sering kita abaikan. Anak-anak itu telah mengajarkan saya makna hidup yang tidak saya temukan di ruang kelas manapun. Mereka adalah guru-guru kecil yang tanpa sadar membimbing saya untuk kembali pada hakikat hidup yang lebih jernih dan damai. Mereka mengingatkan saya bahwa dalam hidup ini, bahagia itu memang sederhana, asal kita tahu di mana harus mencarinya.
.
.
*) Hibatullah Ramadhana adalah Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Darussalam (UNIDA), Ponorogo. Sekretaris Himpunan Mahasiswa Prodi Manajemen UNIDA 2025-2026.

Inklusi vs Literasi

Tingginya Inklusi yang Tidak Disertai Dengan Literasi

Oleh : Hibatullah Ramadhana *)

Suatu kesempatan, saya mengikuti study academic di Solo, tepatnya  Kantor OJK (Otoritas jasa keuangan) Regional 3, Jawa Tengah. OJK (Otoritas Jasa Keuangan) merupakan Lembaga negara yang bertugas menyelenggarakan sistem  pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan. Lembaga ini bersifat independen.

OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sangat terbuka bagi siapa yang ingin mendalami edukasi mengenai keuangan, terutama kalangan muda. Hal ini merupakan salah satu upaya OJK dalam meningkatkan tingkat literasi keuangan dikalangan masyarakat Indonesia. Menurut hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024 yang dirilis OJK, saat ini angka indeks literasi keuangan Indonesia berada di angka 65,4%, sedangkan, Indeks Inklusi Keuangan berada di angka 75%. Singkatnya literasi merupakan pemahaman dan keterampilan, sedangkan inklusi mengacu pada akses. Banyaknya akses di zaman, yang didukung dengan semakin berkembangnya teknologi, berbanding jauh dengan tingkat pemahaman masyarakat akan akses tersebut. Sehingga banyak masyarakat yang fomo atau ikut-ikutan saja.

Terlihat dari banyaknya masyarakat Indonesia yang terlilit hutang dengan kasus pinjol (Pinjaman Online). Banyak masyarakat Indonesia yang uangnya habis hanya untuk membayar utang yang tidak produktif, selain mudah dalam akses, pinjol juga sangat cepat dalam mencairkan dana pinjamannya. Tanpa agunan pula. Namun pastinya dengan tingkat bunga yang tinggi. Contoh pinjol yang sekarang sedang tren yaitu pay-later. Gunakanlah uang pinjaman untuk sesuatu yang produktif seperti membuka bisnis, sehingga anda dapat melunasi pinjaman tanpa melewati batas tenggat waktu yang sudah disepakati dan siklus keuangan anda akan selalu berputar. Namun saya  tidak menyarankan anda melakukan pinjol (Pinjaman Online).

Selain pinjol (Pinjaman Online) yang sedang marak juga dikalangan masyarakat adalah judi online. Judi online tidak memandang usia, sebanyak 4 juta orang di Indonesia sudah terpapar yang namanya judi online. Bahkan sampai elite politik di negara kita pun ikut serta dalam transaksi  judi online. Banyak yang mengira bahwa judi online dapat membuat orang cepat kaya, yang nyatanya tidak sama sekali, judi online hanya akan memperburuk keuangan kita. Terutama bagi orang yang melakukan pinjol (Pinjaman Online) hanya agar dapat betransaksi di judi online. Kerugian yang diakibatkan oleh judi online telah mencapai Rp 600 triliun, angka ini melebihi dari pengeluaran anggaran priritas negara.

Dua hal yang saya sampaikan diatas merupakan contoh kecil yang diakibatkan oleh rendahnya literasi keuangan dikalangan masyarakat Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menyadarkan  pembaca betapa pentingnya literasi keuangan, terutama bagi kalangan muda yang sekaligus menjadi tokoh utama dalam mewujudkan “Indonesia Emas 2045”.

Izinkan saya berpesan “Bijaklah dalam mengelola keuangan anda, karena akan menjadi modal kehidupan anda di masa depan. Gunakan uang anda untuk sesuatu hal yang produktif”.
.
.
*) Hibatullah Ramadhana, Sekretaris Himpunan Mahasiswa Prodi Manajemen 2025-2026 Universitas Darussalam, Ponorogo.

 

Hebatnya Keikhlasan

“Hebatnya Keikhlasan”

Oleh : Hibatullah Ramadhana *)

Sore menjelang petang, kami berdelapan diamanahi oleh kampus untuk mengabdikan diri di sebuah taman pendidikan Al-Qur`an binaan kampus. Tempat itu bernama TPA-Al-Ikhlas. Jarak antara kampus kami dengan TPA Al-Ikhlas sekitar 7 Km. Setelah sesi perkenalan, kami sepakat bahwasannya kegiatan belajar menagajar di TPA tersebut akan dilaksanakan pada Kamis hingga Ahad setiap pekan.

Pasti kalian bertanya-tanya, mengapa kami yang berstatus mahasiswa disibukkan dengan kegiatan ajar mengajar di TPA. Kurang kerjaan kah? Bukankah sudah seabreg tugas dan lain-lain. Yap, betul. Kami kami mencari bekal untuk masa depan dari pagi hingga siang. Kami upayakan semua tugas untuk diri sendiri tuntas. Itulah salah satu keunikan dari kampus kami, Universitas Darussalam Gontor, karena kampus ini mempunyai sistem kepesantrenan. Sekaligus mewujudkan cita-cita Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor untuk turut bertanggung jawab memajukan ummat Islam dalan mencari ridha Allah. Itulah sore harinya manfaatkn untuk orang lain. Kami berganti tugas menjadi pengajar di Taman Pendidikan Al-Qur`an.

Hari yang ditunggu pun tiba. Kamis sore waktunya kami mengajar di taman Pendidikan Al-Qur`an. Karena jarak yang cukup jauh, Sebagian dari kami ada yang mengendarai sepeda dan juga mengendarai motor. Uniknya, ada yang tidak kebagian motor atau sepeda. Tapi, kerena panggilan tugas dan sangat bersemangat berkontribusi untuk mengajar ia pun memutuskan berjalan kaki.

Apa tidak melelahkan? Sangat melelahkan. Tapi lelah itu seakan hilang ketika melihat senyuman dan antusias anak-anak untuk belajar

Bukan kebetulan, nama TPA itu  “Al-Ikhlas” yang menjadi inspirasi dan semangat kami. Kami tidak meminta untuk dibayar sepeser pun. Tujuan kami disini untuk mengajarkan apa yang telah kami dapat dari ilmu dan pendidikan yang telah kami tempuh. Karena ilmu yang tidak diamalkan layaknya pohon yang tidak berbuah.

Anak-anak yang ada di tempat kami mengajar kurang lebih berjumlah 35 anak, mulai dari TK hingga jenjang SMP. Bermacam-macam watak, juga karakter, itulah yang membuat tempat ini sangat kami rindukan.

Apakah bisa bekerja tanpa mengharapkan imbalan? Bisa, kami sebagai umat muslim percaya, sumber kebahagiaan yang kami dapatkan bukan hanya berdasarkan pada berapa banyak uang yang kami miliki, karena memang itulah prinsip kebahagiaan menurut ajaran agama islam.

Kebahagiaan kami cukup dengan melihat anak-anak yang kami ajarkan bisa mengaji membaca Kita Suci Al Qur’an dengan baik dan benar. Mereka lebih memahami ajaran-ajaran agama Islam. Tentunya mereka tumbuh dengan   Al-Akhlaq-ul-Karimah. Dan mungkin dari tempat ini dan dari anak-anak ini, menjadi jalan kami menuju surganya Allah SWT.

Kami yakin bahwasannya setiap anak di seluruh pelosok negeri berhak mendapatkan ilmu dan Pendidikan. Mungkin, dengan cara ini kita bisa bersama-bersama membangun bangsa dan negara yang lebih maju.

*) Hibatullah Ramadhana atau lebih dikenal dengan Ibat. Ia adalah mahasiswa Semester I, Prodi Manajemen Bisnis, FEB Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo.

Sampah vs Akhlak

Sampah vs Akhlak

Oleh: Hibatullah Ramadhana *)

 

Teriknya matahari di Kota Surabaya mulai terasa, menandakan telah usainya acara yang kami ikuti. Saya dan 12 orang teman lainnya memutuskan untuk Sholat Dzuhur dan istirahat sejenak. Pelatihan 3 hari yang melelahkan, namun sangat bermanfaat. Kami sepakat melepas penat sekaligus kembali ke kampus. Kami pun memutuskan menuju pantai selatan yang jadi buah bibir selama ini. Pantai itu bernama Pantai Mutiara terletak di Kabupaten Trenggalek.

Perjalanan dari Surabaya ke Trenggalek berjarak sekitar 200 Km. Kami menempuh pejalanan via Tol Trans Jawa dan keluar/exit di Kediri. Perjalanan melewati jalan biasa sangat berbeda di bandingkan melalui jalan tol. Kami juga melewati jalur lintas selatan (JLS) yang sesuai pemberitaan, sangat indah. Kami sampai di lokasi pada malam hari.

Kondisi sudah larut malam, tidak menyurutkan kami untuk menikmati indahnya alam. Kami bermalam di sebuah gazebo yang ada di tepi pantai. Tidur beralaskan karpet sederhana, cukup untuk meluruskan badan dan kaki. Keesokan paginya, kami disambut suara kokok ayam dan deburan ombak yang menyentuh bebatuan. Udara segar di pagi hari, pemandangan pantai disertai arunika yang tak kalah indahnya. Laut tampak biru dengan ombak khas Pantai Selatan. Semua itu karunia tersendiri sekaligus obat penat yang kami alami.

Karunia? Ya, betul. Pagi itu membuat kami sadar akan betapa besarnya kuasa Allah Tuhan semesta alam. Sang Khalik  telah menciptakan keindahan alam ini, agar kami banyak bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Karunia yang lain masih ada. Saat itu Hari Ahad, hari libur, yang terlihat banyak orang yang menghabiskan waktunya di pantai bersama orang yang mereka cintai. Mereka juga menikmati makanan dan fasilitas yang ada di pantai. Sama seperti kami. Kami yang hadir juga membawa manfaat ekonomi bagi warga sekitar.

Namun, setelah kami berjalan beberapa langkah ke bibir pantai, ada pemandangan yang tak elok. Hal ini terlihat dari kondisi pantai yang sangat indah, ternodai oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Mereka kurang sadar akan kelestarian alam. Banyak sampah berserakan. Belum lagi, terlihat tidak sedikit dari mereka yang membuang sampah sembarangan. Tak heran jika sampah ada di beberapa sudut pantai. Padahal ada tempat sampah yang disediakan.  Tak ayal membuat kondisi pantai menjadi kotor dan kurang nyaman.

Perilaku ini bisa jadi adanya mindset yang timbul pada masing-masing individu yang berpikiran:

“Ah, saya kan hanya membuang satu botol atau satu bungkus makanan. Cuma sedikit, kok.”

Padahal justru pemikiran itu yang harus dihapus. Bayangkan jika pemikiran dan perilaku itu, serupa dimiliki oleh pribadi atau individu yang lain. Jika satu orang punya pemikiran seperti itu memang, menurut dia, dia hanya membuang satu sampah. Namun apabila yang ada di pantai tersebut berjumlah ribuan orang dan mempunyai mindset  yang sama, sebanyak itu pula sampah yang mereka buang sembarangan. Tak heran, jika kondisi pantai nampak kotor. Ada sampah bekas botol minuman. Bekas bungkus makanan.

Tentunya sebagai manusia, harus punya akhlak terhadap alam. Apa itu akhlak terhadap alam? Membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Jika tidak ada tempat sampah, maka dikantongi dulu. Tidak merusak pepohonan. Menghindari membuang hajat sembarangan. Tidak membawa pasir atau terumbu karang sembarangan. Hal-hal tersebut adalah upaya menjaga menjaga dan melestarikan keindahan alam. Alam juga ciptaan Allah SWT.

Bagaimana menghadapi pantai yang kotor dihadapan kita? Tentunya yang paling utama adalah kita yang berakhlak mulia tidak lagi menambah atau membuang sampah. Sampah di depan kita dipungut dan dikumpulkan, sebisa mungkin.

Semoga sampah yang ada di pantai atau di sekitar kita bisa menjadikan cerminan akhlak kita. Mari kita basmi sampah dengan memulai untuk tidak menyampah sembarangan. Kita bersihkan sampah. Kita lestarikan alam. Kita tunjukkan bahwa kita memang bangsa yang berakhlak mulia.

 

*) Hibatullah Ramadhana atau lebih dikenal dengan Ibat. Ia adalah mahasiswa Semester I, Prodi Manajemen Bisnis, FEB Universitas Darussalam, Gontor, Ponorogo.

Warnailah tapi Jangan Sampai Terwarnai

Warnailah Tapi Jangan Sampai Terwarnai

Oleh : Hibatullah Ramadhana *)

 

Pada dasarnya manusia dilahirkan di muka bumi dengan kondisi yang suci. Sesuai pada fitrahnya. Tidak ada manusia yang dilahirkan dengan kondisi jahat. Baik atau buruknya seseorang, tergantung pada perilaku orang tersebut dalam menjalani hidupnya. Namun perilaku seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan di sekitarnya seperti, teman, tetangga, atau bahkan keluarganya sendiri.

Peran lingkungan sekitar sangat berpengaruh pada pembentukan karakter pada seseorang, Terutama pada anak-anak. Di zaman sekarang banyak anak-anak muda yang terpengaruh oleh buruknya lingkungan yang ada di sekitarnya. Tidak sedikit dari anak sebaya kita yang sudah mengonsumsi minuman beralkohol, merokok, atau bahkan, maaf, hamil sebelum nikah.

Generasi penerus bangsa sudah seharusnya sadar akan fenomena yang ada ini. Sehingga nantinya kita tidak terpengaruh oleh pengaruh negatif yang ada disekitar kita.

Cara yang bisa kita lakukan agar terhindar dari hal-hal negatif tersebut adalah berpegang teguh pada nilai hidup sesuai dengan norma agama. Sesuai fitrah manusia. Dan yang lebih penting lagi, tidak mudah terpengaruh oleh kuatnya gengsi, memenuhi gaya hidup. Gengsi itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kehormatan, pengaruh, harga diri, dan juga martabat. Gengsi adalah salah satu sifat buruk manusia. Adanya rasa gengsi dapat menyebabkan seseorang untuk bertindak ataupun bersikap mudah mengikuti apa yang biasa terjadi. Bahkan jika itu hal yang negatif menurut nilai dan prinsip hidup. Takut ketinggalan zaman.

Parahnya, saat ini beberapa kejadian negatif di kalangan anak muda, banyak dipengaruhi oleh gengsi ini. Contoh kecil, meski ini sebenarnya bukan hal sepele, kebiasaan merokok. Banyak anak muda karena gengsinya yang tinggi, rekan sepergaulannya merokok, akhirnya ia ikut merokok. Ia takut disingkirkan. Harga dirinya bisa terganggu. Sehingga merokok menjadi suatu hal yang lumrah di kalangan anak muda di zaman sekarang. Bahkan kaum hawa pun ada yang melakukannya. Mereka tidak lagi memperhatikan pengaruhnya pada kesehatan dan lingkungan sekitar.

Uniknya, sebagian besar anak muda itu membeli rokok dari uang jajannya. Uang kiriman atau pemberian orang tua. Uang yang mereka miliki itu sebenarnya adalah hasil dari jerih payah orang tuanya. Banting tulang siang malam demi keluarga. Demi sekolah anakanya. Uang yang sengaja diberikan dengan harapan dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk menunjang pendidikan yang sedang dijalani. Bekal masa depan. Tapi nyatanya dipakai untuk beli rokok dan merokok. Padahal sudah banyak yang akhirnya kesehatannya terganggu. Uang yang dikeluarkan lebih banyak. Kesehatan yang terganggu bisa menghambat waktu studi. Apalagi jika sampai masuk rumah sakit.

Bagaimana mengatasinya?

Bergaul boleh dan harus. Karena itu salah satu fitrah manusia. Tidak bisa hidup sendiri. Hidup berkelompok dan bersosialisasi. Tapi, tetap harus dipilah. Jika punya value dan prinsip hidup sehat, maka kita bisa tetap bergabung tapi konsisten. Tidak ikut merokok. Kita bisa mengajak mereka hidup sehat, misalnya olah raga bareng. Bisa dimulai yang paling murah. Jalan bareng. Lari atau jogging. Buat alat sederhana untuk nge-gym. Buat barbell dari coran semen. Pull up di dahan pohon. Masih banyak lagi.  Kita yang punya prinsip tak jemu mengajak dan memberi contoh hidup sehat, bukan malah larut mengikuti gaya hidup merokok.

Kalau kita dicibir bahkan dijauhi karena dianggap tidak sejalan karena tidak mau merokok, maka sudah saatnya kita mencari kelompok yang lain. Tak perlu gengsi untuk keluar dari circle tersebut. Kita bisa membuat kumpulan sendiri atau bergabung dengan kelompok yang bisa menerima kehadiran kita.

Karena jika kita semua larut pada hal-hal yang tren tapi negatif, apa jadinya negeri yang kita cintai ini. Kita tentu ingin Indonesia menjadi negeri yang tambah baik dan disegani di dunia.

Izinkan saya memberi pesan kepada diri sendiri dan juga untuk rekan-rekan sesama generasi muda penerus bangsa:

“Warnailah dunia ini tapi jangan sampai kalian terwarnai. Dunia hanya sesaat. Sedikit warna tapi memberi makna”

 

*) Hibatullah Ramadhana atau lebih dikenal dengan Ibat. Ia adalah mahasiswa Semester I, Prodi Manajemen Bisnis, FEM Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo.

Menjadikan Ekonomi Islam Lebih Dikenal

Menjadikan Ekonomi Islam Lebih Dikenal

Oleh : Hibatullah Ramadhana *)

 

Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) dan Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) merupakan organisasi yang memfasilitasi sekelompok orang yang cinta terhadap Ekonomi Islam. FoSSEI bertanggung jawab untuk mengawasi berjalannya segala kegiatan yang ada pada KSEI di setiap kampus yang ada di Indonesia.

FoSSEI mempunyai beberapa program untuk mencetak kader-kader pemimpin di masa yang akan datang. FoSSEI juga merupakan upaya agar Ekonomi Islam lebih dikenal. Kegiatan tersebut antara lain, Diklat Ekonomi Islam (DEI), FoSSEI Development Training (FDT), FoSSEI Leadership Camp (FLC). Pelatihan ini dilakukan secara berurutan, mulai dari Diklat Ekonomi Islam (DEI) hingga FoSSEI Leadership Camp (FLC).

Pada tahun ini, FoSSEI Development Training daerah komisariat Jawa Timur diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Ikhlas, Pasuruan, Jawa Timur. Diselenggarakan selama 3 hari mulai dari tanggal 5-7 Juli 2024. Diikuti oleh beragam kampus yang ada di Jawa Timur.

Alhamdulillah pada tahun ini saya bisa mengikuti pelatihan tersebut bersama dengan 14 teman se-kampus. Kami berangkat dari Ponorogo menggunakan mobil mini bus. Mobil ini kami pinjam selama 4 hari. Perjalanan 250 Km itu, kami tempuh selama hampir 4 jam. Melelahkan memang, tapi seakan terhapus dengan semangat untuk menimba ilmu.

Selama 3 hari pelatihan, kami di tempa untuk menjadi pemimpin yang jujur, bertanggung jawab, dan adil. Pemateri-pematerinya juga berpengalaman. Materi pelatihan dikemas dengan menarik sehingga mudah untuk dipahami. Materi-materi yang disuguhkan sesuai dengan apa yang sedang kita hadapi pada zaman yang serba modern ini. Pelatihan itu dikemas dengan tema “Pengembangan Ekosistem Startup FinTech Syariah dalam Mendukung Inovasi Keuangan Inklusif.”

Sesuai dengan trilogi dari FoSSEI yaitu ukhuwah, dakwah, dan ilmiah, kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Hal ini punya tujuan agar kami bisa menjalin ukhuwah antar sesama peserta dari berbagai kampus. Sehingga tidak ada perbedaan antar peserta walaupun datang dari daerah yang berbeda-beda. Berbagi ilmu bersama, saling tukar menukar pikiran, berbagi pengalaman, dan membangun kekompakan itulah tujuan dari pengelompokan ini.

Satu hal yang menancap di benak saya adalah kalimat bermakna dari salah satu pemateri.

“Orang yang berpendidikan tidak akan pernah menilai baik atau buruknya seseorang, tapi orang yang berpendidikan akan mengajak orang kepada kebaikan.”

Kutipan ini sesuai pada apa yang diajarkan Islam kepada umatnya yaitu al-amru bil ma`ruf wa nahyu `anil munkar. Sebuah kesyukuran, saya bisa menjadi bagian dari pelatihan ini. Semoga dapat dicatat sebagai salah satu upaya agar Ekonomi Islam lebih dikenal dan memasyarakat.

 

*) Hibatullah Ramadhana atau lebih dikenal dengan Ibat. Ia adalah mahasiswa Semester I, Prodi Manajemen, FEM Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo.

 

 

Do You Want to Crush It as A Leader?

Do you want to crush it as a leader?
by Kristyna Zapletal
.
These 7 habits will take you from average to exceptional.
.
#1 Keep learning like your life depends on it, every single day.
#2 Give back to your community, like it is your second job
#3 Go Hard or Go Home aim for excellence, in everything you do
#4 Tough Challenges Build Character, embrace them like a warrior
#5 Share your Expertise with others. Don’t be stingy
#6 Listen Up Buttercup!  give others your undivided attention
#7 Take Responsibility for Both the good and the bad. Own it like a boss
.
Apakah Anda ingin gagal sebagai seorang pemimpin?
Tentu tidak, bukan?
Tujuh kebiasaan ini akan membawa anda dari pribadi biasa menjadi luar biasa.
.
# 1 Terus belajar. Hidup anda bergantung pada kemauan anda belajar, setiap hari.
# 2 Berbagi dan kembali kepada komunitas anda. Jadikan itu pekerjaan kedua anda.
# 3 Berjuang lebih keras atau tidak sama sekali. Untuk tujuan terbaik dalam segala hal yang anda lakukan.
#4 Tantangan berat membangun karakter, rangkul mereka seperti seorang pejuang.
# 5 Bagikan keahlian anda dengan orang lain. Jangan pelit.
# 6 Dengarkan!  Beri orang lain perhatian penuh.
# 7 Mengambil tanggung jawab atas kebaikan dan keburukan, sebagai sikap seorang atasan.
.
Diterjemahkan oleh : Rina Wirastuti, BoD Support PT. Elnusa Fabrikasi Konstruksi